"Salah Satu Tanda Bergantung pada Amal Adalah Berkurangnya Harapan tatkala melakukan kesalahan/dosa."
-Al-Hikam
Hati yang bebas dari bersandar kepada amal, baik amalan lahir ataupun amalan batin adalah hati yang menghadap kepada Allah dan meletakkan pergantungan kepada-Nya serta menyerah sepenuhnya kepada Allah tanpa sembarang takwil atau tuntutan. Hati yang demikian tidak menjadikan amalnya, lahir dan batin, walau berapa banyak sekalipun, sebagai alat untuk tawar menawar dengan Allah untuk mendapatkan sesuatu. Amalan bukan menjadi penyebab perantaraan antara dirinya dengan Tuhannya. Orang yang seperti ini tidak membataskan kekuasaan dan kemurahan Allah untuk tunduk kepada perbuatan manusia.
Allah Maha Berdiri Sendiri berbuat sesuatu menurut kehendak-Nya tanpa dipengaruhi oleh siapapun dan sesuatu apapun. Apa saja tentang Allah adalah mutlak, tiada kekurangan, cacat dan pembatasan. Oleh karena itu, orang arif tidak menjadikan amalan sebagai sarana yang merongrong keTuhanan Allah atau ‘memaksa’ Allah berbuat sesuatu menurut perbuatan makhluk.
Perbuatan Allah berada di depan dan perbuatan makhluk ada di belakang. Tidak pernah terjadi Allah mengikuti perkataan dan perbuatan seseorang atau sesuatu apapun. Sebelum menjadi seorang yang arif, hati manusia memang terkait rapat dengan amalan dirinya, baik yang lahir maupun yang batin. Manusia yang kuat bersandar kepada amalan lahir adalah mereka yang mencari manfaat keduniaan dan mereka yang kuat bersandar kepada amalan batin adalah yang mencari manfaat akhirat. Kedua jenis manusia tersebut percaya bahwa amalannya menentukan apa yang akan mereka peroleh baik di dunia dan juga di akhirat. Kepercayaan yang demikian kadang membuat manusia hilang atau kurang rasa bergantung nya kepada Allah.
Pergantungan mereka hanyalah kepada amalan semata, atau jikapun mereka bergantung kepada Allah, maka pergantungan itu bercampur dengan keraguan. Seorang manusia boleh memeriksa dirinya sendiri apakah kuat atau lemah pergantungannya kepada Allah.
Lihatlah kepada hati apabila kita terperosok ke dalam perbuatan maksiat atau dosa. Jika kesalahan yang demikian membuat kita berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah, itu tandanya pergantungan kita kepada-Nya sangat lemah.
Seterusnya, sekiranya Allah izinkan, rohani seseorang meningkat kepada kedudukan yang lebih tinggi. Nyata di dalam hatinya maksud kalimat:
Tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah.
Segala-galanya adalah pemberian Allah dan menjadi milik-Nya. Orang ini melihat kepada takdir yang Allah tentukan, tidak terlihat olehnya pengaruh perbuatan makhluk termasuk perbuatan dirinya sendiri. Maqam atau kedudukan ini dinamakan maqom ariffin yaitu orang-orang yang mengenal Allah. Golongan ini tidak lagi bersandar kepada amal tetapi justru merekalah yang paling kuat mengerjakan amal ibadah.
Orang yang masuk ke dalam lautan takdir, ridha dengan segala yang ditentukan Allah, akan sentiasa tenang, tidak berdukacita apabila terjadi kehilangan atau ketiadaan sesuatu. Mereka tidak melihat makhluk sebagai penyebab atau pemberi pengaruh.
Di awal perjalanan menuju Allah, seseorang akan kuat beramal menurut tuntutan syariat. Dia melihat amalan itu sebagai kendaraan yang membawanya menghampiri Allah. Semakin kuat dia beramal semakin besarlah harapannya untuk sukses dalam perjalanannya. Apabila dia mencapai satu tahap, pandangan mata hatinya terhadap amal mulai berubah. Dia tidak lagi melihat amalan sebagai alat atau penyebab. Pandangannya beralih kepada karunia Allah. Dia melihat semua amalannya adalah karunia Allah semata kepadanya dan kedekatannya dengan Allah juga karunia-Nya. Seterusnya terbukalah hijab yang menutupi dirinya dan dia mengenali dirinya dan mengenali Tuhannya. Dia melihat dirinya sangat lemah, hina, jahil, serba kekurangan dan faqir. Allah adalah Maha Kaya, Berkuasa, Mulia, Bijaksana dan Sempurna dalam segala segi.
Bila dia sudah mengenali dirinya dan Tuhannya, pandangan mata hatinya tertuju kepada Qudrat dan Iradat Allah yang melingkupi segala sesuatu yang ada dalam alam raya ini. Jadilah dia seorang arif yang sentiasa memandang kepada Allah, berserah diri kepada-Nya, bergantung dan berhajat kepada-Nya. Dia hanyalah hamba Allah yang sangat faqir (lemah dan butuh).
-Al-Hikam
Hati yang bebas dari bersandar kepada amal, baik amalan lahir ataupun amalan batin adalah hati yang menghadap kepada Allah dan meletakkan pergantungan kepada-Nya serta menyerah sepenuhnya kepada Allah tanpa sembarang takwil atau tuntutan. Hati yang demikian tidak menjadikan amalnya, lahir dan batin, walau berapa banyak sekalipun, sebagai alat untuk tawar menawar dengan Allah untuk mendapatkan sesuatu. Amalan bukan menjadi penyebab perantaraan antara dirinya dengan Tuhannya. Orang yang seperti ini tidak membataskan kekuasaan dan kemurahan Allah untuk tunduk kepada perbuatan manusia.
Allah Maha Berdiri Sendiri berbuat sesuatu menurut kehendak-Nya tanpa dipengaruhi oleh siapapun dan sesuatu apapun. Apa saja tentang Allah adalah mutlak, tiada kekurangan, cacat dan pembatasan. Oleh karena itu, orang arif tidak menjadikan amalan sebagai sarana yang merongrong keTuhanan Allah atau ‘memaksa’ Allah berbuat sesuatu menurut perbuatan makhluk.
Perbuatan Allah berada di depan dan perbuatan makhluk ada di belakang. Tidak pernah terjadi Allah mengikuti perkataan dan perbuatan seseorang atau sesuatu apapun. Sebelum menjadi seorang yang arif, hati manusia memang terkait rapat dengan amalan dirinya, baik yang lahir maupun yang batin. Manusia yang kuat bersandar kepada amalan lahir adalah mereka yang mencari manfaat keduniaan dan mereka yang kuat bersandar kepada amalan batin adalah yang mencari manfaat akhirat. Kedua jenis manusia tersebut percaya bahwa amalannya menentukan apa yang akan mereka peroleh baik di dunia dan juga di akhirat. Kepercayaan yang demikian kadang membuat manusia hilang atau kurang rasa bergantung nya kepada Allah.
Pergantungan mereka hanyalah kepada amalan semata, atau jikapun mereka bergantung kepada Allah, maka pergantungan itu bercampur dengan keraguan. Seorang manusia boleh memeriksa dirinya sendiri apakah kuat atau lemah pergantungannya kepada Allah.
Lihatlah kepada hati apabila kita terperosok ke dalam perbuatan maksiat atau dosa. Jika kesalahan yang demikian membuat kita berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah, itu tandanya pergantungan kita kepada-Nya sangat lemah.
Seterusnya, sekiranya Allah izinkan, rohani seseorang meningkat kepada kedudukan yang lebih tinggi. Nyata di dalam hatinya maksud kalimat:
Tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah.
Segala-galanya adalah pemberian Allah dan menjadi milik-Nya. Orang ini melihat kepada takdir yang Allah tentukan, tidak terlihat olehnya pengaruh perbuatan makhluk termasuk perbuatan dirinya sendiri. Maqam atau kedudukan ini dinamakan maqom ariffin yaitu orang-orang yang mengenal Allah. Golongan ini tidak lagi bersandar kepada amal tetapi justru merekalah yang paling kuat mengerjakan amal ibadah.
Orang yang masuk ke dalam lautan takdir, ridha dengan segala yang ditentukan Allah, akan sentiasa tenang, tidak berdukacita apabila terjadi kehilangan atau ketiadaan sesuatu. Mereka tidak melihat makhluk sebagai penyebab atau pemberi pengaruh.
Di awal perjalanan menuju Allah, seseorang akan kuat beramal menurut tuntutan syariat. Dia melihat amalan itu sebagai kendaraan yang membawanya menghampiri Allah. Semakin kuat dia beramal semakin besarlah harapannya untuk sukses dalam perjalanannya. Apabila dia mencapai satu tahap, pandangan mata hatinya terhadap amal mulai berubah. Dia tidak lagi melihat amalan sebagai alat atau penyebab. Pandangannya beralih kepada karunia Allah. Dia melihat semua amalannya adalah karunia Allah semata kepadanya dan kedekatannya dengan Allah juga karunia-Nya. Seterusnya terbukalah hijab yang menutupi dirinya dan dia mengenali dirinya dan mengenali Tuhannya. Dia melihat dirinya sangat lemah, hina, jahil, serba kekurangan dan faqir. Allah adalah Maha Kaya, Berkuasa, Mulia, Bijaksana dan Sempurna dalam segala segi.
Bila dia sudah mengenali dirinya dan Tuhannya, pandangan mata hatinya tertuju kepada Qudrat dan Iradat Allah yang melingkupi segala sesuatu yang ada dalam alam raya ini. Jadilah dia seorang arif yang sentiasa memandang kepada Allah, berserah diri kepada-Nya, bergantung dan berhajat kepada-Nya. Dia hanyalah hamba Allah yang sangat faqir (lemah dan butuh).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar