MUHAMMAD IQBAL | FILSAFAT TENTANG TUHAN DAN KHUDI
Oleh : Sanusi Batubara
Pendahuluan
Mohammad Iqbal sebenarnya seorang failosof Muslim,
beliau tidak suka kalau dirinya disebut sebagai seorang penyair.
Nilai-nilai kebudayaan Islam hendak digaungkannya dan digunakan persajakan
justru sebagai alat penjelma semata.
Iqbal memang penyair yang hendak menggabungkan suatu pesan,
dia telah mempelajari rahasia kehidupan dan
inginlah dia menyampaikan rahasia ini kepada umat Islam.
Memang sulit tugas Iqbal,
sebab hendak diwujudkannya kesatuan falsafah dengan cinta.
Iqbal amat dalam tinjauannya tentang falsafash dan sejarah Islam,
dalam pula telaahnya tentang filsafat barat.
Ia melihat intelektualisme Hindi dan Pantheisme Islam
membinasakan kemauan dan kesanggupan orang Islam
untuk mengadakan suatu aksi
dalam rangka menentukan kejayaannya kembali
seperti pada masa kejayaan Islam.
Maka untuk itu dibinalah semacam falsafah berasal dari hadist Nabi Muhammad SAW:
“Tumbuhkanlah dalam dirimu sifat-sifat Tuhan”.
Lalu Iqbal pun menantang para filisof idealis dan para penyair mistis
yang menurutnya telah menyebabkan kemerosotan kejayaan Islam.
Iqbal menyatakan bahwa dengan jalan menegaskan diri sendiri,
menjelmakan dan menumbuhkan pribadi sebulat-bulatnya
beserta memajukan wujud diri sendiri,
orang Islam dapat menjadi Umat yang kuat dan merdeka kembali.
Maka di dalam makalah yang sederhana ini,
mencoba memberikan gambaran pendapat Mohammad Iqbal
tentang Tuhan dan Khudi (Rahasia Pribadi).
Riwayat Hidup Iqbal
Iqbal lahir di Sialkot (Punjab) tanggal 22 Pebruari 1873.
Nenek moyangnya berasal dari Kashmir dan
telah memeluk agama Islam kira-kira 300 tahun sebelumnya.
Sesudah menamatkan pendidikan Sekolah Rendah dan menengah di Saikot
maka ia pergi ke Lahore pada tahun 1895 untuk melanjutkan studinya.
Ia berguru kepada seorang syekh yang telah mashur yakni Syamsul Ulema MirHasan.
Selanjutnya ia meneruskan studinya ke Eropa.
Di Eropalah pemikirannya berkembang. Iqbal wafat tanggal 21 April 1938.
Pemikiran Iqbal Tentang Tuhan
Filsafat Iqbal tentang tuhan dapat dibagi dalam tiga fase.
Adapun dasar yang dipakai dalam pengelompokan tersebut adalah
keaslian dan keterpengaruhan pemikiran Iqbal tersebut mengenai konsepsi Tuhan.
Fase pertama berlangsung mulai dari tahun 1901M hingga kira-kira tahun 1908M,
pada fase ini Iqbal meyakini Tuhan sebagai suatu keindahan yang abadi,
yang ada tanpa tergantung pada dan mendahului segala sesuatu
dan karena itu menampakkan diri dalam semua itu.
Ia menyatakan dirinya
dilangit dan dibumi, dimatahari dan dibulan, pada kerlap kerlip bintang –bintang dan jatuhnya embun ditanah dan dilaut, diapi dan nyalanya, di batu-batu dan pepohonan, pada burung-burung dan binatang buas, diwewangian dan nyanyian,
tetapi dimana pun ia menunjukkan diri
tidak lebih daripada yang nampak di mata Salimah,
bahkan sebagaimana pada Dante;
dimana pun,
ia menampakkan diri tidak lebih dari pada yang tampak pada Beatrice.
Seperti halnya besi ditarik oleh magnet,
demikian pula segala sesuatu ditarik oleh Tuhan.
Demikianlah,
Tuhan sebagai keindahan Abadi adalah penyebab gerak segala sesuatu.
Kekuatan pada benda-benda, daya tumbuh pada tanaman, naluri pada binatang buas dan kemauan pada manusia hanyalah sekedar bentuk daya tarik ini, cinta untuk Tuhan ini.
Karena itu,
Keindahan Abadi adalah sumber, essensi dan ideal segala sesuatu.
Tuhan bersifat universal dan melingkupi segalanya seperti lautan,
dan individu adalah seperti halnya setetes air.
Demikianlah,
Tuhan adalah seperti matahari dan individu adalah seperti lilin,
dan nyala lilin hilang di tengah cahaya.
Seperti balon atau bunga api,
kehidupan ini bersifat sementara
tidak hanya itu bahkan keseluruhan mewujudtan
atau eksistensi adalah suatu yang fana.[1]
Secara umum telah dikemukakan tentang kosepsi Iqbal tentang Tuhan
pada fase pertama seperti termuat diatas.
Pemikiran seperti ni tidak sulit dicari sumbernya,
pada dasarnya pemikiran seperti ini bersifat platonis.
Plato juga menganggap Tuhan sebagai keindahan yang Abadi,
sebagai alam universal yang medahului segala sesuatu
serta terwujud pada kesemuanya itu sebagai bentuk.
Plato juga menganggap, Tuhan sebagai ideal tujuan manusia.
Ia juga memisahkan cinta dari pengertian seks dan memberinya makna universal,
konsep platonis ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Plaonus
diambil alih oleh kaum skolastik Muslim awal dan
dicangkokkan ke dalam pantheisme oleh para ,
mistikus patheistis menurut kepada Iqbal sebagai suatu tradisi lama
dalam puisi, parsi dan urdu ditambah lagi
lewat studinya atas puisi-puisi romantis inggris.
Sehingga dapat dikatakan konsepsi Iqbal mengenai Tuhan pada fase pertama ini tidak asli. Secara sederhana ia menunjukkan kepada kita
apa yang ia terima sebagai warisan sejarah lewat kata-kata yang Indah.
Ia menjadikan ide keTuhanan ini sebagai bahan puisi-puisinya
dengan berbagai cara baru.
Masa kedua perkembangan pemikiran Iqbal bermula kira-kira tahun 1908-1920 M.
kunci untuk memahami masa ini adalah
perubahan sikap Iqbal kearah perbedaan yang ia tarik
antara keindahan sebagaimana tampak pada segala sesuatu,[2]
disatu pihak dan cinta kepada keindahan dipihak lain.
Sebagaimana telah dicatat
bahwa Iqbal menyebut keindahan sebagai sesuatu yang kekal dan efisien
serta kausalitas akhir dari segala cinta, gerakan dan keinginan.
Tetapi pada masa kedua, sikap ini mengalami perubahan.
Pertama,
suatu kesangsian dan kemudian berubah menjadi semacam pesimisme yang menyelinap
ke dalam dirinya mengenai sikap kekal dari keindahan dan efisiensinya serta kausalitas.
Pada fase ini pemikirannya dibimbing oleh konsep tentang pribadi(self)
yang dianggap sebagai pusat dinamis
dari hasrat, upaya, aspirasi, usaha ,keputuisan ,kekuatan dan aksi.
Pribadi tidak maujud dalam waktu,
melainkan waktulah yang merupakan dinamisme dari pribadi.
Pribadi adalah aksi yang seperti pedang
merambah jalannya dengan menaklukkan kesulitan, halangan dan rintangan.
Waktu sebagai aksi adalah hidup dan hidup adalah pribadi
karena itu waktu hidup dan pribadi ketiganya dibandingkan dengan pedang.
Yang disebut dengan dunia luar
dengan segala macam kekayaannya yang menggairahkan
termasuk ruang dan waktu serial
dan apa yang disebut dengan dunia perasaan,
ide-ide dan ideal-ideal keduanya adalah ciptaan pribadi mengikuti fichte dan ward,
Iqbal menyatakan kepada kita bahwa pribadi menuntut dari dirinya sendiri
sesuatu yang bukan pribadi demi kesempurnaannya sendiri.
Dunia yang terindera adalah ciptaan pribadi.
Karena itu
segala keindahan alam merupakan bentukan hasrat-hasrat kita sendiri.
Hasrat menciptakan mereka,bukannya mereka yang mempunyai hasrat.
Tuhan sang hahekat terakhir adalah pribadi mutlak, ego tertinggi.
Ia tidak lagi dianggap sebagai keindahan luar.
Tuhan kini dianggap sebagai kemauan abadi dan
keindahan disusutkan menjadi suatu sifat Tuhan,
menjadi sebutan yang sekarang mencakup nilai-nilai estetis dan nilai-nilai moral sekaligus.
Disamping keindahan Tuhan,
pada tahap ini
keesaan tampak menunjukkan nilai pragmatis yang tinggi
karena ia memberi kesatuan tujuan dan kekuatan
pada individu, bangsa-bangsa dan manusia
sebagai keseluruhan kekuatan yang mengikat,
menciptakan hasrat yang tak kunjung padam,
harapan dan aspirasi dan menghilangkan semua rasa gentar dan takut
kepada yang bukan Tuhan.
Tuhan menyatakan dirinya bukan dalam dunia yang indera
melainkan dalam pribadi terbatas,
dan karena itu usaha mendekatkan diri padanya
hanya akan dimungkinkan lewat pribadi.
Dengan demikian
mencari tuhan bersifat kondisional terhadap pencarian diri sendiri.
Demikian pula
tuhan tidak bisa diperoleh dengan meminta-minta dan memohon semata-mata
karena hal seperti itu menunjukkan kelemahan dan ketidak berdayaan.
Mendekati tuhan menurutnya harus konsisten dengan kekuatan dan kemauan sendiri.
Ia harus menangkap DIA dengan cara sama
seperti seorang pemburu menangkap buruannya.
Tetapi Tuhan juga menginginkan diriNya tertangkap.
Ia mencari manusia seperti manusia mencari Dia.
Dengan menemukan
Tuhan seseorang
tidak boleh membiarkan dirinya
terserap ke dalam Tuhan dan menjadi tiada.
Sebaliknya
manusia harus menyerap Tuhan ke dalam dirinya,
menyerap sebanyak mungkin sifat-sifatNya dan
kemungkinan ini tidak terbatas.
Dengan menyerap tuhan kedalam diri maka tumbuhlah ego.
Ketika ego tumbuh menjadi super ego, ia naik ketingkat wakil Tuhan.
Masa ketiga perkembangan mental dan pemikiran Iqbal
dimulai sejak tahun 1920 hingga tahun 1938 dimana tahun wafatnya Iqbal.
Masa ketiga ini dianggap sebagai
masa kedewasaan dari pemikiran Iqbal itu sendiri.
Ia mengumpulkan unsur-unsur dari sintesisnya dan
kini menghimpunnya dalam suatu sistem yang menyeluruh.
Menurutnya Tuhan adalah
hakikat sebagai suatu keseluruhan dan
hakikat sebagai suatu keseluruhan pada dasarnya bersifat spiritual
dalam artian suatu Individu dan suatu ego.
Ia dianggap sebagai ego karena seperti manusia,
Dia adalah suatu prinsip kesatuan yang mengorganisasi,
suatu paduan yang terikat satu sama lain
yang berpangkal pada fitrah kehidupan organisme-Nya
untuk suatu tujuan konstruktif.
Ia adalah ego karena menanggapi refleksi kita.
Karena ujian yang paling nyata pada suatu pribadi adalah
apakah ia memberi tanggapan kepada panggilan pribadi yang lain.[3]
Tepatnya,
Dia bersifat mutlak karena Dia meliputi segalanya,
dan tidak ada sesuatu pun diluar Dia.
Ego mutlak tidaklah statis
seperti alam semesta sebagaimana dalam pandangan Aristoteles.
Dia adalah jiwa kreatif,
kemauan dinamis atau tenaga hidup
dan karena tidak ada sesuatu pun selain Dia yang bisa membatasiNya,
maka sepenuhnya Dia merupakan jiwa kreatif yang bebas.
Dia juga tidak terbatas.
Tetapi sifat tidak terbatasNya bukanlah dalam arti keruangan,
karena ketidak terbatasan ruang tidak bersifat mutlak.
Ketidak terbatasan Nya bersifat intensif bukan ekstensif
dan mengandung kemungkinan aktivitas kreatif yang tidak terbatas.
Tenaga hidup yang bebas dengan kemungkinan tak terbatas
mempunyai arti bahwa Dia Maha Kuasa.
Dengan demikian
Ego terakhir adalah tenaga yang maha kuasa,
gerak kedepan yang merdeka,suatu gerak kreatif.
Konsepsi Iqbal Tentang Khudi
Khudi dalam bahasa Parsi berarti pribadi.
Yaitu pribadi-pribadi yang sempurna.
Sedangkan yang dimaksud Iqbal di sini adalah
usaha menjadikan diri Individu
yang selalu di liputi sifat-sifat Tuhan yang sempurna.
Ini terlihat
ketika Iqbal melukiskan kejayaan pribadi dan jalan hidup nabi Muhammad.
Yang mana dalam tafsir sajaknya bahwa
untuk perkembangan sewajarnya dari setiap muslim
dirindukannya suatu masyarakat menurut acuan Islam,
dan setiap muslim yang berusaha akan menjadikan dirinya
Individu yang sempurna
turut membina kerajaan Islam dibumi ini.
Syarat-syarat untuk masyarakat Islam itu dilukiskan Iqbal
dalam kumpulan syairnya yang kedua, yakni:
Rumuz -i-bekhudi, yang diterbitkan sesudah Asrar –i-khudi.
Dalam buku kumpulan syair Rumuz –i-bekhudi itu Iqbal melukiskan bahwa
orang yang dapat menafikan dirinya sendiri dalam masyarakat,
membayangkan yang silam dan yang akan datang
sebagai suatu satuan didalam cermin,
dapatlah dia mengatasi sang ajal dan
masuk kedalam hidup ke Islaman yang bersifat abadi dan tidak terbatas.
Diantara acara-acara terpenting yang abadi dan tak terbatas.
Diantara acara-acara terpenting yang didendangkan Iqbal ialah:
asal-usul masyarakat,
kepemimpinan Tuhan pada manusia
dengan perantaraan para nabi.
Pembentukan pusat –pusat hidup kolektif dan nilai sejarah
sebagai faktor penting untuk menetapkan tanda tersendiri dalam sesuatu bangsa.
Khudi yakni ego yang hendak menangkap Ego yang besar
oleh kian membulatnya dirinya sendiri.
Pribadi bukanlah lagi ada dalam waktu,
tetapi waktu sendiri sudah menjadi dinamisme pribadi.
Pribadi atau khudi itu ialah action ialah hidup dan hidup ialah pribadi.
Tuhan menjelmakan sifat-sifatnya
bukanlah di alam ini dengan sempurna
tetapi pada para pribadi sehingga mendekati Tuhan berarti
menumbuhkan sifat-sifatNya dalam diri,
yang sebenarnya sesuai dengan hadist rasullah s.a.w:
Takhallaqu bi akhlaqi’llah, tumbuhkanlah dalam dirimu sifat-sifat Allah.
Jadi mencari tuhan
bukanlah dengan jalan merendah-rendahkan diri atau meminta-minta,
tetapi dengan himmah tenaga yang berkobar-kobar
mejelmakan sifat-sifat uluhiyyah (ketuhanan)
dalam diri kita dan kepada masyarakat ramai.
Tegasnya mendekati Tuhan ialah
menyempurnakan diri pribadi insan, memperkuat iradah atau kemauannya.
Maka menurut
Iqbal pribadi sejati adalah
bukan yang menguasai alam benda
tetapi pribadi yang dilingkupi Tuhan kedalam khuduinya sendiri.
Maka sifat dan pikiran pribadi atau khudi ialah:[4]
1. Tidak terikat oleh ruang sebagaimana halnya dengan tubuh.
2. Hanyalah lanjutan masa mengenai kepribadian
3. Kepribadian pada asasnya tersendiri dan Unik.
Sedangkan cita tentang pribadi itu memberikan kepada kita
ukuran yang sebenarnya,
diselesaikannya soal buruk dan baik.
Hal-hal yang memperkuat pribadi bagi Iqbal Ialah:
1. ‘Isyq-o-muhabbat, yakni cinta kasih.
2. Faqr yang artinya sikap tak peduli terhadap apa yang disediakan oleh dunia ini,
sebab bercita-cita yang lebih agung lagi.
3. Keberanian
4. Sikap tenggang rasa (tolerance)
5. Kasb-i-halal yang sebaik-baiknya terjalin dengan hidup
dengan usaha dan nafkah yang sah.
6. Mengerjakan kerja kreatif dan asli.
Kunjungi lebih banyak makalah di Aneka ragam Makalah
selain Makalah MUHAMMAD IQBAL | FILSAFAT TENTANG TUHAN DAN KHUDI
DAFTAR PUSTAKA
Syarif, M.M, 1984,
Iqbal Tentang Tuhan dan Khudi
Iqbal, Moh.,1976,
Asrar-I Khudi:Rahasi-Rahasia Pribadi,
er. Bahrum Rangkuti Jakarta: Bulan Bintang., Jakarta: Mizan.
Footnote
[1] Bang-I Dara, h. 73.
[2] M.M. Syarif, Tentang Tuhan dan Keindahan, Terj. Yusuf Jamil, (Jakarta: Mizan, 1984), h. 30
[3] Iqbal dalam Syarif,.Hal.37.
[4] Iqbal , Asrari khudi : Rahasia-Rahasia Pribadi, Terj Bahrum Rangkuti, (Jakarta: Bulan Bintang), hal.25..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar