Senin, 04 Juli 2016

Manusia Kini dan Jalaluddin Rumi
Press Release Launching Rumi Institute, 21 Februari 2016
Sejak manusia membuka mata dan mampu menyaksikan alam ini, manusia memiliki dua bentuk pengetahuan, pengetahuan terhadap diri dan pengetahuan terhadap di luar diri. Sudah banyak rahasia yang telah tersibak dari kedua pengetahuan tersebut. Tentu kemajuan teknologi membantu manusia dalam menyingkap rahasia-rahasia dibalik fenomena-fenomena alam. Meski demikian, pengetahuan di dalam diri maupun di luar diri masih saja menyisakan misteri. Manusia belum sampai kepada kepastian absolut dan kebenaran sebagaimana kebenaran. Alam tetap saja menyisakan rahasia dan menambahkan ketidaktahuan baru bagi manusia. Ketidaktahuan tersebut akan semakin membuat manusia kehausan dalam memahaminya. Namun jika manusia tenggelam dalam pencarian di luar diri dampaknya akan menyebabkan manusia terasing dari dirinya sendiri.
Pengetahuan manusia terhadap diri sendiri adalah kunci memecahkan prolem keterasingan dan dualitas di dalam diri. Problem paradoks manusia adalah problem manusia kini yang sudah sangat bergantung kepada teknologi. Perangkat teknologi mampu memecah kedirian manusia. Manusia terkadang sulit membedakan antara dunia maya dan dunia realitas. Namun kian kemari manusia semakin menyadari problem keterasingan diri dan ditengah-tengah kesibukannya manusia menyisakan waktu tertentu agar bisa keluar dari keterasingan diri. Sebagian dari mereka memilih cara dengan mendalami agama lebih dalam lagi dan sebagian dari mereka menempuh jalan sprititual atau tirakat.
Kecendrungan masyarakat saat ini begitu besar terhadap ranah spiritual. Hal tersebut terlihat dari maraknya beragam kegiatan yang bernuansa spiritual dan dengan berbagai pendekatan. Tokoh spiritual Jalaluddin Rumi salah satu diantara tokoh spiritual yang mendapatkan sambutan begitu hangat di tengah-tengah masyarakat, baik dari kalangan masyarakat muslim maupun di luar masyarakat muslim. Franklin D.Lewis dalam bukunya Rumi; Past and Present, East and West menyatakan bahwa Jalaluddin Rumi salah satu tokoh yang digemari di dunia barat saat ini terkhusus di Amerika. Lewis menambahkan Madonna dan Demi Moore dua artis dunia yang amat menggemari puisi Jalaluddin Rumi. Demikian halnya ditanah air kita, penggemar Jalaluddin Rumi berasal dari berbagai kalangan, baik dari kalangan akademisi maupun yang bukan.
Namun mengapa masyarakat menaruh perhatian pada Jalaluddin Rumi atau kira-kira apa yang ditawarkan Jalaluddin Rumi sehingga masyarakat begitu menaruh perhatian padanya. Apa yang menghubungkan antara manusia kini dengan Jalaluddin Rumi dan aspek manakah yang mendekatkan diantara keduanya? apakah yang diinginkan manusia kini kepada Jalaluddin Rumi? Tentu terdapat kebutuhan dalam diri manusia yang mampu dijawab oleh Jalaluddin Rumi. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan eksistensi manusia dimana tanpa memenuhi kebutuhan eksistensi tersebut manusia akan selalu merasa dirinya dalam kehampaan dan kekurangan.
Kesadaran terhadap kebutuhan eksistensi manusia merupakan suatu kesadaran yang bersifat transenden. Manusia merasakan kebahagiaan disaat dirinya telah merasa menemukan kebutuhan eksistensinya. Pada saat itulah manusia siap mengorbankan apapun demi memenuhi kebutuhan eksistensinya bahkan ia siap mengorbankan dirinya. Dalam kondisi tersebut manusia membutuhkan filter jangan sampai jatuh kepada jalan yang salah. Filter terbaik kembali kepada fitrah manusia sebab fitrah manusia tidak akan membenarkan tindakan yang bertentangan dengan fitrah dan nurani manusia itu sendiri. Pada intinya manusia mesti hati-hati dalam menentukan kebutuhan eksistensinya jangan sampai ia terjebak pada aliran atau pemahaman yang membenarkan kezaliman seperti membenarkan pembunuhan sebab mungkin saja mereka tampil dalam wajah agama.
Kebutuhan eksistensi manusia kini sebenarnya sejalan dengan prinsip hak-hak asasi manusia yang telah dicatat di PBB. Ada tiga prinsip utama hak-hak asasi manusia diantara prinsip-prinsip yang ada dimana ketiga prinsip tersebut relevan dengan kebutuhan manusia kini. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah penekanan terhadap kemulian manusia dan martabat manusia tanpa membeda-bedakan antara satu dengan lainnya, penekanan terhadap keragaman sebagai sebuah fenomena yang tidak mungkin diingkari, termasuk keragaman atas budaya, tradisi, dan juga penafsiran, kemudian penekanan terhadap toleransi dan meninggalkan fanatisme yang menghancurkan nurani dan kemanusiaan.
Ketiga prinsip tersebut dijelaskan dengan baik dalam syair-syair Maulana Jalaluddin Rumi, pemuliaan atas martabat manusia, toleransi, dan meyakini keragaman. Dalam salah satu syair yang terkenal dari Maulana Jalaluddin Rumi:
Jangan tanya apa agamaku
            Aku bukan Yahudi
            Bukan Zoroaster
            Bukan Nasrani
            Bukan pula Islam
            Karena aku tahu,
            Begitu suatu nama kusebut,
            Kau akan memberikan arti yang lain
            Daripada makna yang hidup di hatiku.

Maulana Rumi berdasarkan syair tersebut ingin memaparkan satu pemaknaan baru terhadap Islam dan bahkan pemaknaan atas agama. Selama ini kita memaknai agama hanya pada ritual semata dan pemaknaan agama pada ritual semata hanya akan mempersempit wilayah agama itu sendiri. Maulana Rumi ingin memberikan satu perspektif baru yaitu memandang agama dengan perspektif batin yang hanya bisa didekati dengan hati. Sebab itu inti dari syair diatas pada bait terakhir yaitu memaknai agama sebagai seuatu yang hidup di dalam batin. Dalam pandangan Maulana Rumi inti dari agama adalah pada batin agama. Dan pada batin agamalah kita akan menemukan kontinuitas diantara agama-agama yang ada sebab inti dari segala agama adalah Tuhan dan Tuhan hanya bisa dirasakan dengan di dalam hati melalui cinta.
Memuliakan manusia tanpa menerima keragaman adalah satu bentuk pemuliaan yang semu. Tuhan memberikan potensi yang beraneka ragam kepada manusia dan manusia tidak diciptakan dengan tugas yang satu. Mengakui keragaman interpretasi sebenarnya suatu bentuk pengakuan terhadap kecendrungan yang dimiliki oleh manusia yang tidak mungkin dihindari. Tapi benar setiap interpretasi membutuhkan nalar dan justifikasi pembenarannya. Meski demikian tidak selayaknya kita melakukan tindakan kekerasan dalam menyampaikan keyakinan kita kepada orang lain.
Dalam bait-bait syair Maulana Rumi akan banyak kita temukan pesan-pesan yang sejalan dengan hak-hak asasi manusia. Pesan-pesan nurani dan kemanusiaan itulah yang menjembatani antara kebutuhan manusia kini dengan Maulana Rumi. Seolah-olah ada bahasa yang sama antara manusia kini dengan Jalaluddin Rumi. Namun hal yang paling utama yang ingin disampaikan oleh Maulana Rumi mengenai hakikat batin manusia. Dalam pandangan Maulana Rumi manusia memiliki aspek zahir dan batin.
Bagi Maulana Rumi dalam diri manusia terdapat suatu hakikat batin yang begitu menakjubkan akan tetapi kebanyakan manusia hanya melihat aspek lahiriyah semata sehingga seluruh usaha yang mereka lakukan hanya untuk menggali aspek lahiriyah tersebut. Ketenggelaman manusia pada aspek lahiriyah akan menjadi penghalang menuju aspek batin manusia. Dalam kondisi seperti ini manusia membutuhkan seorang tabib ruhani yang akan membimbing manusia menyelami alam batin. Maulana Rumi dalam salah satu syairnya mengatakan:
Manusia adalah Astrolab sifat-sifat mulia,
            Sifat manusia adalah manifestasi tanda-tanda-Nya,
            Apapun yang menjelma dalam diri manusia adalah pancaran-Nya,
            Bagai bayangan bulan yang nampak pada air yang mengalir,
            Pada astrolab manusia terlukis jaring laba-laba,
            Agar lukisan sifat-sifat-Nya kekal bagi manusia,
Sehingga laba-laba manusia dari langit kegaiban dan dari matahari spiritual akan mengisahkan serta mengajarkan rahasia-rahasia-Nya,
laba-laba dan astrolab tersebut, tanpa kehadiran astronom spiritual,
membuat manusia jatuh di tangan orang awam.

Maulana Rumi mengandaikan tabib ruhani seperti seseorang yang mengerti astrolab. Astrolab adalah instrumen astronomi zaman dahulu yang digunakan oleh seorang astronom, navigator, dan astrolog. Astrolab pada waktu itu digunakan untuk menentukan lokasi, waktu lokal, posisi matahari, bulan, planet, dan bintang. Banyak orang yang mengaku mengetahui dan memahami manusia namun yang memahami hakikat manusia adalah seperti seseorang yang telah mengerti dan memahami astrolab dan memahami juga pola kerjanya. Sebab itu tabib ruhani sejati adalah para nabi sebab mereka memahami zahir dan batin manusia. Sebab itu dalam salah satu hadits dikatakan bahwa para nabi berbicara dengan kaumnya sesuai dengan kadar nalar tiap-tiap dari mereka.

Rumi Institute adalah suatu lembaga yang kami bangun bersama-sama dengan mereka yang memiliki visi dan misi yang sama dengan pemikiran Jalaluddin Rumi. Maulana Jalaluddin Rumi salah satu mutiara pemikir islam termuka sebagaimana tercatat dalam sejarah pemikiran islam. Rumi bukan saja dikenal di dalam dunia islam namun juga dikenal oleh pemikir barat. Melalui sastranya Rumi mampu menyuguhkan islam yang sejuk, indah, dengan kedalaman muatan makrifat yang agung.
Ratusan tahun silam Rumi telah berbicara mengenai keterasingan manusia dan manusia yang terasing dari rumpun bambunya. Bait pertama dalam kitab Matsnawi Maknawi berbicara tentang nei atau seruling bambu dan Rumi mengajak seluruh manusia mendengarkan derita keterpisahan seruling bambu dari rumpun bambunya. Nei adalah simbol pengetahuan, makrifat, dan kesadaran atas pengalaman derita keterpisahan. Sebab itulah Rumi mengajak seluruh manusia agar bisa seirama dan senada dengan seruling bambu.
Ajakan Rumi sangat relevan dengan kondisi sosial kita saat ini. Manusia kini adalah manusia yang lahir di tengah-tengah kebisingan mesin-mesin industri. Perkembangan teknologi dengan percepatan yang luar biasa telah mampu memutuskan jarak komunikasi dan informasi. Meski demikian pada saat yang sama menjebak manusia agar setiap saat hadir dalam fitur-fitur gadget. Akibatnya secara perlahan manusia hanya merasa hadir dalam dunia maya dan merasa terasing dalam dunia nyata. Bahagia dalam dunia maya dan sedih dalam dunia nyata.       Tentu hal tersebut adalah satu bentuk keterasingan baru dalam diri manusia.
Lembaga Rumi Institute sengaja kami hadirkan melalui program-programnya guna mengingatkan kembali nurani dan kemanusiaan kita yang mulai sirna secara perlahan oleh keangkuhan, egoisme, hasrat kekuasaan, dan segala bentuk keinginan hawa nafsu yang akan mengantarkan manusia kepada kehancuran dan kekerdilan. Sebab itu kami mengajak dan membuka seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat agar bisa bersama-sama dengan kami menyatukan langkah dalam memberikan sumbangsih penyadaran eksistensi kemanusiaan. Akhir kata kami memohon doa restu kepada seluruh masyarakat dan mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang telah membantu kami selama ini.

Hormat Kami
Direktur Rumi Institute

Muhammad Nur Jabir
- See more at: http://ruminstitute.org/manusia-kini-dan-jalaluddin-rumi/#sthash.wiUv9QyJ.dpuf
Manusia Kini dan Jalaluddin Rumi
Press Release Launching Rumi Institute, 21 Februari 2016
Sejak manusia membuka mata dan mampu menyaksikan alam ini, manusia memiliki dua bentuk pengetahuan, pengetahuan terhadap diri dan pengetahuan terhadap di luar diri. Sudah banyak rahasia yang telah tersibak dari kedua pengetahuan tersebut. Tentu kemajuan teknologi membantu manusia dalam menyingkap rahasia-rahasia dibalik fenomena-fenomena alam. Meski demikian, pengetahuan di dalam diri maupun di luar diri masih saja menyisakan misteri. Manusia belum sampai kepada kepastian absolut dan kebenaran sebagaimana kebenaran. Alam tetap saja menyisakan rahasia dan menambahkan ketidaktahuan baru bagi manusia. Ketidaktahuan tersebut akan semakin membuat manusia kehausan dalam memahaminya. Namun jika manusia tenggelam dalam pencarian di luar diri dampaknya akan menyebabkan manusia terasing dari dirinya sendiri.
Pengetahuan manusia terhadap diri sendiri adalah kunci memecahkan prolem keterasingan dan dualitas di dalam diri. Problem paradoks manusia adalah problem manusia kini yang sudah sangat bergantung kepada teknologi. Perangkat teknologi mampu memecah kedirian manusia. Manusia terkadang sulit membedakan antara dunia maya dan dunia realitas. Namun kian kemari manusia semakin menyadari problem keterasingan diri dan ditengah-tengah kesibukannya manusia menyisakan waktu tertentu agar bisa keluar dari keterasingan diri. Sebagian dari mereka memilih cara dengan mendalami agama lebih dalam lagi dan sebagian dari mereka menempuh jalan sprititual atau tirakat.
Kecendrungan masyarakat saat ini begitu besar terhadap ranah spiritual. Hal tersebut terlihat dari maraknya beragam kegiatan yang bernuansa spiritual dan dengan berbagai pendekatan. Tokoh spiritual Jalaluddin Rumi salah satu diantara tokoh spiritual yang mendapatkan sambutan begitu hangat di tengah-tengah masyarakat, baik dari kalangan masyarakat muslim maupun di luar masyarakat muslim. Franklin D.Lewis dalam bukunya Rumi; Past and Present, East and West menyatakan bahwa Jalaluddin Rumi salah satu tokoh yang digemari di dunia barat saat ini terkhusus di Amerika. Lewis menambahkan Madonna dan Demi Moore dua artis dunia yang amat menggemari puisi Jalaluddin Rumi. Demikian halnya ditanah air kita, penggemar Jalaluddin Rumi berasal dari berbagai kalangan, baik dari kalangan akademisi maupun yang bukan.
Namun mengapa masyarakat menaruh perhatian pada Jalaluddin Rumi atau kira-kira apa yang ditawarkan Jalaluddin Rumi sehingga masyarakat begitu menaruh perhatian padanya. Apa yang menghubungkan antara manusia kini dengan Jalaluddin Rumi dan aspek manakah yang mendekatkan diantara keduanya? apakah yang diinginkan manusia kini kepada Jalaluddin Rumi? Tentu terdapat kebutuhan dalam diri manusia yang mampu dijawab oleh Jalaluddin Rumi. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan eksistensi manusia dimana tanpa memenuhi kebutuhan eksistensi tersebut manusia akan selalu merasa dirinya dalam kehampaan dan kekurangan.
Kesadaran terhadap kebutuhan eksistensi manusia merupakan suatu kesadaran yang bersifat transenden. Manusia merasakan kebahagiaan disaat dirinya telah merasa menemukan kebutuhan eksistensinya. Pada saat itulah manusia siap mengorbankan apapun demi memenuhi kebutuhan eksistensinya bahkan ia siap mengorbankan dirinya. Dalam kondisi tersebut manusia membutuhkan filter jangan sampai jatuh kepada jalan yang salah. Filter terbaik kembali kepada fitrah manusia sebab fitrah manusia tidak akan membenarkan tindakan yang bertentangan dengan fitrah dan nurani manusia itu sendiri. Pada intinya manusia mesti hati-hati dalam menentukan kebutuhan eksistensinya jangan sampai ia terjebak pada aliran atau pemahaman yang membenarkan kezaliman seperti membenarkan pembunuhan sebab mungkin saja mereka tampil dalam wajah agama.
Kebutuhan eksistensi manusia kini sebenarnya sejalan dengan prinsip hak-hak asasi manusia yang telah dicatat di PBB. Ada tiga prinsip utama hak-hak asasi manusia diantara prinsip-prinsip yang ada dimana ketiga prinsip tersebut relevan dengan kebutuhan manusia kini. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah penekanan terhadap kemulian manusia dan martabat manusia tanpa membeda-bedakan antara satu dengan lainnya, penekanan terhadap keragaman sebagai sebuah fenomena yang tidak mungkin diingkari, termasuk keragaman atas budaya, tradisi, dan juga penafsiran, kemudian penekanan terhadap toleransi dan meninggalkan fanatisme yang menghancurkan nurani dan kemanusiaan.
Ketiga prinsip tersebut dijelaskan dengan baik dalam syair-syair Maulana Jalaluddin Rumi, pemuliaan atas martabat manusia, toleransi, dan meyakini keragaman. Dalam salah satu syair yang terkenal dari Maulana Jalaluddin Rumi:
Jangan tanya apa agamaku
            Aku bukan Yahudi
            Bukan Zoroaster
            Bukan Nasrani
            Bukan pula Islam
            Karena aku tahu,
            Begitu suatu nama kusebut,
            Kau akan memberikan arti yang lain
            Daripada makna yang hidup di hatiku.

Maulana Rumi berdasarkan syair tersebut ingin memaparkan satu pemaknaan baru terhadap Islam dan bahkan pemaknaan atas agama. Selama ini kita memaknai agama hanya pada ritual semata dan pemaknaan agama pada ritual semata hanya akan mempersempit wilayah agama itu sendiri. Maulana Rumi ingin memberikan satu perspektif baru yaitu memandang agama dengan perspektif batin yang hanya bisa didekati dengan hati. Sebab itu inti dari syair diatas pada bait terakhir yaitu memaknai agama sebagai seuatu yang hidup di dalam batin. Dalam pandangan Maulana Rumi inti dari agama adalah pada batin agama. Dan pada batin agamalah kita akan menemukan kontinuitas diantara agama-agama yang ada sebab inti dari segala agama adalah Tuhan dan Tuhan hanya bisa dirasakan dengan di dalam hati melalui cinta.
Memuliakan manusia tanpa menerima keragaman adalah satu bentuk pemuliaan yang semu. Tuhan memberikan potensi yang beraneka ragam kepada manusia dan manusia tidak diciptakan dengan tugas yang satu. Mengakui keragaman interpretasi sebenarnya suatu bentuk pengakuan terhadap kecendrungan yang dimiliki oleh manusia yang tidak mungkin dihindari. Tapi benar setiap interpretasi membutuhkan nalar dan justifikasi pembenarannya. Meski demikian tidak selayaknya kita melakukan tindakan kekerasan dalam menyampaikan keyakinan kita kepada orang lain.
Dalam bait-bait syair Maulana Rumi akan banyak kita temukan pesan-pesan yang sejalan dengan hak-hak asasi manusia. Pesan-pesan nurani dan kemanusiaan itulah yang menjembatani antara kebutuhan manusia kini dengan Maulana Rumi. Seolah-olah ada bahasa yang sama antara manusia kini dengan Jalaluddin Rumi. Namun hal yang paling utama yang ingin disampaikan oleh Maulana Rumi mengenai hakikat batin manusia. Dalam pandangan Maulana Rumi manusia memiliki aspek zahir dan batin.
Bagi Maulana Rumi dalam diri manusia terdapat suatu hakikat batin yang begitu menakjubkan akan tetapi kebanyakan manusia hanya melihat aspek lahiriyah semata sehingga seluruh usaha yang mereka lakukan hanya untuk menggali aspek lahiriyah tersebut. Ketenggelaman manusia pada aspek lahiriyah akan menjadi penghalang menuju aspek batin manusia. Dalam kondisi seperti ini manusia membutuhkan seorang tabib ruhani yang akan membimbing manusia menyelami alam batin. Maulana Rumi dalam salah satu syairnya mengatakan:
Manusia adalah Astrolab sifat-sifat mulia,
            Sifat manusia adalah manifestasi tanda-tanda-Nya,
            Apapun yang menjelma dalam diri manusia adalah pancaran-Nya,
            Bagai bayangan bulan yang nampak pada air yang mengalir,
            Pada astrolab manusia terlukis jaring laba-laba,
            Agar lukisan sifat-sifat-Nya kekal bagi manusia,
Sehingga laba-laba manusia dari langit kegaiban dan dari matahari spiritual akan mengisahkan serta mengajarkan rahasia-rahasia-Nya,
laba-laba dan astrolab tersebut, tanpa kehadiran astronom spiritual,
membuat manusia jatuh di tangan orang awam.

Maulana Rumi mengandaikan tabib ruhani seperti seseorang yang mengerti astrolab. Astrolab adalah instrumen astronomi zaman dahulu yang digunakan oleh seorang astronom, navigator, dan astrolog. Astrolab pada waktu itu digunakan untuk menentukan lokasi, waktu lokal, posisi matahari, bulan, planet, dan bintang. Banyak orang yang mengaku mengetahui dan memahami manusia namun yang memahami hakikat manusia adalah seperti seseorang yang telah mengerti dan memahami astrolab dan memahami juga pola kerjanya. Sebab itu tabib ruhani sejati adalah para nabi sebab mereka memahami zahir dan batin manusia. Sebab itu dalam salah satu hadits dikatakan bahwa para nabi berbicara dengan kaumnya sesuai dengan kadar nalar tiap-tiap dari mereka.

Rumi Institute adalah suatu lembaga yang kami bangun bersama-sama dengan mereka yang memiliki visi dan misi yang sama dengan pemikiran Jalaluddin Rumi. Maulana Jalaluddin Rumi salah satu mutiara pemikir islam termuka sebagaimana tercatat dalam sejarah pemikiran islam. Rumi bukan saja dikenal di dalam dunia islam namun juga dikenal oleh pemikir barat. Melalui sastranya Rumi mampu menyuguhkan islam yang sejuk, indah, dengan kedalaman muatan makrifat yang agung.
Ratusan tahun silam Rumi telah berbicara mengenai keterasingan manusia dan manusia yang terasing dari rumpun bambunya. Bait pertama dalam kitab Matsnawi Maknawi berbicara tentang nei atau seruling bambu dan Rumi mengajak seluruh manusia mendengarkan derita keterpisahan seruling bambu dari rumpun bambunya. Nei adalah simbol pengetahuan, makrifat, dan kesadaran atas pengalaman derita keterpisahan. Sebab itulah Rumi mengajak seluruh manusia agar bisa seirama dan senada dengan seruling bambu.
Ajakan Rumi sangat relevan dengan kondisi sosial kita saat ini. Manusia kini adalah manusia yang lahir di tengah-tengah kebisingan mesin-mesin industri. Perkembangan teknologi dengan percepatan yang luar biasa telah mampu memutuskan jarak komunikasi dan informasi. Meski demikian pada saat yang sama menjebak manusia agar setiap saat hadir dalam fitur-fitur gadget. Akibatnya secara perlahan manusia hanya merasa hadir dalam dunia maya dan merasa terasing dalam dunia nyata. Bahagia dalam dunia maya dan sedih dalam dunia nyata.       Tentu hal tersebut adalah satu bentuk keterasingan baru dalam diri manusia.
Lembaga Rumi Institute sengaja kami hadirkan melalui program-programnya guna mengingatkan kembali nurani dan kemanusiaan kita yang mulai sirna secara perlahan oleh keangkuhan, egoisme, hasrat kekuasaan, dan segala bentuk keinginan hawa nafsu yang akan mengantarkan manusia kepada kehancuran dan kekerdilan. Sebab itu kami mengajak dan membuka seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat agar bisa bersama-sama dengan kami menyatukan langkah dalam memberikan sumbangsih penyadaran eksistensi kemanusiaan. Akhir kata kami memohon doa restu kepada seluruh masyarakat dan mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang telah membantu kami selama ini.

Hormat Kami
Direktur Rumi Institute

Muhammad Nur Jabir
- See more at: http://ruminstitute.org/manusia-kini-dan-jalaluddin-rumi/#sthash.wiUv9QyJ.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar