MENELADANI NABI.
Hubungan guru kepada murid
dimodelkan pada hubungan Nabi dan sahabat-sahabat dekat beliau
dan yang kepadanya beliau menanamkan pengetahuan esoterik .
Ini adalah salah satu contoh
yang menunjukkan pentingnya bagi Tasawuf
meneladani Nabi dan Sunnah,
yang telah diteruskan dari generasi ke generasi sampai kepada kita.
Selama hampiri dua ribuan tahun , orang Kristen telah berbicara
tentang imitatio Christi, dan salah satu karya klasik agung mistisisme
Kristen adalah The Imitaion of Christ oleh Thomas Kempes.
Hal yang sama berlaku bagi Islam pada umumnya dan Tasawuf khususnya.
Bagi orang Kristen , Kristus dianggap sebagai tuhan,
dan tentu mereka tidak mengklaim meniru keilahiannya
atau mencari kuasa untuk membangkitkan orang mati menjadi hidup
atau berjalan di atas air.
Apa yang berusaha mereka tiru adalah kebajikan ruhaninya ,
yang menonjol secara jelas
karena ia tidak ikut serta dalam kehidupan manusia biasa
dan tidak harus berurusan dengan ketidaksempurnaan
manusia tertentu.
Dalam Islam kebajikan spiritual Nabi kurang terlihat jelas dari luar
karena beliau terjun ke dalam arena kehidupan yang biasa,
lalu menyucikannya.
Banyak orang Kristen bertanya bagaimana kita dapat meniru
Nabi Muhammad secara spiritual karena kehidupannya
tampak begitu bercampur baur dengan menjadi pemimpin
masyarakat manusia , terlibat dalam kegiatan politik dan militer,
peduli dengan urusan keluarga , dan sebagainya.
Bagi umat Islam kegiatan-kegiatan ini menjadi model
bagi kehidupan lahiriah sementara kehidupan batiniah Nabi,
ditunjukkan dengan seringnya beliau berdo'a dan berpuasa
serta tak berhenti mengingat Allah,
menjadi teladan bagi kehidupan ruhani.
Nabi berkata ,
"Kemiskinan adalah kebangganku ,"
sebuah ucapan yang mirip dengan kata-kata Yesus Kristus ,
yang berbicara tentang terberkatinya orang miskin.
Nabi menyadari kemiskinan (faqr)
dalam pengertian metafisiknya yang terdalam,
yang berarti menyadari bahwa semua kenyataan
dan semua sifat positif milik Allah
dan bahwa dalam watak dasarnya kita adalah miskin
sedangkan Dia adalah Kaya,
seperti yang dinyatakan secara gamblang
oleh sebuah ayat al-Qur'an .
Kemiskinan spiritual ini sangat penting dalam Tasawuf
sehingga Tasawuf sering disebut kemiskinan Muhammad
(al-faqr al-muhammadi) dan
orang-orang yang menjalani Tasawuf disebut faqir ,
artinya pemilik keadaan faqr .
Dalam usaha untuk merealisasi keadaan fundamental
dan primordial faqr, kaum Sufi untuk meniru Nabi.
Dengan cara yang sama bahwa ada orang Kristen
dapat memiliki kebaikan yang tidak dimilki pada tingkat tertingginya
oleh Kristus, tidak ada pada orang Muslim ,
bahkan orang kudus dan bijak yang paling agung
dapat memiliki kebaikan yang tidak dimiliki
pada tingkat kesempurnaan-nya oleh Nabi, yang bagi kaum Muslim
merupakan Manusia Sempurna atau Universal (al-insan-al-kamal).
yang dalam dirinya seluruh kemungkinan eksistensi keberadaan
terwujudkan.
Bagi kaum Muslim , ia adalah cermin sempurna yang memantulkan
seluruh Nama dan Sifat Allah , dan kenyataan bathin,
yang disebut Hakikat Muhammad (al-haqiqat al-muhammadiyah),
diidentifikasikan dengan logos.
Dia adalah yang paling sempurna di antara manusia
dan karenanya merupakan teladan manusia paling sempurna
untuk ditiru.
ketika kaum Sufi berpikir tentang realitas spiritual Nabi,
mereka teringat hadis qudsi di mana Allah berkata kepada Nabi
dalam kata-kata berikut :
"Sesungguhnya kalau bukan karenamu , tidak akan aku ciptakan surga".
Mereka juga selalu ingat nama Nabi, habib, yang berarti
orang yang mencintai Allah dan sekaligus yang dicintai Allah.
Nabi adalah pemandu tertinggi cinta dan pengetahuan tentang Allah
serta realisasi hubungan yang selalu ada antara manusia dan Allah.
Seperti yang telah disebutkan,
tidak seorang pun dapat mencintai Allah tanpa mencintai-Nabi-Nya.
Itulah sebabnya, di antara do'a-do'a dan permohonan
yang dibuat oleh kaum Sufi ,
banyak yang ditujukan untuk memuji Nabi,
demikian pula halnya banyak adikarya puisi Sufi.
Peneladanan realitas spiritual Nabi juga erat kaitannya
dengan perjalanan malamnya (al-mi'raj) ,
yang berlangsung sesaat sebelum hijrah beliau ke Madinah .
Menurut tradisi, perjalanan spiritual ini
dimulai di Makkah , berlanjut ke Yerussalem,
dan kemudian terus ke atas dari Yerussalem menebus ke langit
dan keberadaan yang lebih tinggi menuju Hadhirat Ilahi ;
Nabi kemudian kembali ke Yerussalem dan akhirnya ke Makkah.
Banyak Sufi telah mengorelasikan stasiun-stasiun jalan itu
dengan tahap-tahap mi'raj , dan sebagian,
seperti Bayazid Basthami,
telah menjelaskan mi'raj mereka menuju Ilahi
dalam perkataan dan tulisan mereka.
Keterangan mi'raj Bayazid didasarkan pada kata-kata beliau
yang telah direkam dalam hagiografi standar karya-karya Sufi.
Dalam satu pengertian,
peneladanan ruhani Nabi dalam Tasawuf dapat diringkas
dalam upaya kaum Sufi untuk mencoba pergi mi'raj ,
juga megikuti jejak langkahnya ,
tetapi menyadari bahwa mi'raj mereka hanya bersifat ruhaniah,
sedangkan mi'raj Nabi bersifat ruhaniah dan badaniah sekaligus.
Tentu saja, semua nabi besar ,
dan manifestasi dari logos adalah
titik puncak kesempurnaan keadaan manusia
dan memiliki semua kebajikan spiritual dasar.
Namun, penekanannya berbeda dari satu nabi ke nabi lain.
Sejauh menyangkut Islam,
kebajikan itu terkait dengan substansi wujud Nabi itu sendiri ,
dan kandungan dari substansi inilah yang mengkristal
ke dalam berbagai macam kebajikan yang dideskripsikan
di dalam teks-teks Sufi klasik.
Substansi ruhani ini dipenuhi oleh kekuatan spiritual
dan pengetahuan esoterik yang merentang hingga tingkat
Realitas tertinggi dan ditentukan oleh dua pilar kebenaran dan hati,
yang karena itu, menjadi sangat penting bagi Tasawuf;
kedua pilar ini juga merupakan keterbukaan
pada yang transenden dan imanen.
Jalan itu pada akhirnya terdiri atas penempatan Kebenaran
di dalam hati da mengetahui Kebenaran melalui hati/akal
atau apa yang disebut kaum Sufi "mata hati".
Hakikat Muhammad , secara esoterik, adalah juga model dari kosmos.
Seperti pernah dikatakan Frithjof Schuon,
Sunstansi Muhammad memiliki himpunan kebajikan
yang terdiri dari empat bagian yang bersesuaian
dengan empat titik penting dalam ruang.
Kluster-kluster kualitas atau kebajikan ini adalah
kemurnian,
yang terkait dengan ketenangan dan penarikan diri;
kekuatan,
yang terkait dengan semangat dan kewaspadaan,
keindahan,
yang berhubungan dengan ketenangan dan rasa syukur serta
kebaikan dan cinta,
yang berkaitan dengan kepastian dan kemurahan hati.
Nabi mempunyai kemurnian jiwa
yang memungkinkannya menjadi tenang,
berdiri di atas hiruk pikuk dunia dan tunduk pada Kehendak Allah
bahkan selama banyak cobaan berat yang beliau hadapi dalam hidup.
Beliau memiliki kekuatan batin , yang terkait dengan semangat besar
imannya kepada Allah yang dikombinasikan dengan keterjagaan,
bebas dari angan-angan yang menjangkiti laki-laki dan perempuan biasa,
dan selalu waspada.
Nabi idah di luar dan di dalam , dan bahkan hidupnya sederhana ,
digabungkan dengan kemiskinan relatif walaupun dirinya penguasa
dari seluruh kosmik , dikombinasikan dengan keindahan.
Dan kecitaan pada keindahan ini membawa bersamanya
ingatan pada Allah yang salah satu Namanya seperti disebutkan adalah
yang Maha indah.dan syukur atas seluruh keindahan dan kebaikan
ang mengelilinginya dan yang diberikan oleh Allah.
Yang terakhir, Nabi penuh dengan kebaikan dan
cinta untuk Allah maupun mahluk-Nya ,
dan kebajikan ini erat kaitannya dengan keyakinan
dalam sifat kebenaran seperti yang diringkas pada kalimat pertama
pernyataan iman "Tidak ada Tuhan kecuali Allah",
dengan semua arti metafisik dan kosmologinya.
Kebaikan ini juga terkait erat
dengan kemurahan hati dan kemuliaan
yang mencirikan kehidupan Nabi,
karena beliau bersikap keras pada dirinya
dan murah hati serta lembut kepada orang lain.
Itulah sebabnya di dalam Al-Qur'an Allah berkata kepada Nabi,
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung"
(Q.S Al-Qur'an (68) ;4 ,
yang berarti bahwa Nabi mempunyai kesiapan tertinggi
untuk menerima kebenaran..
Al-Qur'an juga menyatakan ,
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu" (Q.S Al-Ahzab (33) 21,
menambahkan bahwa beliau adalah teladan yang baik
bagi orang yang mengharap Allah dan kedatangan hari kiamat
dan banyak menyebut serta berdzikir kepada Allah (dzikr Allah).
Walaupun semua orang Islam yang saleh
berusaha untuk mengikuti Sunnah Nabi ,
kaum Sufilah yang terutama membawa pelajaran dari ayat ini
ke dalam hati mereka.
Karena mereka sering mengingat atau memohon ,
mereka percaya bahwa ayat ini terutama ditujukan pada mereka.
Namun,
mereka berusaha untuk mengikuti tidak hanya Sunnah lahiriah
tetapi juga Sunnah batiniah yang terkait dengan
substansi spiritual Nabi.
Mereka karenanya berusaha untuk menanamkan di dalam diri mereka
kebajikan-kebajikan Nabi.
Bahkan ,
kitab klasik terkenal Sufi memperlakukan kebajikan itu
sebagai tak lebih dari perluasan dan penguatan
dari kebajikan -kebajikan dasar yang disebutkan di atas.
Semua itu adalah deskripsi keadaan (hal) dan stasiun (maqam)
yang dilalui Nabi tetapi disistematisasikan bagi mereka
yang bercita-cita untuk melangkah
di atas jalan menuju Taman Kebenaran.
#HSN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar