Selasa, 15 Desember 2015

MEREGUK SARI TASAWUF.

BERAMAL DENGAN KEBENARAN 
BERAMAL DENGAN CINTA DAN KASIH SAYANG ;
EFEKTIVITAS SPIRITUAL DARI AMAL PERBUATAN.

Tentu saja tidak semua tindakan memiliki efek spiritual 
walaupun setiap tindakan meninggalkan jejak dengan cara tertentu.
Tindakan yang paling manjur 
dari sudut pandang ruhani tentu saja do'a,
yang segera akan kita bahas.

Tetapi, 
pertama-tama kita harus berbicara tentang hubungan 
antara tindakan dan kebenaran , serta 
tindakan dan cinta digabungkan dengan kasih sayang.

Tindakan tidak menghasilkan kebenaran , 
yang merupakan fungsi pengetahuan.
Tetapi , 
tindakan berdasarkan kebenaran 
dapat mengakibatkan realisasi konkret dari kebenaran.

Dalam pengertian ini pepatah Arab yang terkenal, 
"Ilmu tanpa amal tak ubahnya pohon tanpa buah", 
yang sering dikutip dalam banyak teks Sufi, 
harus dipahami.

Pertama, 
tindakan yang benar , akan berefek secara spiritual, 
harus didasarkan pada kebenaran dan bukan dusta.

Banyak orang melakukan tindakan yang mengakibatkan bencana 
meskipun pelakunya tidak meniatkan demikian di dalam pikirannya.
Sebabnya adalah tindakan seperti itu  didasarkan 
pada ketidaktahuan dan kebohongan.

Sebagian besar tragedi dunia modern pada tingkat tertentu 
didasarkan bukan pada kebenaran melainkan pada kebatilan.
itu adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan ketidaktahuan 
akan watak hakiki kemanusiaan , dunia, dan Prinsip Ilahi.

Pengetahuan tentang kebenaran pada gilirannya 
berkaitan dengan tindakan , 
walaupun dalam cara yang tidak langsung.
Tabir yang menutupi jiwa mencegahnya dari melihat kebenaran,
dan tabir ini bertindak sebagai sebagai kendala bagi akal kita 
dan merintanginya mencapai kebenaran.

Tindakan yang benar, 
berakar pada apa yang baik dan benar, 
memiliki efek menyingkapkan tabir ini dan memungkinkan kita
mengetahui kebenaran dalam cara yang lebih dari pada abstrak.

Dalam pengertian inilah 
pengetahuan berhubungan dengan tindakan 
dalam proses mewujudkan kebenaran karena , 
sebaliknya ;
tindakan yang benar harus berdasarkan kebenaran.

Tindakan itu tidak dengan sendirinya menghasilkan pengetahuan,
tetapi di dalam diri manusia dan di jalan menuju Taman itu 
keduanya dalam satu pengertian tidak dapat dipisahkan 
hingga seseorang mencapai Hadirat yang Esa di luar ranah 
semua tindakan dan pemikiran diskursif berdasarkan 
dualisme subjek dan objek.
Selain itu, 
tindakan kitalah yang membuktikan ,
apakah pengetahuan kita 
tentang Kebenaran hanya bersifat teoritis
atau telah menjadi sangat berakar di dalam jiwa kita -
terutama tindakan seperti 
berdoa , bersedekah, berkurban, dan berbicara jujur - 
membantu pengetahuan tentang Kebenaran 
untuk menjadi teraktualisasi di dalam jiwa.

Seorang manusia yang mengetahui kebenaran 
harus setiap saat dalam hidupnya bertindak 
sesuai dengan kebenaran itu.
Pendeknya, 
seseorang yang tindakannya di dunia ini 
tidak didasarkan pada kebenaran 
tidak dapat memasukiTaman Kebenaran.
Selain itu, 
tidak ada tindakan di dunia yang bernilai spiritual, 
kecuali jika didasarkan pada kebenaran.

Ungkapan terkenal yang menyatakan bahwa jalan ke neraka 
dibentuk dengan niat yang baik tidak boleh ditafsirkan 
sebagai menafikan lebih pentingnya niat dibandingkan tindakan kita.
Sebaliknya,
pernyataan ini secara tidak langsung merujuk kepada perlunya 
mendasarkan tindakan kepada kebenaran.
Tindakan berdasarkan kebohongan dan ketidaktahuan 
bukannya kebenaran , dapat mengakibatkan konsekuensi 
yang paling negatif meskipun berangkat dari niat baik.

Kaum Sufi akan membenarkan pernyataan yang kerap 
dinisbahkan kepada St Agustinus ini sembari menekankan bahwa 
Allah menilai tindakan kita sesuai dengan niat kita.
Mereka menambahkan , 
lebih jauh , bahwa tujuan kita harus murni
dan bahwa pengetahuan tentang kebenaran (al-'ilm) 
selalu mendahului tindakan (al-'amal).

Sesungguhnya Allah tidak menilai kita secara negatif 
untuk apa-apa yang tidak kita ketahui 
jika kita tidak mempunyai cara yang siap digunakan 
untuk mengatasi ketidaktahuan kita.
Tetapi,
ini tidak mengubah kenyataan , 
bahwa supaya berefek secara spiritual,
tindakan harus berdasarkan kebenaran , 
terutama bagi mereka yang ingin menapaki jalan 
menuju Taman Kebenaran.

Mendasarkan pada kebenaran 
tentu saja berarti sesuai dengan 
kenyataan yang mendalam 
dan kesejatian sesuatu 
dan juga menurut Kehendak Allah 
sampai sejauh yang mampu kita ketahui .

Itu harus sesuai dengan keadilan dan 
dicirikan oleh kasih sayang dan kebaikan, 
yang tak terpisahkan dari substansi sesuatu dan 
bukannya pada penampilan luarnya 
melainkan sebagaimana sebagaimana adanya 
di dalam realitas batin mereka dan 
pada akar keberadaan mereka.

Bertindak dengan kebenaran 
juga bertindak dengan cinta dan kasih sayang
karena kebenaran adalah realitas tertinggi dan cinta mengalir
melalui semua tingkatan realitas kosmik, di dalam nadi semesta.
Tindakan yang dilakukan berdasarkan nafsu dan keinginan egois
dapat mengakibatkan keuntungan atau kerugian dalam jangka pendek , 
sesuai dengan keadaan, namun akan selalu menimbulkan konsekuensi
negatif dalam jangka panjang.

Akan tetapi , 
cinta ini seperti pengetahuan.
Semakin banyak seseorang memberi , 
semakin banyak dia menerima.
Bertindak dengan cinta berarti selalu  memberi 
tanpa berharap akan menerima balasan.
Tetapi, 
karena tindakan dengan cinta meruntuhkan tembok ego 

dan membuat kita menyadari bahwa 
jauh di kedalaman dirinya,
orang lain adalah juga diri kita, 
kita menerima ganjaran yang paling besar sebagai balasannya .

Seperti telah kita tinjau sebelumnya ,
Allah-lah 
yang memerintahkan kita untuk mencintai sesama
dan memperlakukan mereka sebagaimana kita 
memperlakukan diri kita sendiri,
seperti yang ditegaskan 
oleh Kristus maupun Nabi Muhammad Saw.
Tetapi 
agar tindakan cinta ini berefek spiritual , 
ia harus berdasarkan cinta kita kepada Allah .

Adapun pengetahuan, 
semakin banyak seseorang mengajar seorang murid ,
semakin dia menjadi ahli 
tentang pengetahuan yang disebarkannya;
dengan cara yang sama seperti 
semakin banyak orang menebarkan cinta,
semakin dia mengalami cinta.

Namun demikian,
bertindak dengan cinta terhadap orang lain, 
tanpa cinta kepada Allah 
berarti bertindak melawan kebenaran,
karena sebenarnya orang lain, sebagaimana kita,
berasal dari Allah , dan cinta-Nya pada makhluk-Nya itulah
yang membuat kita mungkin mencintai orang lain.

Tentu saja, 
tidak mungkin ada tindakan dengan kebenaran atau cinta 
tanpa apa, 
yang oleh agama-agama Ibrahimi disebut takut pada Allah.
Ada sebuah unsur di dalam jiwa yang harus dikontrol 
melalui rasa takut akan Allah
agar bunga pengetahuan yang mencerahkan dan cinta spiritual 
tumbuh di tanah jiwa .

Kita telah menyatakan bahwa 
kaum Muslim tidak percaya pada dosa asal,
tetapi mereka percaya pada kejatuhan (al-huba) manusia,
dari keadaan kesempurnaan purba (fitrah) mereka.

Seperti yang ditegaskan al-Qur'an ,
"Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya ,
 Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya".
 (Q.S, Al-Tin (95) ;4-5)

Al-Qur'an juga merujuk kepada jiwa manusia - yang jatuh 
memiliki unsur yang memerintahkan dan mengajak jiwa 
ke arah keburukan (al-nafs al-ammarah bi al-su').
Unsur ini tidak secara aktual ada dalam keadaan surgawi 
sebelum kejatuhan itu, namun setelah jatuh 
ia menjadi bagian dari jiwa manusia.

Itulah sebabnya diperlukan rasa takut pada Allah ,
yang berfungsi untuk mengontrol unsur kuat ini,
yang ada di dalam diri manusia yang telah jatuh 
dan secara praktis telah menjadi watak bawaan kita.

Tasawuf, 
yang berisi ilmu pengetahuan dan seni pengobatan penyakit jiwa,
sering berbicara tentang nafsu yang mengajak  ke arah keburukan ini.
Sebenarnya, 
kata nafs, yang berarti jiwa atau psike, sering digunakan 
dalam teks-teks Sufi ini untuk menandakan unsur jiwa 
yang lebih rendah ini dan bukan unsur yang lebih tinggi,
yang berpartisipasi dalam perkawinan antara jiwa dan Ruh.

Bahkan teks-teks Sufi yang paling dihormati 
tentang cinta dan pengetahuan, 
mengingatkan kita tentang perlunya takut pada Allah 
sebelum mampu mencinta dan mengenal Dia.

Mereka menekankan bahwa amal perbuatan 
tidak dapat dilaksanakan dengan kebenaran dan cinta , 
kecuali  jika didasarkan 
pada rasa takut penuh hormat pada yang Esa , 
yang berbeda dengan makhluk-Nya ,
yang menarik kita ke arah diri-Nya sendiri 
bahkan melalui ketakutan pada-Nya.

Kembali kepada bertindak dengan cinta,
ada satu hal yang harus dikatakan tentang peran kasih sayang
dalam Islam pada umumnya dan Tasawuf khususnya.
Meskipun Allah itu adil dan agung serta merupakan Hakim Tertinggi 
yang menilai tindakan-tindakan kita dan dapat menjadi murka,
jika manusia tidak bertindak sesuai dengan kehendak-Nya dan 
demi kebaikan ,menurut pernyataan hadis qudsi yang sudah dikutip ,
tertulis di Arasy Ilahi , 
"Sesungguhnya , Rahmat - Ku mendahului Murka - Ku .

Kata bahasa Arab yang digunakan dalam hadis ini adalah rahmah,
yang berarti kebaikan , rahmat, sekaligus kasih sayang .
Kata ini terkait secara etimologis dengan dua Nama Allah,
al-Rahman dan al-Rahim, yang dapat diterjemahkan sebagai 
Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Kedua Nama ini bersama-sama Nama-Nama Allah dalam Islam ,
membentuk kalimat yang disebut basmalah 
(Bismi Allah al Rahman al-Rahim), 
yang dengannya kaum Muslim memulai semua tindakan 
yang dipandang baik di hadapan Allah,
mencakup tindakan sehari-hari seperti 
memulai hari, makan, minim, tidur, atau mengawali perjalanan.
Seharusnya dengan kalimat ini pulalah , buku ini dimulai.
Semua surah di dalam Al-Qur'an 
kecuali satu surah (surat at-Taubah), di mulai dengan kalimat ini.

Seperti yang disebutkan di atas ,
dalam pemahaman kaum Sufi , seluruh alam semesta mengada 
malalui nafas al-Rahman -biasanya diterjemahkan sebagai 
"Napas yang Maha Pengasih".
Semesta Islam karena itu terbenam di dalam laut kasih sayang .

Jika kita mau memahami hakikat sesuatu , 
kita akan menyadari bahwa berkasih sayang 
merupakan hal yang paling alami, sepenuhnya  selaras 
dengan hakikat tindakan semua makhluk,termasuk diri kita sendiri.
Sayangnya , 
dinding yang memenjara ego , mencegah kasih sayang ini 
untuk menjelmakan dirinya dalam banyak hal.
Jiwa harus dirawat dari penyakit agar dapat berkasih sayang.

Kaum Sufi,
yang bercita-cita meraih Taman Kebenaran , 
menekankan Rahmat dan Kasih Sayang Allah , 
yang mendahului murka Allah 
tanpa melupakan pentingnya disiplin batin, 
dan perlunya hidup sesuai dengan hukum Allah, 
sehingga menahan diri 
dari tindakan yang dapat mendataggkan Murka-Nya.

Mereka pun tidak lupa sifat positif dari kemurkaan kudus 
ketika berhadapan dengan kebohongan dan ketidakadilan.

Dalam Kekristenan ,  
kemurkaan kudus bahkan terkait dengan beberapa orang suci 
dan juga beberapa episode kehidupan Kristus - 
dalam agama yang dominan sebagai agama cinta .
Hal yang sama terlihat dalam bentuk lain, 
dalam Buddhisme Mahayana , 
yang menekankan kasih sayang  sebagai kebajikan utama.

Tasawuf meminta  para pengikutnya 
untuk merenungkan makna kasih sayang.
Kata Bahasa Inggris  sering digunakan untuk menerjemahkan rahmah,
yaitu compassion, mengungkap melalui  etimologinya 
makna terdalam dari konsep ini.
Istilah ini menyiratkan arti kebersamaan dan 
ikut berbagi semangat dalam pengertian cinta yang kuat .
Ia juga menyiratkan arti , 
berbagi penderitaan dan kepedihan orang lain,
seolah-olah itu adalah penderitaan dan kepedihan kita sendiri.

Sebuah puisi terkenal Sa'di  menyatakan ;


"Anak-anak Adam adalah anggota dari satu tubuh,
 Sejak dari saat menciptakan mereka terbuat dari satu substansi
 Ketika takdir menyebabkan sakit pada salah satu anggota,
 Anggota yang lain tidak bisa tetap diam.
 Kau yang tak berduka atas derita sesama,
 Tak layak disebut manusia."

Meskipun Sa'di 
hanya berbicara tentang keluarga manusia dalam sajak ini,
kebajikan belas kasih tidak terbatas kepada manusia .
Karena seluruh kosmos menjadi ada melalui "Napas yang Maha Pengasih",
kasih sayang kita harus meluas kepada semua makhluk, hewan,
dan tanaman serta udara dan air - juga  ke gunung, pasir, sungai, 
dan lautan yang semuanya memiliki cara hidup mereka  sendiri.
Kita tidak perlu berbelas kasih pada bintang karena tindakan kita 
tidak dapat menjangkau mereka, karena mencemari dan menodai langit
seperti yang telah kita lakukan di bumi.

Belas kasih yang parsial, 
yang membatasi diri pada spesies manusia 
dengan mengabaikan sepenuhnya makhluk lain,
bukanlah belas kasih yang sungguh-sungguh,
karena didasarkan kepada ketidaktahuan ,
dan bukannya pengetahuan 
tentang kesalingterkaitan semua makhluk.

Belas kasih yang parsial ini pada kenyataannya 
dalam jangka panjang dapat mengarah 
kepada penderitaan yang jauh lebih besar,
sebagaimana yang diperlihatkan secara kuat 
oleh terjadinya krisis lingkungan. 

Dengan cara yang sama,
kedermawanan sentimental yang hanya dari kebenaran 
telah menyebabkan beberapa keresahan sosial dan politik 
yang paling kejam di abad yang lalu,; seperti yang kita lihat
dalam Komunisme, yang didasarkan pada kedermawanan 
terhadap masyarakat miskin dan kasih sayang kepada kelas buruh 
sementara menolak adanya Tuhan,yang cinta dan belas kasih-Nya 
untuk makhluk-Nya telah memungkinkan kita mengasihi yang lain.

Pada tingkatan aksi, harus ada pengetahuan dan cinta,
dipadu dengan belas kasih agar tindakan itu berhasil,
sedangkan tindakan yang benar itu sendiri 
akan mempersiapkan jiwa untuk pendakian 
ke ranah cinta dan pengetahuan 
serta membukakan jalan menuju Taman Kebenaran 
dengan membebaskan sayap-sayapnya
dari belenggu dunia dan tindakan yang egois.

@SHN.


























Tidak ada komentar:

Posting Komentar