Kamis, 17 Desember 2015

MEREGUK SARI TASAWUF

KEPASRAHAN DAN KETUNDUKAN
UNTUK MELAKUKAN KEHENDAK ALLAH.

Langkah pertama di jalan menuju Taman Kebenaran 
terdiri dari keterlepasan dari dunia
dan penyerahan diri kepada Allah , 
yang berarti mengikatkan diri kepada-Nya.

Yang kita maksud dengan dunia di sini 
bukan berarti dan tanda-tanda Allah yang mengelilingi kita 
bahkan di tempat kita berdiam di atas bumi ini,
tetapi dunia sebagai selubung 
yang menutupi kebenaran dan menceraiberaikan jiwa kita.

Akar jiwa kemanusiaan kita tertanam dalam-dalam di tanah dunia.
Tindakan pertama yang harus diambil adalah mencabut akar-akar ini 
dari apa yang bersifat sementara dan fana 
lalu menenggelamkannya ke dalam Realitas Ilahi.

Pada awalnya , Realitas Ilahi ini tampak tak nyata 
karena jiwa kita terekternalisasi dan terserak-serak, 
bergantung hanya pada indra lahiriah untuk kesadarannya 
tentang apa yang nyata dan apa yang dibuat-buat.

Terjaga dari tidur yang melenakan ini, 
yang merupakan kondisi yang diperlukan untuk mengikuti jalan itu,
membawakan penyadaran bahwa dunia yang biasanya kita ambil 
sebagai satu-satunya kenyataan ini tak lain adalah mimpi.

Nabi pernah berkata 
"Manusia itu tertidur dan ketika meninggal dia terjaga".

Disiplin ruhani dalam Tasawuf 
bermula dengan apa yang disebut "mati sebelum mati" 
dan diikuti oleh keterjagaan.

Melalui ritus inisiasi ke dalam sebuah tarekat Sufi , 
sang murid diharapkan mematikan dirinya yang lama ,
untuk dilahirkan kembali.

Tranformasi inilah yang disebut mati sebelum mati ,
dan itu juga ditemukan dalam dimensi esoterik dari tradisi lainnya,
termasuk agama-agama misteri Yunani.

Pencerabutan jiwa dari dunia ini memerlukan tindak kepasrahan 
dan hidup dalam cara tertentu agar menjadi murni.
Itu berarti secara batiniah mengenakan dari sekarang kain putih 
yang membungkus seorang Muslim ketika mereka dikuburkan.

Kebaikan yang berhubungan dengan kepasrahan ini , 
dikombinasikan dengan kemurnian 
sering dikaitkan dalam Tasawuf dengan taqwa, 
atau rasa takut penuh penghormatan kepada Allah
yang dikombinasikan dengan 
kemurnian tindakan dan keterjagaan pikiran.

Taqwa ,
ini adalah salah satu istilah yang paling sering digunakan
dalam al-Qur'an dan sulit diterjemahkan 
ke dalam satu istilah dalam bahasa Inggris.

Untuk mengikuti jalan Tasawuf orang harus memiliki taqwa,
dan para penghuni Taman semuanya memiliki kebajikan ini 
selain kesempurnaan yang telah mereka dapatkan 
melalui cinta dan pengetahuan tentang Allah.

Berbicara secara spiritual, 
tidak ada yang lebih berbahaya bagi jiwa , 
selain dari tenggelam di samudera Cinta Ilahi 
dan menjadi tercerahkan oleh Cahaya Ilahi tanpa taqwa.

Menjalani taqwa pertama-tama sulit justru karena ia memerlukan 
keterlepasan dari dunia dan kendali hawa nafsu kita, 
yang tak ubahnya seekor naga di dalam diri.

Taqwa seperti tombak St Michael , yang mampu membunuh naga 
sebelum naga itu membakar kita dengan apinya - api neraka.

Sejarah Tasawuf , 
terutama masa-masa awalnya, menjadi saksi 
bagi banyak orang Suci yang mencapai makrifat tertinggi 
namun tetap menekankan perlunya taqwa 
dan ketakutan penuh hormat akan Allah .

Keterlepasan  dari dunia harus disertai oleh cinta kepada Allah
melalui penyerahan diri kepada-Nya.
Dapat dikatakan bahwa semua makhluk tunduk (taslim) kepada Allah
melalui cara mengada di dalam batas-batas tabiat mereka 
seperti yang telah ditentukan oleh Allah.
Tetapi kita berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya 
karena memiliki kehendak bebas .
Oleh karena itu , 
kita bebas apakah kita akan menundukkan kehendak kita kepada Allah
atau memberontak melawan Kehendak Langit .

Allah telah memberikan kebebasan berkehendak ini 
persis karena dalam kemanusiaan 
Dia menciptakan makhluk yang layak 
untuk menjadi teman bicara-Nya , 
yang mencerminkan semua Nama dan Sifat Allah,
makhluk yang Dia cintai dan 
yang dapat serta harus mencintai Allah.

Seperti disebutkan sebelumnya , 
pada tataran manusia 
cinta tidak dapat didasarkan pada paksaan 
jika ingin menjadi cinta sejati.
Sang Pencinta menghargai cinta dan kebebasan justru karena cinta ini
adalah cinta yang diberikan dalam kebebasan 
dan didasarkan pada kehendak bebas.

Singkatnya, 
dengan mendasarkan diri kita 
pada kesadaran kita dan pengalaman langsung , 
kita mendapatkan kepastian tentang memiliki kehendak bebas.

Akan tetapi, harus diingat bahwa 
kita memiliki kehendak bebas yang relatif ,
dan bahwa kita tidak dapat memiliki kebebasan mutlak 
hanya dengan mentransendensi modus eksistensi relatif 
dan menjadi terbenam di lautan Ilahi dan Realitas mutlak 
yang tiada terbatas.

Untuk mendapatkan kebebasan mutlak itu, 
kita harus melatih kebebasan-relatif kita 
untuk melepas kebebasan ini dan memasrahkan kehendak kita
kepada Allah, sehingga menjadi melekat kepada-Nya.

Tindakan ini, yang melengkapi keterlepasan dari dunia harus dimulai
dengan penyerahan diri , islam, yang dalam bahasa Arab berarti 
menyerah dan juga mendapatkan damai.
Penyerahan diri ini juga harus digambarkan 
dengan keyakinan pada Allah (tawakkul).

Dalam kehidupan manusia kita sering menundukkan kehendak kita 
kepada kehendak seseorang yang kita cintai,
namun bahkan jenis penyerahan seperti ini terkadang menjadi sulit.
Betapa jauh lebih sulit lagi untuk menyerahkan kehendak kita 
kepada Allah, yang sebagian besar dari kita 
masih belum pernah mengalaminya.

Namun demikian, 
karena Allah berada di tengah -tengah kita,
dengan iman kepada-Nya 
orang-orang yang berada di tengah-tengah kita,
dengan iman kepada -Nya 
orang-orang yang bercita-cita untuk mencapai-Nya 
menundukkan kehendak mereka kepada-Nya
seperti yang kita lihat dalam kasus Bayazid Bathami 
yang dibahas di atas.

Sufi besar ini tidak menghendaki ini atau itu 
melainkan satu-satunya kehendaknya adalah tidak berkehendak 
sehingga dia tidak akan menginginkan apa pun yang terlepas 
dari apa yang Allah kehendaki baginya.
Dia juga mengatakan bahwa raja dunia ini adalah 
orang yang tidak bisa memilih 
karena Allah telah memilihkan untuk kita.

Do'a Bapa , 
yang diucapkan oleh Kristus sendiri, mengatakan 
"Jadilah Kehendak-Mu di bumi."

Bagi kaum Muslim pelaksanaan Kehendak Allah di bumi 
dimulai dengan menjalankan syari'ah atau hukum Tuhan,
yang dianggap Islam sebagai perwujudan konkret dari 
Kehendak Ilahi bagi pengikutnya.

Akan tetapi, kita tidak hanya bebas 
mengikuti atau tidak mengikuti perintah syari'ah
ajaran syari'ah pun masih banyak meninggalkan wilayah dan arena 
kehidupan kita kepada pertimbangan dan kehendak bebas kita sendiri,
Itulah mengapa tidak mudah untuk menjadi yakin 
bahwa yang kita lakukan adalah 
Kehendak Allah dalam begitu banyak kegiatan kita.


Sepanjang sejarah , ada tokoh-tokoh dalam Islam, Kekristenan dan
agama-agama lain yang menimbulkan kerusakan pada masyarakat 
dan melakukan jenis ketidak adilan yang terburuk dan perbuatan bengis
dengan mengklaim melakukan Kehendak Allah di dunia ini,
karena mendapatkan takwa itu sendiri 
merupakan tindakan pertama yang Allah ingin kita lakukan.
Meyerahkan kehendak diri kepada-Nya 
mensyaratkan dimilikinya kehendak bebas untuk menyerah.

Tetapi bagaimana kita bisa menundukkan kehendak bebas kita
kepada Allah , jika kehendak kita masih menjadi budak bagi nafsu kita
dan tunduk pada dunia ?
Tidak mungkin akan ada taslim dan tawakkul yang sesungguhnya 
tanpa taqwa.

Penyerahan diri  total kehendak diri  kepada Allah 
merupakan stasiun spiritual yang tinggi melampaui ranah aksi 
karena ia melibatkan keterikatan seluruh diri kita kepada-Nya.
dan pengurbanan nafsu ego kita di hadapan mezbah yang Esa.

Itu memerlukan bentuk jihad yang paling sulit di dalam jiwa kita.
Ayat Al-Qur'an yang dikutip pada awal bab ini berbicara kepada Nabi
tentang hal ini ;
"Bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar , 
 tetapi Allah-lah yang melempar " (Q.S Al-Anfal (8) ;17).

Kedudukan Spiritual 
"Bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, 
tetapi Allah-lah yang melempar"  (wa ma ramayta idz ramayta) 
dianggap oleh kaum Sufi sebagai kedudukan spiritual yang sangat mulia.

Bagi laki-laki dan perempuan beriman yang biasa , 
hanya ada satu tindakan yang dapat diyakininya 
sebagai tindakan yang dilakukan karena Kehendak  Allah, 
dan itu adalah  mati.

Laki-laki dan perempuan yang saleh 
juga mencoba untuk melakukan Kehendak-Nya 
di dalam hidup mereka dengan melakukan tindakan yang benar , 
seperti amal yang saleh , menurut ajaran agama mereka.

Mereka yang bercita-cita mencapai Taman itu 
juga melakukan amal perbuatan yang baik, namun selain itu, 
mereka berusaha mencapai kelekatan dengan Allah 
sehingga segala yang mereka lakukan 
mencerminkan Realitas Ilahi di dalam dan di luar mereka, 
bukan lantaran dorongan dan khayalan jiwa mereka yang bernafsu.

Singkatnya,
keterlepasan dan keterikatan pada tataran tindakan 
melibatkan berbagai fakultas jiwa dalam cara tak terhingga 
dan mempersiapkan jiwa untuk cinta dan pengetahuan tentang Allah.

Itulah sebabnya disebutkan pada awal bab ini bahwa
jalan menuju taman itu dibentuk (ma'rifah) dengan tindakan yang benar.
Siklus takut (makhafah) , cinta (mahabbah), dan pengetahuan (ma'rifah)
tentang Allah,dalam Tasawuf , harus dialami oleh semua jiwa 
yang berjalan yang berjalan menuju tujuan kesempurnaan.

Sejarah Tasawuf sendiri juga dicirikan 
oleh ketiga dimensi spiritualitas ini secara berurutan ,
dari kezuhudan para Sufi Mesopotamia awal 
hingga berkembangnya cinta terutama di Mazhab Khurasan dan 
ajaran makrifat dari tokoh-tokoh seperti Junayd dan Mazhab Baghdad 
serta khususnya yang berkaitan dengan Mazhab Ibn 'Arabi.

Tetapi dalam sejarah Tasawuf ,
perkembangan yang belakangan memuat perkembangan sebelumnya, 
dan perkembangan dalam Tasawuf ini secara keseluruhan 
tidak boleh dianggap sebagai kemajuan dalam pengertian lazim 
atas istilah itu sehingga orang menempatkan satu tokoh suci Sufi 
di atas yang sebelumnya.

Adapun jiwa ,
tahap-tahap ini menandai perjalanannya menuju tujuan akhirnya,
dan jiwa senantiasa mengandung di dalam dirinya efek-efek  spiritual 
dari tahap perjalanannya sebelumnya.

#SHN.
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar