Minggu, 30 Oktober 2016

PESAN SYEKH IBNU ‘ARABI TENTANG CAHAYA ILAHI

PESAN SYEKH IBNU ‘ARABI TENTANG CAHAYA ILAHI.

Syekh Ibnu ‘Arabi menuturkan bahwa 
beberapa orang datang kepada Khalifah Usman r.a. 
dan bertanya, 
“Apakah ada manusia setelah pemimpin kita Rasulullah SAW 
yang menerima wahyu dari Allah?”

Khalifah Usman r.a. pun menjawab, 
“Ketahuilah bahwa 
tak seorang pun akan menerima wahyu langsung dari Allah 
seperti yang beliau (Rasulullah) alami
—tetapi aku mendengar beliau bersabda, 

‘Berhati-hatilah terhadap firasat orang yang beriman, 
sebab dia melihat dengan cahaya Allah.’” 
Dan, 
dia berkata kepada orang itu, 
“Kulihat sinar cahaya Ilahi itu dalam matamu sendiri.”

Sinar cahaya Ilahi ini, menurut Syekh Ibnu ‘Arabi, 

dikaruniakan Allah kepada sebagian orang beruntung 
tapi yang imannya masih lemah, 
tujuannya 
agar hati mereka diperkuat dan didekatkan kepada Tuhan mereka. 
Namun, 
sinar ini tak akan tampak, 
kecuali 
ia dilindungi dan dilestarikan oleh ajaran-ajaran 
yang terkandung dalam Al-Qur’an.

Maka, 

dengarkanlah 
apa yang Allah firmankan kepadamu di dalam Al-Quran. 
Carilah di dalamnya 
arah bagi perbuatan dan cintamu. 
Hatimu akan berdegup karena cinta itu 
jika engkau beriman 
kepada apa yang kau dengar, 
dan 
membuktikannya dengan perbuatanmu.

Jika imanmu lemah dan kau lupa kepada Tuhan, 

berpegalah kepada tanda-tanda 
yang telah Allah letakkan di dalam segala sesuatu 
yang ada di sekitarmu untuk mengingatkan dirimu kepada-Nya. 
Maka, 
dengan penegasan dan bukti atas kebenaran tanda-tanda itu,
yang diajarkan agamamu, 
hatimu akan menemukan kekuatan, 
dan imanmu akan semakin kokoh.

Lalu, 

jika engkau mampu melihat 
tanda-tanda kekuasaan Tuhan di sekelilingmu, 
namun tidak memahami maknanya 
karena kau kurang melaksanakan latihan batin, 
maka 
akibatnya kau mungkin disalahkan (orang lain), 
bahkan oleh dirimu sendiri, 
karena yang kau lihat hanyalah sihir atau ilusi belaka.

Ingatlah bahwa 

alat penglihatan kita adalah bashirah, mata batin
—dan tanda orang yang memiliki mata batin ini adalah bahwa 
perilaku dan akhlak yang indah terungkap dalam perbuatannya. 
Perbuatan ini merupakan buah 
dari pemahaman dan pengetahuannya.

Memikirkan tentang makna batin atau spiritualitas dengan Allah 

mempengaruhi indera dan menajamkan kepekaan, 
yang memampukan orang untuk melihat berbagai alam gaib. 

Kaum materialis menolak kemampuan semacam ini. 
Banyak di antara mereka tidak percaya hal ini. 
Tetapi, 
sebenarnya ia merupakan sebuah ilmu 
yang tak ubahnya seperti ilmu yang lain, 
yang bergantung pada latihan (riyadhah), 
percobaan, 
dan usaha yang terus menerus (mujahadah). 

Ia merupakan pengetahuan 
yang diawali dengan iman dan bergantung pada iman.

Dan, 

kebahagiaan yang diperoleh oleh seseorang 
dari penglihatan sekilas atas kebenaran, 
yang dimungkinkan oleh firasat bawaan, 
karunia Allah, 
yang dimiliki setiap orang.

Orang yang melihat dengan mata batin ini 

berarti melihat dengan cahaya Tuhan. 
Cahaya Tuhan hanya mengungkapkan kebenaran saja. 

Kenyataan ini, dan pengakuan atasanya, 
hanya terungkapkan jika
 firasat bawaan dilengkapi dengan hukum-hukum agama.

Semoga bermanfaat!

--Syekh Ibnu ‘Arabi dalam Kitab Tadbirat al-Ilahiyyah fi Ishlah al-Mamlakah al-Insaniyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar