BUAH CINTA TERLARANG
Telah kusempurnakan luka
Menjelmakannya sebagai sungai mati pada kesunyian
Kecipak gaduh kesedihan, memanjang merengkuh bulan
Tempat malam berkaca
Sempurna menjadi bayang-bayang
Dan hening
Mengantar sejarah getir ke dalam ingatan :
Akulah, perempuan yang menelantarkan mahkota kesuciannya
di belantara hunian musang
Akulah, yang telah melahirkan lelaki mungil tanpa nyanyian unggas
Aku jua, yang menghanyutkan bayi di sungai penuh tinja
kebuasan jaman
Hanya agar semua orang menganggapku
sebagai perempuan kencana, suci dari amis dosa
Sunyi dari gunjingan
Aku tak mengerti apa yang kulakukan saat itu
Hanya aku menyesal tak menyusuinya di keharuman taman
Tak mengajaknya bermain ayunan dan canda
Tak juga mengajarkan semadi di altar pertapaan
Kini, segalanya mengabur terkubur
Ketika fitrah wanitaku merindukan hangatnya menimang bayi
Ketika keibuanku merindukan hatinya memanggilku 'Bunda'
Yang kutemukan hanya genangan api di pelupuknya
dan ketuaanku menatap dengan terik matahari mengerang
Ya, aku mengerti anakku
Akulah sungai gelap
Yang tak hendak mengalir ke laut
Akulah kisah gelap
Yang tak hendak mencari alur yang juga gelap
Aku hanyalah ibu yang ragu melahirkanmu
Dalam kemilau cahaya bulan
Aku hanyalah firman yang salah
Aku hanyalah nubuat yang busuk
Yang abai pada kutuk
dan sengat sejarah
Akulah senandung tanpa bunyi
Gerak tanpa tari
Aku juga lorong tanpa tepi
dan doa tanpa arti
Akulah sungai mati yang meratap
Tak ada denting kecapi
Tak ada lenguh sepi
Tak ada kanak-kanak berteriak :
"Ibu,lahirkan aku kembali sebagai pangeranmu"
Akulah sungai mati yang merintih
Yang tak mungkin mengulang kenangan terbuang
dan hanya bisa mengutuk kealpaan
Telah kusempurnakan luka
Menjelmakannya sebagai sungai mati pada kesunyian
Kecipak gaduh kesedihan, memanjang merengkuh bulan
Tempat malam berkaca
Sempurna menjadi bayang-bayang
Dan hening
Mengantar sejarah getir ke dalam ingatan :
Akulah, perempuan yang menelantarkan mahkota kesuciannya
di belantara hunian musang
Akulah, yang telah melahirkan lelaki mungil tanpa nyanyian unggas
Aku jua, yang menghanyutkan bayi di sungai penuh tinja
kebuasan jaman
Hanya agar semua orang menganggapku
sebagai perempuan kencana, suci dari amis dosa
Sunyi dari gunjingan
Aku tak mengerti apa yang kulakukan saat itu
Hanya aku menyesal tak menyusuinya di keharuman taman
Tak mengajaknya bermain ayunan dan canda
Tak juga mengajarkan semadi di altar pertapaan
Kini, segalanya mengabur terkubur
Ketika fitrah wanitaku merindukan hangatnya menimang bayi
Ketika keibuanku merindukan hatinya memanggilku 'Bunda'
Yang kutemukan hanya genangan api di pelupuknya
dan ketuaanku menatap dengan terik matahari mengerang
Ya, aku mengerti anakku
Akulah sungai gelap
Yang tak hendak mengalir ke laut
Akulah kisah gelap
Yang tak hendak mencari alur yang juga gelap
Aku hanyalah ibu yang ragu melahirkanmu
Dalam kemilau cahaya bulan
Aku hanyalah firman yang salah
Aku hanyalah nubuat yang busuk
Yang abai pada kutuk
dan sengat sejarah
Akulah senandung tanpa bunyi
Gerak tanpa tari
Aku juga lorong tanpa tepi
dan doa tanpa arti
Akulah sungai mati yang meratap
Tak ada denting kecapi
Tak ada lenguh sepi
Tak ada kanak-kanak berteriak :
"Ibu,lahirkan aku kembali sebagai pangeranmu"
Akulah sungai mati yang merintih
Yang tak mungkin mengulang kenangan terbuang
dan hanya bisa mengutuk kealpaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar