Rabu, 07 September 2016

Rumi:

kata Rumi:
Apilah yang memenuhi rongga nei, bukan angin,
Angin itu sirna pada jiwa yang tak memiliki api cinta.
Karena Nei (seruling) simbol insan kamil, 
maka apapun yang keluar dari insan kamil bukanlah udara (hawa nafsu) tapi api.
Dan adapun api karena timbul dari derita, maka ia membara.
Ketika insan kamil berbicara, 
ada yang merasakan baranya, 
ada yang tidak merasakan baranya. 
Maksudnya, 
yang tidak tersentuh bara itu kan tidak merasakan panasnya.
Sebab itu kata Rumi,
 "Kematianlah bagi yang tidak memilliki api ini di dalam hatinya.
Lanjut kata Rumi:
Api adalah cinta yang jatuh di dalam Nei.
Baranya adalah cinta yang jatuh di dalam arak.
Maulana Rumi ingin menjelaskan bahwa 
cinta adalah hakikat Ilahi yang mengalir dalam seluruh realitas. 
Dalam hadits Qudsi, persoalan penciptaan dikaitkan dengan cinta, 
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, 
maka Aku cinta untuk dikenal, 
sebab itu Aku mencipta agar dikenali”. 
Karena itu, cinta mengalir dalam segala realitas.

Aliran Platonis juga menjelaskan bahwa 
cinta mengalir dalam seluruh realitas, 
dan karena cinta ini lah menyebabkan ada gerak kembali kepada Asalnya.
Tapi 
inti dalam syair ini ingin menjelaskan bahwa 
cinta mengalir dalam seluruh realitas. 
Api adalah cinta yang jatuh dalam nei. 
Karena itu, 
Ruzbihan Baqli, seorang sufi, menjelaskan bahwa 
cinta adalah salah satu sifat Tuhan. 
Para sufi menjelaskan, 
seluruh realitas tercipta karena hubbu dz-Dzat.
Ketika Cinta masih di arsy, hakikatnya tak terbatas. 
Ketika mengalir, 
cinta sudah terdeterminasi sesuai dengan kapasitas makhluknya. 
Maulana Rumi dikenal dengan tarekat cinta. 
Kata Rumi, 
meskipun seseorang melakukan riyadhah dan amalan lainnya, 
tetapi selama cinta belum dihasilkan, 
dia tidak akan bisa berjalan. 
Artinya, 
kita dengan Sang Khalik terkoneksi dengan cinta 
karena ada aliran cinta yang mengalir dari Atas sampai ke bawah.
Karenanya, 
buraq para sufi adalah cinta. 
Namun sufi meyakini bahwa 
cinta sendiri tidaklah indah; 
ketergantungan dari cinta ini lah yang indah. 

Cinta sendiri tidaklah indah, 
kemelekatan lah yang indah. 
Artinya, 
ketika konsentrasi kita masih pada cinta, 
maka cinta bisa menjadi hijab. 
Sementara pada “kemelekatan”, 
kita sudah sirna atau tiada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar