Rabu, 20 Januari 2016

KURANG MEMAHAMI KEINGINAN TUHAN

KURANG MEMAHAMI KEINGINAN TUHAN.

Jatuh bangunnya agama manusia, karena manusia sendiri merasa beragama. 

Manusia sendiri kurang memahami keinginan Tuhan secara utuh atau kaffah, 
semacam konflik bhatinpun yang berkepanjangan 
karena tidak didasari agama itu datangnya atas kesempurnaan Tuhan. 

Konflik bathin dianulir kebenaran sendiri-sendiri kemudian kelompok-kelompok, 
pada akhirnya perang atas nama agama aliran ini dan agama aliran itu 
yang sudah melembaga kedalam individual manusia.

Kalau anda mencari kebenaran, 
maka sampai kapan pun anda tidak akan menemukan keberaran. 

Maksud saya, 
kalau kebenaran yang anda cari adalah 
kebenaran yang bisa diterima oleh semua orang, 
kebenaran tanpa ada yang mengingkari.

Kebenaran dalam bahasa Arab adalah Haqq, 
merupakan nama dari Allah Al-Haqq (Maha Benar), 
itu sebabnya di dunia ini tidak ada yang benar, 
sampai manusia menemukan al-Haqq.

Ketika manusia menemukan al-Haqq 
maka dia sudah tidak memerlukan lagi pengakuan dari makhluk, 
tidak memerlukan lagi dukungan atas apa yang diyakininya. 

Hatinya telah sibuk bersama Allah, 
dia sudah tidak lagi berada pada level persepsi yang merupakan produk akal. 

Manusia yang telah bersama Allah 
tidak akan bisa lagi menemukan kesalahan pada manusia lain, 
karena tidak telah mampu melihat seluruh jalan yang dilalui manusia 
untuk mencapai Tuhan. 

Karena telah berada di puncak piramida, 
maka dia mampu melihat seluruh sisi bangunan, 
mampu melihat kehadiran dan ketidakhadiran cahaya Allah 
pada diri masing masing individu manusia.

Pada level ini manusia tidak lagi memerlukan sebab, 
karena segala sesuatu terjadi semata-mata karena Allah. 

Tidak lagi terpengaruh oleh benar salah, pahala dan siksa, 
seperti ucapan ketidakpedulian Rabi’ah al-Adawiyah akan surga dan neraka. 

Bahkan kehidupan tidak lagi bisa diberi makna, 
karena mareka telah pasrah dalam genggaman Allah Ta’ala 
seperti bayi dalam pangkuan Ibu nya, 
tanpa berdaya apa-apa selain perlindungan dan kasih sayang sang Ibunda. 
Dalam kondisi ini lah Al-Halaj berkata, “hidup dan mati bagi ku sama saja”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar