Sabtu, 12 September 2015

Pakaian Para Pejalan - Muhyiiddiin Ibn 'Arabi

Pakaian Para Pejalan - Muhyiiddiin Ibn 'Arabi
27 Maret 2012 pukul 15:00
Pakaian Para Pejalan – Pelayan Faqir Allah, Muhyiiddiin Ibn al-‘Arabi


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ


الْحَمْدُ لِلَّهِ

Dia Yang menganugerahkan Asmaul Husna-Nya atas para pelayan-Nya dan para syuhada; bahwa Dia akan memasukkan mereka (li-yuhilla-hum) ke dalam Cahaya-Nya, tempat yang berkekalan dalam kemuliaan (al-mahall). Allah memikrajkan (‘arraja) seorang manusia yang berjalan dengan Asma-Nya, seorang pilihan untuk mengabdi dan diikat-eratkan kepada Diri-Nya menuju maqom “dua anak panah atau qarib” (qaab qawsayn aw adna’). Qarib-Nya, hidup dan merasa lepas bebas dalam Jalan kehidupan yang Dikehendaki-Nya, bagai anak panah yang diluncurkan sang pemanah.

Hadits Qudsi, “Ketahuilah, bukan hal mustahil para muqorrobiin akan memperoleh apapun yang mereka inginkan, karena keinginan mereka berasal dari Kehendak-Ku.”


Di antara para pelayan pilihan-Nya, ada orang-orang yang:
1. Telah menetap maqomnya
2. Gigih berjuang melakukan perjalanan malam (israa’ u-hu)
3. Menderita dalam ujian tak berkesudahan, dan mereka tak peduli dengan ujian-ujian berikut yang akan mereka hadapi dalam pencarian-Nya
4. Allah ambil sebagai Kawan dan Orang Terpercaya, seorang Kekasih dan Sahabat Qarib

Keempat golongan di atas disebut sebagai saadaat ahlul amaanah, yaitu mereka yang dapat dipercaya Allah.

Mereka yang menggantungkan diri kepada Ruh Illaahiyyah memiliki karakter yang berbeda dengan mereka yang bergantung kepada jasadnya, dan sudah ditentukan sejak penggunaan Tangan yang dipergunakan untuk mencipta. Manusia yang diciptakan dengan Tangan Kanan-Nya akan memperoleh keberuntungan, sebaliknya Tangan Kiri. Tetapi karena Berkah-Nya meliputi segala sesuatunya, dengan Rahmat-Nya Allah menjadikan yang jauh menjadi dekat. Insya Allaah, ia yang diciptakan dengan Tangan Kiri pun bisa mendekat kepada-Nya, mencapai Takdir sempurnanya. Dengan lisaan al-haal-Nya, Al-Haqq telah berbicara kepada inti qalb (sirru-hu) nya, “Hal itu hanya terjadi bilamana Kami Berkehendak!” dan betapa Dia selalu menanti penuh kerinduan Kehadiran atribut-Nya (shifaat, af’al, perbuatan-Nya) dalam dada setiap manusia. Karena itu, mendekatlah, wahai, yang diciptakan dengan Tangan Kanan maupun Tangan Kiri.

الْحَمْدُ لِلَّهِ , dengan tahmid seseorang yang berbicara melalui ‘Hu (Dia yang tak tercerapi)’, bukan ‘aku’ sebagai manusia – dan ketika syukur-Nya dikirimkan kepada para al-amaanah dan dituangkan ke dalam ‘wadah besar (qalb)’, maka keberuntunganlah yang akan mereka peroleh. Berkah Allah bagi para utusan pilihan yang tak henti mengajarkan al-quran mulai dari huruf per huruf, makna per makna kalimat dari ayat, hingga makna dari suara/ bunyi kalimat-kalimat (ayat).

Setelah bertahmid dan berdoa serta menuturkan limpahan anugerah dan kegembiraan yang Allah karuniakan bagi pencari teguh-Nya, aku berkata, “الْحَمْدُ لِلَّهِ , Yang membimbing kita menuju-Nya – dan tiada bimbingan selain oleh-Nya. Sesungguhnya, setiap utusan-Nya membawa Al-Haqq!”

Qs. 7 : 26

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ [٧:٢٦]

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian (libaas) untuk menutup auratmu dan pakaian indah (riisan) untuk perhiasan (al-ziinah). Dan pakaian takwa (libaas al-taqwa) itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah , mudah-mudahan mereka selalu ingat.”

Aspek yang harus ada (al-libaas al-zaahir) dari seorang taqwa adalah malu, merupakan pakaian bagi orang yang bertaqwa – berfungsi sebagai pelindung. Pakaian yang indah (riisan), adalah sesuatu yang diberi hiasan (al-ziinah) – “Hiasan dari Allah yang dianugerahkan-Nya bagi para pelayan”, harta karun yang berasal dari Dia Al-A’la, tempat Dia menyimpan Perhiasan-Nya (khaalisah = akhlak yang tinggi) bagi para orang-orang beriman dalam hidup dunia dan akhirat. Dan mereka pun tiada akan dihisab.

Qs. 38 : 46

إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ [٣٨:٤٦]

“Sesungguhnya Kami telah mengikhlaskan mereka di dalam khoolisah (akhlak yang tinggi) yaitu selalu mengingatkan kepada negeri akhirat (ad-daar).”

Pakaian beserta perhiasan yang dipergunakan tubuh lahir, jika pergunakan tanpa Tujuan dan Kehadiran-Nya, hanya akan menimbulkan kesombongan dan keangkuhan. Maka hanya akan menjadi perhiasan bagi hidup di dunia saja (al-hayaah al-dunyaa). Pakaian yang dipergunakan hanya satu, tetapi hisabnya menjadi bermacam-macam sesuai tujuan pemakainya.


Pakaian Taqwa, Allah kirimkan ke dalam qalb (batin) para pelayan-Nya, dan manifest ke lahirnya. Seperti pada hari akhir nanti, Pakaian Taqwa ibarat ‘sesuatu’ yang menutupi (libaas daruurii) hal memalukan yang terdapat dalam aspek batin (saw’aat al-bathiin) manusia. Pada dasarnya, ketakutan kepada Allah akan menutupi/ menghijabi kita dari sesuatu yang dilarang Allah (taqwaa l-mahaarim).

Bagai pakaian indah (riisan) yang dikenakan oleh tubuh lahir, maka akhlak mulia (makaarim al-akhlaaq)
yang tampil dalam perilaku seseorang menunjukkan tingkat kebaktian (pengenaan) seorang manusia kepada Sang pencipta. Seseorang yang mengetahui kebenaran, akan memiliki sifat memaafkan dan pendamai. Tetapi sebenarnya, kebenaran itu sendiri merupakan salah satu cara manusia untuk menghiasi dirinya sendiri dengan akhlak (pakaian) Allah – dan pakaian taqwa merupakan syariat bagi kita untuk ditunjukkan Jalan.

Pakaian Taqwa manifest dalam bentuk lahiriyyah sebagai syariat yang dijalankan sang pelayan; dan tampilannya akan berbeda pada setiap pelayan dalam variasi tujuan dan maksud penciptaan, sehingga pakaian taqwa yang diberikan pun berbeda macamnya. Tetapi para pelayan-Nya menggunakan dua macam pakaian itu, dan menghiasi diri mereka dengan keduanya agar bisa dikombinasikan menjadi Dua Kualifikasi Terbaik (al-husaynayayn) untuk dikenakan/ ditampilkan sederhana (lahiriyyah). Pakaian itu menjadi tanda bahwa mereka adalah keluarga Allah dan menjadi pertimbangan adab (suhbah wa-adab) yang dijalankan.

Pakaian takwa setiap orang, tergantung fitrahnya – sesuai dengan apa-apa yang ada di batinnya – apa-apa yang Allah letakkan dalam hati pelayan-Nya.

Hadits Qudsi, “Bumi dan lelangitku tidak dapat memuat-Ku, tapi qalb hambaku yang mukminlah yang mampu memuat-Ku.”

Pakaian memuati pemakainya. Manakala Allah hadir dalam batinku, derajatku pun ditingkatkan di antara para ‘aliim-Nya. Lalu, lahirlah puisi ini:

Pakaian Qalb

Di antara para ‘aliim, aku bukan yang paling tamak akan pengetahuan
dengan Jalan dan Rahasia-Ku – aku paling kikir?
Oh, tentu saja tidak! Tentu aku bukan seorang yang tamak,
tetapi tepatnya aku seorang dermawan, memiliki pengetahuan yang banyak sekali:
Aku akan mengeluarkan khazanah-Nya
ketika qalb ku memanifestasikan Kehadiran-Nya!
Aku lah Matahari, mengungkapkan Hakikat-Ku Sendiri dengan Kehendak-Ku;
dan Bulan-bulan yang turun menyingkapkan-Ku.
Manakala Aku Berkehendak, segala sesuatunya akan bersesuaian dengan keadaan-Ku.
Begitupun Bintang-bintang akan menyingkapkan-Ku.
Ketidakhadiran-Ku menjadikan malam gelap gulita
dan dunia tak bisa memandang-Ku.

Ketika Pakaianku ‘ditutupi’ Hakikat-Nya,
segala sesuatunya akan menjadi Cerdas!

Kesalahan harus ditutup dengan kebenaran (al-sidhq); dan khianat harus ditutupi dengan thawb al-amaanah;

Ketidaksetiaan ditutup dengan kesetiaan (khirqat al-wafaa’); dan kemunafikan ditutup dengan keikhlasan;

Akhlak buruk ditutup dengan akhlak mulia (makaarim al-akhlaaq); dan perilaku tercela ditutup dengan bersyukur (al-mahaamid); dan setiap karakter jasadiyyah ditutup dengan karakter yang lebih tinggi (khuluq sanii);

Ketidakyakinan harus ditutup dengan tawhiid al-tajriid;
Ketidaktawakalan ditutup dengan iman Didalam Allah.

Kufur ni’mat(kufr al-ni’mah) ditutup dengan bersyukur (syukr al-mun’im)


Hiasilah dirimu di dalam Pakaian Allah (zinaat Allaah) dengan akhlak mulia (malaabis al-akhlaaq al-mahmuudah), seperti:

1. Diam (al-samt) pada sesuatu yang bukan menjadi urusanmu
2. Menghindari mata dari memandang sesuatu yang tidak benar
3. menjadikan seluruh anggota tubuh takut kepada Allah
4. Menjauhi sifat khianat
5. Memeriksa/ membaca dengan teliti (tasaffuh) setiap detil perilakumu yang akan ditulis detil oleh Sang Pena
6. Merasa cukup (al-qonaa’ah) dengan yang sedikit, kecuali dalam beramal shaleh
7. Memeriksa akhlaaq al-nafs
8. Senantiasa mencari ampunan Allah (ta’aahud al-istighfaar) dan pelajari al-quran
9. Melaksanakan adab kebiasaan para Nabi (al-aadaab al-nabawiiyyah) dan pelajari akhlaaq al-shaalihiin
10. Berjuang keras melaksanakan ad-diin dan kerahiman (arhaam)
11. Berbuat baik kepada para tetangga
12. Mengabdikan diri kepada para pelayan-Nya. Rasulullah Muhammad saw. bertanya, “Adakah di antara kalian yang bisa seperti Abuu Damdam? Begitu ia bangun pagi, berseru, ‘Ya, Allah, sesungguhnya aku memberikan diriku sebagai abdi bagi para pelayan-Mu’.”
13. Memenuhi kebutuhan orang lain
14. Perlakukan teman-teman maupun musuhmu dengan ma’ruuf, rendah hati, lembut, dan pengendalian diri
15. Maafkan perilaku saudara-saudaramu
16. Jangan memperdebatkan ajaran para utusan sekarang dan terdahulu yang menyebabkan kamu memilih-milih mereka
17. Meninggalkan perkumpulan/ kelompok/ kumpul-kumpul, kecuali menyeru mereka untuk mendzikiri Allah, merasakan Kehadiran-Nya atau mengenalkan Allah
18. Merasa terpikat sehingga terus-menerus melafalkan ayat-ayat Allah
19. Tidak membicarakan sesuatu yang menyebabkan dosa
20. Meniadakan marah – kecuali terhadap orang yang sudah benar-benar keterlaluan menghina Kemuliaan Allah (mahaarim Allaah) – dan mendiadakan kebencian, kedengkian dan dendam di dalam qalb mu
21. Maafkan orang yang menyakitimu – bahkan jangan membela dirimu
22. Tetap jangan ikuti kesalahan mereka yang selama ini sudah berakhlak baik (menjadi suri teladan); barangkali kesalahan mereka tidak disengaja, jadi bukan sesuatu untuk ditiru
23. Lindungi perempuan
24. Hormati para ulama dan ahli agama (ahlul diin)
25. Hormati jaman: dan hormati pemimpin Negara baik muslim maupun non-muslim sesuai dengan hukum agama
26. Beradab yang baik kepada Allah dan setiap orang – masih hidup ataupun sudah meninggal, sedang ada atau tidak
27. Membuktikan kesalahan orang yang memfitnah kaum muslim
28. Mewaspadai banyak bicara, membual, omong kosong, sikap berpura-pura, dan memuji diri sendiri – sesungguhnya, banyak bicara akan menyebabkan seseorang terjatuh pada dosa
29. Hormati orang besar, kasihi dan sayangilah yang lemah, berkahi mereka yang berakhlak baik – carilah orang-orang yang membutuhkan harta bendamu dengan menginfakkan dan mensedeqahkannya
30. Ramah, menghibur, dan mengurus setiap tamu dengan baik
31. Sebarkan kedamaian dan silaturahiim sesuai dengan aturan agama, dan janganlah menjadi orang yang mengutuk, merusak nama baik, mencari kesalahan, dan memarahi orang
32. Jangan membalas dendam meskipun engkau berada di pihak yang benar, kecuali jika engkau bisa ‘membalasi’nya dengan cara yang ihsaan
33. Memberi nasehat kepada pencari Allah, utusan-Nya, dan pemimpin muslim dengan Tujuan Allah
34. Jangan mendoakan keburukan dan mengutuk orang lain, khususnya para pelayan Allah – baik yang masih hidup ataupun sudah meninggal. Kau tidak tahu bagaimana maqom akhir dari orang yang engkau doakan dan kutuk
35. Jangan mengatakan bahwa keinginan seseorang itu berasal dari syahwatnya belaka
36. Jangan mendominasi/ menguasai (al-riyaasah) orang lain
37. Jangan meminta anak-anakmu untuk melayani keinginanmu
38. Waspadai orang-orang yang memperbincangkan (bergunjing) dirimu dan orang lain
39. Mencintai semua orang-orang beriman baik yang merugikanmu maupun yang berbuat baik kepadamu, karena cinta mereka kepada Allah dan utusan-Nya. Jangan membenci mereka yang memandang rendah dirimu dan lainnya sedang mereka tetap berpandangan kepada Allah dan Rasulullaah Muhammad saw.
Rasulullaah saw. bertanya kepadaku, “Mengapa engkau begitu marah?”
Aku menjawab, “Karena kemarahannya. Dia telah memarahi seseorang.”
Beliau saw. menjawab, “Tidak tahukah engkau bahwa ia mencintai Allah dan aku?”
Aku menjawab, “Tahu, ya, Rasulullaah.”
“Lalu mengapa engkau tidak mencintainya demi cintamu kepadaku,” Rasulullaah Muhammad saw. bertanya lagi, “Kapan kau marah kepadanya dikarenakan marahnya kepada orang lain?”
Aku segera menjawab, “Wahai, Rasulullaah, mulai sekarang aku tidak akan melakukannya lagi! Tiada guru (mu’allim) sebaik engkau, yang selalu mengingatkanku akan kesalahan, khilaf, dan apa yang luput dariku.”
40. Tidak merasa senang dengan reputasi terkenalmu di kalangan manusia, bahkan jangan pernah menginginkannya. Apakah nanti reputasimu akan kau bawa mati?
41. Di antara para orang beriman, jangan engkau mengganggap dirimu sebagai orang yang layak mendapatkan pujian, memiliki akhlak mulia lebih daripada pejalan lainnya, kecuali jika memang niatmu adalah ingin menjadi orang yang tiada tertandingi
42. Jangan mengkhusyukkan – dengan memperlihatkan – perilaku zahirmu, kecuali jika memang batinmu telah sebenar khusyuk
43. Jangan memiliki keinginan untuk bermegah-megahan di dunia
44. Tidak peduli apakah orang lain mengambil manfaat atau tidak darimu
45. Tidak (memiliki ke-) ingin (-an) orang lain untuk mendengarkan kata-katamu
46. Tidak disusahkan dengan kata-kata orang yang tidak mengenakkan tentang dirimu
47. Bersabar bersama dan tinggal lama dengan Al-Haqq: “Dan bersabarlah bersama siapa saja yang mendzikiri Allah, pagi dan petang, mencari Wajah-Nya. Jangan membelakangi mereka, jangan ingin memiliki perhiasan hidup di dunia, jangan menentang mereka yang qalb nya penuh mendzikiri Allah. Katakanlah, “Al-Haqq datangnya dari Tuhanmu!” Jadi, barangsiapa yang mau, maka dia akan beriman. Barangsiapa yang tidak mau, biarkan saja dia tidak beriman.”

48. Penuhilah kebutuhan jasadmu dalam batas wajar, dan jangan pernah menuntut siapapun untuk mengikuti macam dan kadar kebutuhanmu
49. Berilah salaam kepada setiap muslim yang engkau jumpai, dan balaslah mereka yang menyalamimu; keduanya dengan suara yang pat damereka dengar
50. Hati-hati jangan sampai membicarakan kekikiran orang kaya atau mereka yang saling bersaing dalam memperbanyak harta kekayaan, dan jangan pernah iri dengan apa yang mereka miliki
51. Sertai Allah dalam setiap pengambilan keputusan baik engkau sedang berada bersama orang beriman maupuan orang yang memusuhimu. Jangan membalas musuhmu meski mereka menindasmu
52. Berjihadlah melawan syahwat dan hawa nafsumu; sungguh, merekalah musuh terbesarmu!
53. Jangan banyak berbelanja ke pasar/ tempat perbelanjaan, bahkan sekedar untuk jalan-jalan
54. Bersabarlah terhadap keputusan imam agamamu, bahkan jangan pernah menyerang seorang muslim dengan kata-kata yang akan menyebabkan ia diusir dari jama’ah
55. Peganglah dengan teguh pernyataan para nabi. Apa-apa yang mereka nyatakan, untuk itulah mereka diutus
56. Tinggalkan orang-orang munafik dengan tetap berpegang teguh kepada al-quran dan al-qadar
57. Hindari perkumpulan sesat dan para bid’ah
58. Membuang ketamakan, kedengkian dan kesombongan jauh-jauh dari qalb
59. Masuklah ke dalam al-jamaa’ah orang beriman, karena serigala akan memakan domba yang tersesat sendirian
60. Janganlah tergesa-gesa untuk bersegera melakukan suatu urusan selain dalam 5 hal:
- Shalat, awal waktu merupakan saat terbaik
- Mendatangi majelis ilmu
- Menghidangkan makanan kepada tamu sebelum bercakap-cakap
- Menguburkan jenazah
- Menikahkan anak perempuan begitu matang usianya

61. Berusaha keras dengan ikhlas melaksanakan nasihat para pelayan-Nya
62. Berhenti melakukan hal syubhat, dan meningkatkan kualitas shalat dengan menyempurnakan segala hal terkait dengannya
63. Menghisab diri rendahmu sebelum datangnya Hari Penghisaban
64. Keluar dari kebodohan menuju Pengetahuan yang benar: dan bahwasanya pengetahuan yang benar merupakan pengetahuan terbaik karena Tujuanmu adalah Dia; dan hormati penolakan orang terhadap pengetahuanmu
65. Tidak berangan-angan dan menghindari tipuan (daar al-ghuruur) nya
66. Meyakini bahwa betapa menjijikkannya diri rendahmu. Orang-orang beriman selalu meyakini bahwa diri rendah selalu mencari hal-hal yang menjadi kesenangan (khaatir madhmuum = hedonis?) baginya
67. Memerangi ketidakadilan dalam dirimu
68. Memperbaiki kebiasaan (adab, pola, gaya dll) makanmu
69. Memperbaiki hubungan antar sesama manusia, dan hubungkan kembali yang terpecah sebelum Allah membawa masalah itu pada Hari Perhitungan
70. Tidak berprasangka buruk kepada Allah dan manusia, tetapi tetaplah waspada
71. Mencintai dan membenci (al-hubb wa-l-bughd) seseorang atau sesuatu hanya karena Allah; dan cintailah (al-mawaddah) Keluarga para utusan-Nya – berkah dan perlindungan Allah bagi mereka! – dan ikatlah persaudaraan (al-muwaalaah) dengan Kebenaran
72. Banyak menangis demi meraih Cinta-Nya
73. Bermohon dan berdoalah kepada-Nya sepanjang hari
74. Berjalan di atas Jalan dengan istiqomah
75. Dalam keadaan apapun, selalu rendahkanlah dirimu di hadapan Allah – Tinggikanlah Dia!
76. Mewaspadai segala bentuk keluhan dan merasa diri tidak berguna dengan senantiasa bersyukur (syukr al-mun’im) atas segala anugerah-Nya kepadamu
77. Engkau selalu menginginkan Allah dalam setiap keadaan apapun
78. Menolong setiap orang di dalam amal shalehmu (al-birr = kebaktian, Qs. 2 : 177 ) dan bertaqwalah (al-taqwa)

Qs. 2 : 177

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ [٢:١٧٧]

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang shodaquu; dan mereka itulah al-Muttaqiin.”


79. Memenuhi panggilan al-daa’ii
80. Membantu orang-orang yang tertindas (nusrat al-mazluum)
81. Menghibur orang-orang yang sedang berduka dan hapuskan air mata mereka
82. Menghabiskan siangmu dengan beramal shaleh (turun kepada makhluk) dan malam-malammu dengan bercakap-cakap intim bersama Allah – sesungguhnya menghabiskan malam dengan bertahajjud adalah lebih baik bagimu. Al-Mutahajjudiin: orang yang berjaga sepanjang malam. Merekalah yang akan memperoleh al-haqq.
83. Mengingat mati dan mengunjungi kuburan, tetapi jangan mengkeramatinya
84. Memberi berkah pada acara pamakaman dan antarkanlah jenazah ke pemakaman – paling depan jika engkau berjalan kaki, dan bagian belakang jika berkendaraan
85. Santuni yatim piatu, kunjungi orang sakit, bersedeqahlah kepada faqir miskin, dan cintailah para ahlul khayr (ahli kebaikan)
86. Rutin (dawaam) mendzikiri-Nya dan takut (muraaqobah) kepada-Nya
87. Muhaasabah al-nafs dalam setiap perilaku lahir dan batin
88. Akrab dengan kata-kata Allah (uns bi-kalaam Allaah) terutama Al-Quran
89. Mengambil hikmah dari setiap hal terdengar, tampak, dan terasa
90. Bersabar dalam menanti ketetapan Allah (ahkaam Allaah). Sesungguhnya engkau berada di dalam Pengawasan-Nya (bi-‘ayni-hi).

Qs. 52 : 48

وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا ۖ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ حِينَ تَقُومُ [٥٢:٤٨]

“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri.”

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ


Sumber: Nasab al-Khirqoh, trjemahan teks Arab ke Inggris oleh Gerald Elmore.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar