WUJUD MUTLAK
Nuruddin Ar-Raniry adalah seorang sufi yang menganut teori tajalli, sangat terkesan dengan kosep Ibnu ‘Arabi tentang Tuhan, alam dan manusia, terutama teori tajalli tentang penciptaan alam ini. Konsepnya masalah tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan, namun doktrin Ahlusunnah tentang ketuhanan masih tetap berperan dalam dirinya, sehingga ia tidak terbawa kepada ajaran Pantheisme.
Menurut Nuruddin, bahwa adanya Allah merupakan suatu kenyataan iman yang harus di yakini sebagai suatu kebenaran yang tidak perlu kepada bukti, karena Tuhan sebagai martabat yang paling tinggi dan suci, yang tidak dapat di dekati oleh siapapun, di kehendaki oleh Tuhan untuk dikenal dan diketahui. Oleh karena itu, Tuhan menciptakan alam itu sebagai makhlukNya. Dia mencontohkan hadist Qudsi yang artinya ”Kami adalah perbendaharaan yang tersembunyi, Kami ingin supaya dikenal. Maka Kami jadikan alam ini hingga mereka mengenal Kami”. Berdasarkan hadist tersebut, dikatakan Nuruddin Ar-Raniry bahwa alam itu adalah madah Tuhan atau tempat Tuhan menampakkan wujudnya saja, maka madah itu tidak memiliki wujudnya sendiri, dan pendapatnya ini sesuai dengan pendapat para mutakallimin dan ahli sufi yang mengatakan:”yang memiliki wujud hakiki itu hanya Tuhan, alam sebagai madah wujud Tuhan itu dalam keadaan ’adam al-mahd.
Nuruddin Ar-Raniry berpendapat bahwa wujud Allah adalah wujud yang mutlak, bukan wujud muqayyad (terbatas), bebas dari segala ikatan sejak azali sampai abadi. Wujud Allah adalah zat-Nya yang berdiri sendiri, yang Esa, tidak trdiri dari unsur –unsur, baik dalam kenyataan maupun dalam pikiran. Zat Allah tidak terbilang, tidak terbatas, tidak semua dan tidak sebagian, tidak berhimpun dan bersuku, tidak khas dan ’am, tidak jauhar (subtansi), tidak ’aradh (accident) atau tidak jisim. Zat Allah tidak ada lawan dan perumpamaan, tidak berpindah-pindah dan bertukar-tukar, azali.
Para mutakallimin berpendapat bahwa wujud itu ada dua yaitu, wujud hakiki dan wujud majazi. Alam di jadikan dari tiada, sehingga antara alam dan Tuhan itu berbeda. Hal ini berdasarkan pada dalil aqli, bahwa alam ini baharu karena selalu berubah, sedangkan Allah adalah qadim. Nuruddin sangat sependapat dengan apa yang dikatakan oleh para mutakallimin. Menurutnya, eksistensi Allah itu kenyataan iman yang harus di terima dan sudah sangat jelas, sehingga harus diyakini dan tidak perlu pembuktian lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar