Senin, 28 Desember 2015

Al-Jam'u dan Tafriqoh

Al-Jam'u dan Tafriqoh
Syekh Abu Nashr as-Sarraj — rahimahullah — berkata: Saya ingin menyebutkan sekilas tentang perbedaan pendapat kaum Sufi dalam berbagai masalah yang menjadi keistimewaan mereka dengan jawaban-jawaban yang beragam, serta menjelaskan apa yang menjadi masalah di kalangan ulama dan ahli fiqih serta orang-orang yang hanya memahami “kulit” luar, dimana hal ini memang bukan keahlian mereka.

AL-JAM’U DAN AT-TAFRIQAH
Syekh Abu Nashr as-Sarraj — rahimahullah — berkata:
Al-jam’u dan at-tafriqah adalah dua istilah, dimana al-Jam’u berarti menyatukan hal-hal yang terpisah, sedangkan at-tafriqah berarti memisahkan hal-hal yang telah menyatu.Jika Anda menyatukan, maka Anda akan mengatakan, “Allah dan bukan yang lain.” Dan jika Anda memisahkan, maka Anda mengatakan, “Dunia, akhirat dan alam semesta.” Inilah firman Allah swt.:

”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia.”
(Q.s. Ali Imran: 18).

]Dalam potongan ayat ini Allah swt. telah menyatukan (al-Jam’u), kemudian selanjutnya Dia memisahkan dengan firman Nya:

“Dan para malaikat dan orang-orang yang berilmu yang menegakkan keadilan (juga menyatakan yang demikian itu).” (Q.s. Ali Imran: 18).

Demikian pula firman-Nya: “Katakanlah (‘hai orang-orang mukmin): ‘Kami beriman kepada Allah’.” (Q.s. al-Baqarah: 136).

Dalam potongan ayat tersebut Allah telah menyatukan, kemudian selanjutnya Dia memisahkan dengan firman-Nya:

“Dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dan Tuhannya.” (Q.s. al-Baqarah: 136).

Maka dengan demikian al-jam‘u merupakan asal utama, sedangkan at-tafriqah adalah cabang. Sehingga asal utama (al-ashl) tidak akan diketahui kecuali dengan cabang (far’u).

Sementara itu cabang tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya asal utama. Maka setlap al-jam‘u tanpa at-tafriqah adalah kafir zindiq, sedangkan setiap at-tafriqah tanpa dibarengi al-jam’u adalah ateis.

Para guru Sufi terdahulu telah membicarakan tentang makna al-jam’u dan at-tafriqah. Maka ketika Abu Bakar Abdullah bin Thahir al-Abhari ditanya tentang hal itu, “Sejauh mana kaum Sufi memberi isyarat terhadap makna al-jam‘u dan at-tafriqah?” Maka ia menjawab, “Mereka memberi isyarat bahwa penyatuan (jam’u) mereka pada diri Adam a.s. sedangkan pemisahan (tafriqah) mereka pada keturunannya.”

Sebagian kaum Sufi yang lain memberi isyarat, bahwa penyatuan mereka pada ma’rifat, sedangkan pemisahannya pada berbagai kondisi spiritual (ahwal). Sementara itu al-Junaid pernah mengungkapkan tentang makna al-jam’u dan at-tafriqah dalam syairnya:

Aku mencari hakikat-Mu dalam rahasia hatiku,
lalu lisanku bermunajat
kepada-Mu
Kami menyatu karena beberapa makna dan berpisah pun
karena berbagai makna
Jika keagungan tidak terlihat mata adalah Kegaiban-Mu,
Maka cinta yang membara menjadikan-Mu
apa yang ada dalam lubuk hati begitu dekat.

Barangkali an-Nuri yang pernah mengatakan, “Menyatukan al-Haq berarti memisahkan dari yang lain, sedangkan memisahkan dari yang lain berarti menyatukan al-Haq.”

Sementara itu, kaum Sufi yang lain mengatakan, “Al-jam’u adalah penyatuan diri (al-itishal), dimana ia tidak akan menyaksikan inabah (kembali kepada Tuhan) bila ia masih melihat inabahnya. Maka ia tidak akan bisa sampai pada tujuan sementara at-tafriqah masih disaksikannya.”

Kaum Sufi mengatakan, “Tidak ada penyatuan dengan al-Haq kecuali terpisah dari sifat. Dan tidak ada penyatuan dengan sifat kecuali terpisah dari al-Haq. Dimana keduanya saling menafikan, sebab menyatukan dengan al-Haq berarti keluar dari argumentasinya dan memisahkannya. Sementara itu menyatukan dengan al-Haq berarti menghalangi dengan al-Haq dan memisahkan dengan-Nya.”

Kaum Sufi yang lain juga mengatakan, “Al-jam‘u adalah sesuatu yang menyatukan sifat manusiawi dalam kesaksian manusiawi, sedangkan at-tafriqah adalah sesuatu yang memisahkannya dan pembagian berbagai ciri.”

Al-Junaid — rahimahullah — berpendapat, bahwa kedekatanNya karena sangat cinta (wajd) berarti jam’u (penyatuan), sedangkan kegaiban-Nya dalam sifat manusiawi berarti tafriqah (pemisahan).

Abu Bakar al-Wasithi — rahimahullah — berkata, “Jika Anda melihat pada diri Anda berarti Anda memisahkan, dan jika Anda melihat Tuhan berarti Anda menyatukan, dan jika Anda melakukan dengan orang lain berarti Anda mayat.”

Inilah beberapa pengertian singkat tentang al-jam‘u dan at-tafriqah. Sementara bagi orang yang mau merenungkannya tentu akan memahaminya, Insya Allah.
Diposkan oleh Hamba Yang Faqir di 06.10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar