Selasa, 25 Oktober 2016

PONDOK CINTA SUFI

Assalaamu a’laikum warohmatullooHi wabarokaatuh
BISMILLAAHIRROHMAANIRROHIIM
SUBHAANALLOOH WALHAMDULILLAAH WALAA ILAAHA ILLALLOOHU ALLOOHU AKBAR
LAA HAWLAA WALAA QUWWATA ILLA BILLAAH
ALLOOHUMMA SHOLLI A’LAA SAYYIDINA MUHAMMAD WA A’LAA AALI SAYYIDINA MUHAMMAD
Barangsiapa yang ALLOH Ta’ala beri petunjuk maka tidak ada yang mampu menyesatkannya dan barangsiapa yang ALLOH Ta’ala sesatkan maka tidak ada yang berkuasa memberinya hidayah.
satu-satunya dien (tatanan hidup) yang sempurna, syumul dan diridhoi-Nya adalah Islam, yang diperuntukkan bagi makhluk ciptaan-Nya.
Tujuannya tak lepas demi kebaikan dan kebahagiaan manusia itu sendiri, baik ketika di dunia maupun di akhirat kelak.
Al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan Petunjuk yang berisi berbagai hukum ALLOH Ta’ala yang paling adil di dunia, serta yang paling cocok penerapannya untuk umat manusia.
“Syari’at Tuhanmu telah sempurna, dan seluruh syari’at Tuhanmu benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah syari’at Tuhanmu yang benar dan adil itu. ALLOH Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(QS. al-An’am, 6: 115)
Dan kepada MANUSIA yang enggan dan SOMBONG dalam menerapkan syari’at Islam, ALLOH Ta’ala mempertanyakan hal tersebut,
“Wahai Muhammad, apakah orang-orang yang menolak syari’at ALLOH menginginkan kamu menerapkan hukum jahiliyah bagi mereka? Siapakah yang hukumnya lebih baik daripada syari’at ALLOH bagi kaum yang beriman?“ (QS. al-Ma’idah, 5: 50)
Sebaliknya, ALLOH Ta’ala juga menjanjikan bahwa apabila syari’at tersebut dijalankan manusia, maka yang akan muncul adalah keberkahan dan rahmat-Nya,
“Al-Qur’an ini adalah sebuah kitab yang sangat besar barakahnya yang Kami turunkan kepada manusia. Wahai manusia, ikutilah al-Qur’an ini dan taatilah supaya kalian mendapat rahmat.” (QS. al-An’am, 6: 155)
“…Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu untuk kamu jelaskan secara rinci. Al-Qur’an itu menjadi petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang muslim.” (QS. an-Nahl, 16:89)
“Alif Laam Raa. Wahai Muhammad, telah Kami turunkan sebuah kitab kepada kamu, agar kamu dapat me­ngeluarkan manusia dari kekafiran kepada Islam dengan izin Tuhan mereka ke jalan Tuhan Yang Maha­ perkasa lagi Maha terpuji.” (QS. Ibrahim, 14:1)
Dalam rotasi kehidupan yang dijalani umat Islam saat ini,disaksikan bahwa semakin banyak yang menyangsikan efektifitas dari diberlakukannya syari’at Islam.
Penentangan yang keras dilakukan justru timbul dari tubuh umat Islam sendiri yang lebih berkiblat kepada akal dan hawa-nafsu semata.
Ini tentu saja menyebabkan persoalan yang ada tidak kunjung selesai, bahkan bisa memunculkan persoalan baru karena solusi yang dicari bukan kembali kepada kitabullah,
“Wahai Muhammad,………Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya kamu tidak terpedaya oleh mereka, sehingga kamu meninggalkan sebagian syari’at yang ALLOH turunkan kepadamu. Jika mereka meninggalkan sebagian syari’at itu, ketahuilah bahwa ALLOH berkehendak menimpakan adzab kepada mereka karena dosa-dosa mereka. Sebagian besar manusia itu benar-benar durhaka kepada ALLOH.” (QS. al-Ma’idah, 5:49)
Tauhid LAA ILAAHA ILLALLOOH tidak akan tegak kecuali dengan hilang dan lenyapnya kesyirikan, dan tidak akan hilang syirik dan kesyirikan hanya dengan dakwah dan melaksanakan ibadah mahdhah semata, melainkan harus disempurnakan dengan jihad fisabilillah sebagaimana telah dicontohkan oleh ROSULULLOH SAW, beliau memulai dengan dakwah di Makkah dan melanjutkannya dengan jihad di Madinah.
“Orang-orang yang mencari-cari alasan dalam meminta izin untuk tidak ikut berjihad guna membela Islam adalah dari kalangan Arab Badui dan orang-orang yang mendustakan ALLOH dan Rosul-Nya. Mereka itu senang tinggal di rumah. Orang-orang kafir di kalangan mereka itu akan mendapat­kan adzab yang amat pedih di akhirat.” (QS. at-Taubah, 9:90).
Berpangku-tangan dan tenggelam dalam kenikmatan hidup dunia sehingga menyebabkan terlalu cinta dunia dan terlalu takut dengan kematian akan menghancurkan seluruh potensi kemuliaan yang ALLOH berikan kepada umat manusia.
berjihad menegakkan syaria’t, merupakan asas dan pondasi terpeliharanya jiwa dari segala tindakan bejat yang merusak jiwa seperti mengkonsumsi makanan dan minuman yang diharamkan syari’at dan melakukan tindakan kriminal yang dilakukan oleh sebagian manusia tehadap sebagian lainnya, baik rakyat terhadap rakyat, atau penguasa terhadap rakyatnya.
“Wahai orang-orang yang berakal sehat, pelaksanaan qishash, hukuman setimpal dalam kasus pembunuhan menjamin keselamatan hidup kalian, agar kalian selamat dari bahaya pembunuhan.” (QS. al-Baqarah, 2:179)
“…Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang telah diturunkan ALLOH, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir…. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan ALLOH, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim… Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan ALLOH, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Ma’idah, 5:44, 45, 47)
Berjuang menegakkan syari’at Islam merupakan fardhu ‘ain bagi setiap mu’min dalam segala situasi dan kondisi.
Islam sebagai satu harakah atau gerakan, menuntut umatnya agar senantiasa aktif berdakwah menyebarkan ajarannya karena tidak akan pernah mencapai tujuannya jika umatnya memahami Islam hanya sebagai satu akidah dan syari’at saja.
Dengan mengimaninya, memahami, dan mengamalkan ajarannya akan mendapat ketenangan, kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Melalui akidah yang lurus dan syari’at yang dilaksanakan, maka akan terwujud umat Islam yang benar-benar menjadikan ALLOH azza wa jalla sebagai satu-satunya tujuan hidup,
ROSULULLOH sebagai teladan dan panutan,
Al-Qur’an sebagai undang-undang hidup,
dan mati syahid adalah setinggi-tinggi cita-cita.
Dan untuk jalan kemuliaan tersebutlah–ROSULULLOH SAW diutus. ,
“Sesungguhnya hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Bukhari)
Untuk meraih semua inilah,
Islam menjadi wajib diamalkan sebagai sebuah gerakan aktif yang tidak mengenal lemah dan lelah karena ALLOH Ta’ala mengingatkan bahwa,
“Wahai kaum mukmin, janganlah kalian merasa hina dan jangan berse­dih. Derajat kalian lebih tinggi daripada orang-orang kafir, jika kalian benar-benar beriman kepada Muhammad.” (QS. Ali ‘Imran, 3:139)
“Wahai kaum mukmin, janganlah kalian lemah semangat dalam menge­jar kaum kafir. Jika kalian merasakan sakit, mereka pun merasakan sakit seperti kalian. Kalian mengharapkan pahala dari ALLOH, sedangkan orang-orang kafir sama sekali tidak meng­harapkan pahala dari ALLOH. ALLOH Maha mengetahui lagi Maha bijaksana dalam menetapkan syari’at perang.” (QS. an-Nisa’, 4:104)
Maka tiada perkara halal kecuali yang telah dihalalkannya, tiada perkara haram kecuali yang telah diharamkannya,
“Dan kalimat Tuhanmu telah sempurna, kebenaran dan keadilannya,”
Prilaku mereka memusuhi Islam tentu bukan karena mereka tidak mengerti Islam,
akan tetapi karena sifat kedengkian mereka yang sudah mengakar hingga mengalahkan sifat fitrah bawaan setiap manusia itu sendiri.
“Mereka yang menolak kebenaran–bukan disebabkan karena kebenaran itu samar atau tidak jelas, akan tetapi karena mereka memang berpaling darinya.
Apabila mereka tidak mengambil sikap berpaling dan mau memperhatikannya, niscaya kebenaran tersebut menjadi jelas bagi mereka dengan kejelasan yang nyata dan gamblang.”
Kenyataan tersebut merupakan faktor utama yang menjadi penyebab betapa sulitnya menegakkan syari’at Islam, meskipun jumlah umat Islam menjadi mayoritas.
Sebab syari’at Islam disandingkan dengan akal yang merupakan kaki-tangan hawa-nafsu yang acapkali melenceng dari kebenaran,atau sejuta cara-pikir lain yang didasari oleh kebebasan yang menyebabkan kebablasan moralitas dan dekadensi akhlak.
Menjamur dan tersebarnya pemahaman-pemahaman sesat yang kian marak juga merupakan fenomena nyata yang menandakan adanya segolongan umat yang berusaha menghancurkan kemuliaan Islam melalui penyalah-gunaan fitrah akal manusia.
Golongan pembuat makar ini tak hanya bersumber murni dari golongan kafir saja,
akan tetapi dikembangkan oleh muslim-muslim yang sudah yang selalu aktif merongrong kehidupan beragama umat Islam.
Berbagai makar pun tertumpah dari pikiran jahat mereka yang telah tumpul dari kebenaran dan kefakihan, sehingga ditempuhlah berbagai macam usaha dan pengerahan segala kekuatan untuk mengubur hidup-hidup dien Islam.
Atau kalaupun mereka ‘terpaksa’ setuju terhadap suatu syari’at, maka mereka akan mengatakan bahwa hal itu hanya cocok diberlakukan bagi orang-orang Arab saja di negaranya.
Mereka kaum penolak syari’at senantiasa menuduh bahwa syari’at hanya untuk kebutuhan rohani dan bukan diperuntukkan untuk mengatur masalah muamalat, kriminal, politik, dan ketata-negaraan.
Kekufuran yang muncul dari sebab menganggap perundang-undangan buatan manusia lebih cocok, mendatangkan kemarahan ALLOH Ta’ala sehingga Dia menolak dan menafikkan keimanan orang tersebut sebagai muslim dan mu’min.
“Wahai Muhammad, tidakkah kamu memperhatikan adanya orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu, juga kepada Taurat dan Injil yang diturunkan kepada rasul sebelum kamu? Dalam menyelesaikan perkara, ternyata mereka lebih senang mengikuti aturan-aturan sesat dan meninggalkan syari’at ALLOH. Setan ingin menyesatkan mereka ke jalan yang sangat sesat.“ (QS. an-Nisa’, 4:60)
“Wahai manusia, ikutilah al-Qur’an yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian, dan janganlah kalian menjadikan selain al-Qur’an sebagai panutan. Sungguh amat sedikit ajaran-ajaran al-Qur’an yang kalian jadikan pelajaran.” (QS. al-A’raf, 7:3)
Inilah hakikat tauhid:
Namun sungguh kekeliruan amat tampak pada umat yang mengaku beriman hanya kepada-Nya semata tersebut, itu tercermin dari golongan yang mengaku telah mengikuti al-Qur’an dengan melontarkan dalil yang diambil dari nash al-Qur’an yang berbunyi,
“Wahai Muhammad, katakanlah, “Wahai kaum Yahudi dan Nasrani, apakah kalian hendak menyangkal kami bahwa rasul ALLOH tidak hanya dari kalangan kalian saja? ALLOH adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian. Kami akan memperoleh balasan atas per­buatan kami, dan kalian juga akan memperoleh balasan atas perbuatan kalian. Akan tetapi, kami rela meng­esakan ALLOH.” (QS. al-Baqarah, 2:139)
Sungguh mereka telah keliru mengambil hujjah, tidaklah benar perkataan tersebut ditujukan kepada sesama muslim, terlebih ditujukan kepada yang mengajak untuk meluruskan tauhid, karena itu adalahhujjah yang diperuntukkan kepada orang kafir agar mereka (orang kafir tersebut) mengerti bahwa umat Islam bara’ (berlepas-diri) dari semua perbuatannya.
Sementara itu, Islam sebagai harakah sudah pasti mengalami berbagai rintangan, ujian, dan fitnahnya. Diantaranya adalah:
Dituduh sebagai pemecah-belah dalam tubuh umat Islam sendiri.
Dicurigai sebagai sebuah aliran kepercayaan baru yang hendak menyesatkan umat. (QS. al-A’raf, 7:9)
Dimusuhi dan dibenci oleh orang-orang yang anti terhadap syari’at. (QS. al-Furqan, 25:25, QS. al-An’am, 6:112, 123)
Diejek, dipermainkan dan dituduh dengan berbagai tuduhan jahat. (QS. al-Hijr, 15:6, QS. az-Dzariyat, 51:52-53, QS. Yasin, 36:30)
Didebat dengan kebatilan. (QS. al-Kahfi, 18:56)
Dituduh menipu-daya. (QS. al Mu’min, 40:29,83)
Didustakan oleh kaumnya atau oleh pengikutnya. (QS. al-An’am, 6:34)
Maka disinilah perlunya kesabaran, keikhlasan dan sifat istiqamah dari setiap muslim yang telah mengukuhkan-diri untuk hidup berjuang dalam dakwah dan jihad, sebagaimana yang difirmankan ALLOH Ta’ala,
“Wahai orang-orang beriman, bersabarlah kalian. Tingkatkanlah kesabaran kalian dalam menghadapi musuh, dan bersiagalah kalian untuk memerangi orang-orang kafir. Taatlah kepada ALLOH, pasti kalian akan beruntung di akhirat.” (QS. Ali ‘Imran, 3:200)
“Wahai Muhammad, katakanlah, “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Tuhan kalian.” Di dunia ini orang-orang yang beramal shalih selalu mendapatkan barakah. Bumi ALLOH itu luas. Sungguh orang-orang yang bersabar menghadapi penin­dasan kaum kafir kelak akan diberi pahala yang sempurna tanpa batas di akhirat.” (QS. az-Zumar, 39:10)
“Tegakkanlah syari’at Islam itu dalam diri-diri kalian, niscaya ALLOH Ta’ala akan menegakkannya di bumi kalian.”
“Wahai Muhammad, ajaklah ma­nusia kepada Islam, agama Tuhanmu, dengan hujah-hujah yang kuat, nasehat yang baik dan sanggahlah hujah lawanmu dengan hujah yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang menyimpang dari agama-Nya, dan ALLOH Maha Me­ngetahui orang-orang yang mendapat hidayah.” (QS. an-Nahl, 16:125)
“Wahai Muhammad, berterus-teranglah kamu dalam menyampai-kan ajaran yang diperintahkan kepadamu, dan jangan kamu pedulikan celaan orang-orang musyrik terhadap dirimu.” (QS. al-Hijr, 15:94)
“…Golongan kafir selalu memerangi kalian sampai kalian mau meninggalkan agama kalian, sekiranya mereka dapat melakukannya.…” (QS. al-Baqarah, 2:217)
ALLOH Ta’ala menurunkan kitab-kitab-Nya, para nabi dan rasul, beserta segala syari’at-Nya adalah untuk mendakwahkan, meluruskan, serta menghadapi pandangan hidup dan cara beragama manusia yang bergelimang adat jahiliyah beserta syubhat-syubhatnya.
Karunia akal yang diberikan kepada manusia seringkali disalah-gunakan, sehingga justru malah berpotensi menafikkan kebenaran yang hakiki.
Disaat itulah, dimana dakwah secara lisan dengan penyampaian dalil, hujjah, serta ancaman yang termaktub dalam firman-Nya sudah tidak dapat lagi diterima bahkan mendapat pertentangan keras dan upaya penghancuran melalui diperangi, maka disanalah jihad dibutuhkan.
Namun betapapun besarnya kesulitan, bahaya, serta pengorbanan yang dibutuhkan, ALLOH Ta’ala telah mentakdirkan bahwa akan selalu ada yang menolong tegaknya agama ALLOH ini di muka bumi. Mereka lah yang disebut thoifah manshuroh.
ROSULULLOH SAW bersabda,
“Akan selalu ada diantara umatku, sekelompok orang yang tampil membela kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang menelantarkan (idak menolong) mereka sehingga datang ketetapan ALLOH, sedang mereka tetap dalam keadaan demikian.” (HR. Muslim)
Berikut adalah ciri-ciri dan sifat thoifah manshuroh yang utama dan yang paling menonjol seperti yang dijelaskan di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah:
Ittiba’ (mengikuti sunnah), bukan ibtida’ (membuat bid’ah),
Selalu menghidupkan faridhah jihad fi sabilillah,
Berwala’ dan memusuhi karena ALLOH Ta’ala,
Syumul (mengambil Islam secara keseluruhan tanpa mengabaikan salah-satu aspek),
Wasathiyah dan i’tidal (bersifat tengah-tengah, tidak ghuluw (berlebih-lebihan),
Ilmu (memiliki ilmu tentang syari’at Islam atau dinullah), dan
Memiliki kesabaran dan keteguhan.
Kelompok thoifah manshuroh ini, meski secara semestinya berjuang dalam wadah yang terorganisit, namun tidak mengharuskan semua individunya bernaung dalam satu organisasi pada suatu wilayahnya. Ia merupakan sifat yang dimiliki perseorangan,
“Thoifah ini terdiri dari kelas golongan orang-orang yang beriman.
Diantara mereka ada para mujahid, ada ahli fiqih, ahli hadits, ahli ibadah yang zuhud, para pengajak kepada yang ma’ruf dan pencegah kemungkaran.
Mereka tidak harus berkumpul, bahkan terkadang mereka berpencar di wilayah negerinya masing-masing.”
Mereka yang termasuk thoifah manshuroh ini, senantiasa istiqomah dan bertekad membangkitkan Islam dengan kekuatannya.
Mereka selalu meyakini bahwa ALLOH Ta’ala Sang pemilik dien yang haq ini, akan mengerahkan pertolongan-Nya dalam menjaga kemuliaan Islam.
Oleh karena itu, mereka tak hanya berbekal keyakinan semata, namun juga disertai ikhtiar dan ghiroh yang tak pernah padam, terutama dalam jihad fi sabilillah.
Mereka amat mencintai Islam, sehingga dalam Islam mereka hidup, berjuang, dan berharap mati dalam kesyahidan,
“Orang-orang mukmin yang sebe­narnya yaitu orang-orang yang ber­iman kepada ALLOH dan Rosul-Nya. Kemudian tidak lagi ada keraguan dalam hatinya tentang keimanannya. Kemudian mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka untuk membela Islam. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman.” (QS. al-Hujurat, 49:15)
ROSULULLOH SAW telah bersabda,
“Barangsiapa berperang demi menjunjung kalimat ALLOH setinggi mungkin, maka ia berada pada jalan ALLOH.” (HR. Muttafaqun ‘alaihi)
SUBHAANALLOOH WABIHAMDIHI
SUBHAANALLOOHIL A’ZHIIM
ALHAMDULILLAAHIROBBIL AA’LAMIIN…ALLOOHU AKBAR
LAA ILAAHA ILLALLOOH MUHAMMAD ROSULULLOOH
Salam Santun silaturrahim selalu saudara semua..
Semoga kita senantiasa dalam lindunganNYA..aamiin aamiin ya Robbal aa’lamiin
Salam Rahmatan Lil a’lamiin…
Wassalaamu a’laikum warohmatullooHi wabarokaatuh
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar