Sebuah Mesin bernama Disiplin
Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS
Lefke, Siprus: April 2001
A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa
wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin
Kita memerlukan disiplin.
Kita memerlukannya untuk membawa diri kita
dari level terendah menuju level tertinggi.
Level terendah dalam al-Qur’an disebutkan,
“tsumma radadnahu asfala safiliin”
“kemudian Kami rendahkan mereka ke tempat paling rendah”
[QS 95:5].
Arti dari asfala safiliin dapat ditemukan dalam hasrat fisik kita.
Selama seseorang masih bersama hasrat kebinatangan
yang tidak pernah berakhir itu, ia akan berada di level terendah.
Karakter ini adalah milik binatang.
Selama kita mengikuti bisikan ego dan keinginan fisik
kita berada pada level yang sama dengan binatang.
Tetapi kita telah dipanggil,
kita telah diundang untuk bangkit dari asfal,
level terendah menuju ahsan, level tertinggi.
Dan kita telah diberikan sebuah mesin
untuk perjalanan ini oleh Yang berada di Surga.
Mesin itu adalah disiplin.
Tanpa disiplin yang kalian letakkan pada ego kalian,
kalian tidak bisa beranjak dari asfal ke ahsan.
Syariah membawa disiplin itu dengan dua sayap,
satu sayap dengan perintah dan
sayap lainnya dengan hal-hal yang dilarang.
Satu sayap membawa apa yang harus kalian lakukan
sementara sayap yang lain
membawa apa-apa yang tidak boleh kalian lakukan.
Dengan kedua sayap disiplin itu,
kalian bisa terbang.
Jika salah satu sayap patah atau jika bulu-bulunya rontok,
kalian tidak bisa terbang.
Ketika kalian menyetir mobil,
setiap bagian dalam mesin harus dalam kondisi baik.
Jika salah satu skrup kecil hilang,
bisa jadi mobil itu tidak bisa bergerak.
Semuanya harus sempurna dan semuanya mempunyai kesempurnaan.
Mobil yang tidak sempurna tidak bisa bergerak.
Pesawat terbang harus mempunyai disiplin yang lebih tinggi daripada mobil.
Syariah membawa kalian
dari satu tempat ke tempat yang lain
dalam level pertama seperti halnya sebuah mobil
membawa kalian dari suatu tempat ke tempat yang lain
melalui sebuah jalan.
Bergerak di jalan merupakan satu hal, terbang adalah hal lain.
Kalian harus menggunakan disiplin pesawat terbang
ketika menggunakannya.
Dan itu lebih ketat dibandingkan dengan mobil.
Syariah mempersiapkan manusia pada level pertama.
Tarekat adalah untuk mengangkat manusia.
Beberapa orang menghabiskan setengah jam dari waktunya
mendiskusikan
bagaimana kita harus mempersiapkan diri kita,
bagaimana kita mesti duduk,
bagaimana kita harus bersikap sopan-santun.
Disiplin seperti itu bagaikan disiplin sebuah mobil.
Pesawat terbang harus mempunyai disiplin yang lebih banyak lagi.
Kekuatan mesinnya harus mencapai level tertinggi sebelum lepas landas.
Pertama,
pesawat berada di landasan pacu di permukaan bumi
dengan kecepatan 30 mil per jam. Itu tidak cukup.
Kemudian
pada saat berjalan pelan kecepatannya meningkat ke 60, 70, 100, 300 mil,
baru kemudian lepas landas.
Kemudian
kecepatan di udara mencapai 350, 400, 500 mil per jam dan lebih tinggi lagi.
Orang berpikir bahwa
bahkan dengan kemalasan mereka
bisa bergerak dari bumi ke surga.
Mereka membayangkan bahwa
mereka bisa terbang dengan ego mereka.
Tidak,
itu tidak bisa!
Kalian harus menanamkan disiplin
dengan syariah dan kemudian dengan tarekat.
Tarekat berarti menjaga disiplin.
Bila kalian meminta untuk pergi ke surga,
kalian harus mempunyai disiplin itu.
Orang-orang bertanya kepada saya,
“Wahai Syekh!
Tanpa masuk Islam apakah mungkin untuk mengikuti Jalan Sufi?”
Hal itu seperti bertanya,
apakah kalian bisa men-starter mobil tanpa menggunakan baterai (aki).
Atau terbang di udara dengan mobil.
Tidak,
itu tidak bisa!
Kalian tidak bisa men-starter mobil tanpa baterai.
Kalian tidak bisa terbang di udara dengan menggunakan mesin mobil.
Jika kalian mencobanya,
kalian akan bergerak seperti ini
(Syekh membuat isyarat tangan menunjukkan gerakan oleng dan menyamping)
dan akhirnya jatuh.
Untuk men-starter mobil, kalian memerlukan baterai.
Untuk terbang, kalian memerlukan mesin pesawat terbang.
Orang-orang bertanya kepada saya mengenai hal ini.
Mereka tidak senang
jika kalian meminta mereka untuk berdisiplin.
Mereka tidak ingin mengontrol ego mereka.
Mereka adalah yang paling bodoh di hadapan Tuhan mereka.
Orang-orang bertanya tentang penyembahan terhadap berhala.
Mereka membuat patung-patung tertentu lalu membungkuk di hadapannya.
Ada banyak sekali patung.
Setiap orang
menurut imajinasi mereka menciptakan sebuah figur.
Orang-orang ini menciptakan sendiri pencipta mereka.
Astaghfirullah. Astaghfirullah.
Hanya ada satu Pencipta.
Hanya Dia-lah Sang Pencipta.
Orang-orang menciptakan hijab terbesar antara hamba dengan Tuhannya.
Setiap saat seseorang diminta untuk menyembah Tuhannya,
egonya berkata, “Tidak!
Jangan ucapkan la ilaha ill-Allah,
ucapkanlah la ilaha illa ana
(tidak ada tuhan selain diriku sendiri) atau
ucapkan la ilaha illa nafsi (tidak ada tuhan selain egoku), dan
jika Aku tidak memberimu izin,
kamu tidak boleh menyembah Tuhanmu.
24 jam sehari harus untukku.
Tetapi
jika kamu mau melakuakan sesuatu untuk-Nya,
1 menit lebih dari cukup.
Selama 24 jam kamu harus menjadi hambaku.
Untuk-Nya 1 menit saja cukup.
Atau mungkin 1 menit dalam 1 minggu atau 1 menit dalam 1 bulan.
Kadang-kadang 1 menit dalam 1 tahun.”
Ego mencegah orang dari disiplin, untuk mi’raj mereka
—Kenaikan mereka menuju ke Hadirat Ilahi.
Setiap orang mempunyai suatu perjalanan
yang harus ditempuh
dari tempat di mana ia berasal menuju satu tempat di surga.
Allah SWT telah memberikan satu tempat di surga bagi setiap orang.
Surga menanti kalian.
“Mari, mari (Syekh membuat isyarat ajakan).”
Jika kalian menjaga disiplin,
kalian bisa mencapai tempat yang istimewa itu,
bangku yang istimewa diberikan kepada kalian
di Hadirat Ilahi.
Tetapi orang-orang di abad 21 adalah budak terhadap ego mereka.
Mereka menyembah ego mereka.
Dan mereka berperang bukan untuk surga
tetapi untuk ego mereka.
Mereka memerangi Tuhan mereka seperti Namrud.
Mereka telah menjadi hamba Setan dan budak tubuh fisik mereka.
Inilah orang-orang di abad 21.
Di abad ini,
jarang terdapat orang
yang mengarahkan pandangannya ke Surga.
Banyak cahaya di Surga.
Namun
mayoritas orang
menjalani hidupnya tanpa mencari suatu cahaya.
Orang-orang datang ke asosiasi (dan tarekat adalah asosiasi) ini untuk mengerti.
Begitu banyak orang yang bertanya,
“Apa itu tarekat?
Tarekat adalah untuk mengetahui realitas.
Orang yang ingin mengetahui realitas dari eksistensi mereka
dan untuk mengetahui realitas hubungan mereka dengan Tuhannya
harus mengikuti tarekat.
Jika ia datang untuk menerima cahaya,
ketahuilah bahwa
cahaya telah dikirimkan kepada seluruh rasul
dan cahaya terakhir diberikan kepada Rasul terakhir,
Rasulullah SAW untuk seluruh umat manusia.
Kami senang untuk mengambil cahaya itu
dan meneruskannya kepada kalian.
Banyak orang akan pergi (ke kuburnya) dengan lilin yang padam.
Ketika mereka bertemu Tuhan mereka, Allah SWT bertanya,
“Wahai hamba-Ku!
Berapa tahun kamu hidup di bumi?
Aku memberimu begitu banyak lilin,
begitu banyak cahaya dari Surga,
begitu banyak rasul yang datang kepadamu
dengan cahaya Surga,
di mana cahayamu?
Apakah kamu mengikuti cahaya itu?”
Apa yang akan kalian katakan?
Jadi,
semua rasul harus diikuti.
Kalian harus mencari cahaya
yang telah diberikan dari Surga melalui semua Rasul.
Cahaya itu selalu berada di sana.
Tetapi ia membutuhkan sebuah transformer (sebuah receiver, penerima),
kabel, dan sebuah bola lampu bagimu agar bisa terlihat.
Cahaya Surga dikirimkan kepada semua rasul
untuk membantu seluruh hamba Tuhan
untuk melihat dan mengamati.
Kalian merasakan eksistensi Allah SWT
melalui Samudra Kekuatan yang tanpa akhir,
melalui Samudra Keindahan-Nya yang tanpa akhir,
melalui Samudra Rahmat-Nya yang tanpa akhir.
Jika kalian menerima cahaya dari seluruh rasul,
maka eksistensi Tuhan pemilik Surga
akan menjadi jelas bagi kalian.
Jika tidak ada cahaya Surga,
kalian tidak dapat melihat apa-apa.
Yang ada hanya kegelapan.
Melalui kegelapan orang tidak dapat melihat,
kecuali jika ada bintang, bulan atau matahari.
Orang-orang yang tidak mendapat cahaya dari rasul
menganggap bahwa
Allah SWT tidak ada.
Mereka tidak bisa melihat.
Mereka mencintai Setan
dan mempelajari ajaran Setan.
Mereka menolak untuk membawa cahaya kerasulan
ke pusat-pusat pendidikan agar orang-orang menjadi tahu,
kemudian bertanya, mengamati, belajar dan mengajar.
Bila kalian membawa cahaya Surga ke universitas,
mereka akan berkata,
“Tidak!
Kami tidak menerimanya.”
Mereka bertekad untuk menjadi buta,
berada dalam kegelapan,
menjadi teman seluruh Setan
dan untuk menempatkan kekuatan di tangan Setan.
Kita berbicara kepada orang-orang ini,
“Sekarang waktu kalian telah habis.
Periode kalian telah berakhir.
Kesultanan kalian akan lenyap
dan cahaya Surga akan tampak bagi setiap orang.”
Semoga Allah SWT memberkahi Shahib uz-Zaman, Imam Mahdi AS.
Semoga Dia segera mengirimkannya
begitu pula dengan Nabi ‘Isa AS
yang akan menyingkirkan kesultanan Setan tersebut.
Kita memohon dengan kerendahan hati kepada Allah SWT
agar bisa mencapai hari-hari yang penuh kedamaian,
hari-hari yang diberkahi,
Hari Akhir,
untuk hidup hanya untuk Allah SWT,
dan untuk bekerja hanya untuk Allah SWT.
Semoga Allah SWT memberkahi kalian.
Wa min Allah at tawfiq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar