Minggu, 27 Desember 2015

MEREGUK SARI TASAWUF

MENELADANI NABI.

Hubungan guru kepada murid 
dimodelkan pada hubungan Nabi dan sahabat-sahabat dekat beliau  
dan yang kepadanya beliau menanamkan pengetahuan esoterik .
Ini adalah salah satu contoh 
yang menunjukkan pentingnya bagi Tasawuf 
meneladani Nabi dan Sunnah, 
yang telah diteruskan dari generasi ke generasi sampai kepada kita.

Selama hampiri dua ribuan tahun , orang Kristen telah berbicara 
tentang imitatio Christi, dan salah satu karya klasik agung mistisisme
Kristen adalah The Imitaion of Christ oleh Thomas  Kempes.

Hal yang sama berlaku bagi Islam pada umumnya dan Tasawuf khususnya.
Bagi orang Kristen , Kristus dianggap  sebagai tuhan, 
dan tentu mereka tidak mengklaim meniru keilahiannya 
atau mencari kuasa untuk membangkitkan orang mati menjadi hidup
atau berjalan di atas air.

Apa yang berusaha mereka tiru adalah kebajikan ruhaninya ,
yang menonjol secara jelas 
karena ia tidak ikut serta dalam kehidupan manusia biasa 
dan tidak harus berurusan dengan ketidaksempurnaan 
manusia tertentu.

Dalam  Islam kebajikan spiritual Nabi kurang terlihat jelas dari luar
karena beliau terjun ke dalam arena kehidupan yang biasa,
lalu menyucikannya.

Banyak orang Kristen bertanya bagaimana kita dapat meniru 
Nabi Muhammad secara spiritual  karena kehidupannya 
tampak begitu bercampur baur dengan menjadi pemimpin 
masyarakat manusia , terlibat dalam kegiatan politik dan militer,
peduli dengan urusan keluarga , dan sebagainya.

Bagi umat Islam kegiatan-kegiatan ini menjadi model 
bagi kehidupan lahiriah sementara kehidupan batiniah Nabi,
ditunjukkan dengan seringnya beliau berdo'a dan berpuasa 
serta tak berhenti mengingat Allah,
menjadi teladan bagi kehidupan ruhani.

Nabi berkata , 
"Kemiskinan adalah kebangganku ,"
sebuah ucapan yang mirip dengan kata-kata Yesus Kristus , 
yang berbicara tentang terberkatinya orang miskin.

Nabi menyadari kemiskinan (faqr) 
dalam pengertian metafisiknya yang terdalam,
yang berarti menyadari bahwa semua kenyataan 
dan semua sifat positif milik Allah 
dan bahwa dalam watak dasarnya kita adalah miskin 
sedangkan Dia adalah Kaya,
seperti yang dinyatakan secara gamblang 
oleh sebuah ayat al-Qur'an .

Kemiskinan spiritual ini sangat penting dalam Tasawuf 
sehingga Tasawuf sering disebut kemiskinan Muhammad 
(al-faqr al-muhammadi) dan 
orang-orang yang menjalani Tasawuf disebut faqir ,
artinya pemilik  keadaan faqr .

Dalam usaha untuk merealisasi keadaan fundamental 
dan primordial faqr, kaum Sufi untuk meniru Nabi.

Dengan cara yang sama bahwa ada orang Kristen 
dapat memiliki kebaikan yang tidak dimilki pada tingkat tertingginya 
oleh Kristus, tidak ada pada orang Muslim , 
bahkan orang kudus dan bijak yang paling agung 
dapat memiliki kebaikan yang tidak dimiliki 
pada tingkat kesempurnaan-nya oleh Nabi, yang bagi  kaum Muslim 
merupakan Manusia Sempurna atau Universal (al-insan-al-kamal).
yang dalam dirinya seluruh kemungkinan eksistensi keberadaan 
terwujudkan.

Bagi kaum Muslim , ia adalah cermin sempurna yang memantulkan 
seluruh Nama dan Sifat Allah , dan kenyataan bathin, 
yang disebut Hakikat Muhammad (al-haqiqat al-muhammadiyah), 
diidentifikasikan dengan logos.

Dia adalah yang paling sempurna di antara manusia 
dan karenanya merupakan teladan manusia paling sempurna 
untuk ditiru.
ketika kaum Sufi berpikir tentang realitas spiritual Nabi, 
mereka teringat hadis qudsi  di  mana  Allah berkata kepada Nabi
dalam  kata-kata berikut :
"Sesungguhnya kalau bukan karenamu , tidak akan aku ciptakan surga".

Mereka juga selalu  ingat nama Nabi, habib, yang berarti 
orang yang mencintai Allah dan sekaligus yang dicintai Allah.
Nabi adalah pemandu tertinggi cinta dan pengetahuan tentang Allah
serta realisasi hubungan yang selalu ada antara manusia  dan Allah.

Seperti yang telah disebutkan, 
tidak seorang pun dapat mencintai Allah tanpa mencintai-Nabi-Nya.
Itulah sebabnya, di antara do'a-do'a dan permohonan 
yang dibuat oleh kaum Sufi , 
banyak yang ditujukan untuk memuji Nabi,
demikian pula halnya banyak adikarya puisi Sufi.

Peneladanan realitas spiritual Nabi juga erat kaitannya 
dengan perjalanan malamnya (al-mi'raj) , 
yang berlangsung sesaat sebelum hijrah beliau ke Madinah .
Menurut tradisi, perjalanan spiritual ini 
dimulai di Makkah , berlanjut ke Yerussalem,
dan kemudian terus ke atas dari Yerussalem menebus ke langit 
dan keberadaan yang lebih tinggi menuju Hadhirat Ilahi ; 
Nabi kemudian kembali ke Yerussalem dan akhirnya ke Makkah.

Banyak Sufi telah mengorelasikan stasiun-stasiun jalan itu 
dengan tahap-tahap mi'raj , dan sebagian, 
seperti Bayazid Basthami,
telah menjelaskan mi'raj mereka menuju Ilahi 
dalam perkataan dan tulisan mereka.

Keterangan mi'raj Bayazid didasarkan pada kata-kata beliau 
yang telah direkam dalam hagiografi standar karya-karya Sufi.

Dalam satu pengertian, 
peneladanan ruhani Nabi dalam Tasawuf dapat diringkas 
dalam upaya kaum Sufi untuk mencoba pergi  mi'raj ,
juga megikuti jejak langkahnya , 
tetapi menyadari bahwa mi'raj mereka hanya bersifat ruhaniah,
sedangkan mi'raj Nabi bersifat ruhaniah dan badaniah sekaligus.

Tentu saja, semua nabi besar , 
dan manifestasi dari logos adalah
titik puncak kesempurnaan keadaan manusia  
dan memiliki  semua kebajikan spiritual dasar.
Namun, penekanannya berbeda dari satu nabi ke nabi lain.

Sejauh menyangkut Islam, 
kebajikan itu terkait dengan  substansi wujud Nabi itu sendiri , 
dan kandungan dari substansi inilah yang mengkristal  
ke dalam berbagai macam kebajikan yang dideskripsikan
di dalam teks-teks Sufi klasik.

Substansi ruhani ini dipenuhi oleh kekuatan spiritual 
dan pengetahuan esoterik yang merentang hingga tingkat
Realitas tertinggi dan ditentukan oleh dua pilar kebenaran dan hati,
yang karena itu, menjadi sangat penting bagi Tasawuf;
kedua pilar ini juga merupakan keterbukaan 
pada yang transenden dan imanen.

Jalan itu pada akhirnya terdiri atas penempatan Kebenaran 
di dalam hati  da mengetahui Kebenaran melalui hati/akal 
atau apa yang disebut kaum Sufi "mata hati".

Hakikat Muhammad , secara esoterik, adalah juga model dari kosmos.
Seperti pernah dikatakan Frithjof Schuon, 
Sunstansi Muhammad memiliki himpunan kebajikan 
yang terdiri dari empat bagian yang bersesuaian 
dengan empat titik penting dalam ruang.
Kluster-kluster kualitas atau  kebajikan ini adalah
kemurnian,
yang terkait dengan ketenangan dan penarikan diri;
kekuatan,
yang terkait dengan semangat dan kewaspadaan,
keindahan,
yang berhubungan dengan ketenangan dan rasa syukur serta
kebaikan dan cinta,
yang berkaitan dengan kepastian dan kemurahan  hati.

Nabi mempunyai kemurnian jiwa 
yang memungkinkannya menjadi tenang, 
berdiri di atas hiruk pikuk dunia dan tunduk pada Kehendak Allah
bahkan selama banyak cobaan berat yang beliau hadapi dalam hidup.

Beliau memiliki kekuatan batin , yang terkait dengan semangat besar 
imannya kepada Allah yang dikombinasikan dengan keterjagaan, 
bebas dari angan-angan yang menjangkiti laki-laki dan perempuan biasa,
dan selalu waspada.

Nabi idah di luar dan di dalam , dan bahkan hidupnya sederhana , 
digabungkan dengan kemiskinan relatif walaupun dirinya penguasa 
dari seluruh kosmik , dikombinasikan dengan keindahan.

Dan kecitaan pada keindahan ini membawa bersamanya 
ingatan pada Allah yang salah satu Namanya seperti disebutkan adalah 
yang Maha indah.dan syukur atas seluruh keindahan dan kebaikan 
ang mengelilinginya dan yang diberikan oleh Allah.

Yang terakhir, Nabi penuh dengan kebaikan dan 
cinta untuk Allah maupun  mahluk-Nya , 
dan kebajikan ini erat kaitannya dengan keyakinan 
dalam sifat kebenaran seperti yang diringkas pada kalimat pertama 
pernyataan iman "Tidak ada Tuhan kecuali Allah", 
dengan semua arti metafisik dan kosmologinya.

Kebaikan ini juga terkait erat 
dengan kemurahan hati dan kemuliaan 
yang mencirikan kehidupan Nabi, 
karena beliau bersikap keras pada dirinya 
dan murah hati serta lembut kepada orang lain.

Itulah sebabnya di dalam Al-Qur'an Allah berkata kepada Nabi,
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung"
(Q.S Al-Qur'an (68) ;4 , 
yang berarti bahwa Nabi mempunyai kesiapan tertinggi 
untuk menerima kebenaran..

Al-Qur'an juga menyatakan ,
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
  yang baik bagimu" (Q.S Al-Ahzab (33) 21, 
menambahkan bahwa beliau adalah teladan yang baik 
bagi orang yang mengharap Allah dan kedatangan hari kiamat 
dan banyak menyebut serta berdzikir kepada Allah (dzikr Allah).

Walaupun semua orang Islam yang saleh 
berusaha untuk mengikuti Sunnah Nabi , 
kaum Sufilah yang terutama membawa pelajaran dari ayat ini 
ke dalam hati mereka.
Karena mereka sering mengingat atau memohon , 
mereka percaya bahwa ayat ini terutama  ditujukan pada mereka.
Namun, 
mereka berusaha untuk mengikuti tidak hanya Sunnah lahiriah 
tetapi juga Sunnah batiniah yang terkait dengan 
substansi spiritual Nabi.

Mereka karenanya berusaha untuk menanamkan di dalam diri mereka 
kebajikan-kebajikan Nabi.
Bahkan ,
kitab klasik terkenal Sufi memperlakukan kebajikan itu 
sebagai tak lebih dari perluasan dan penguatan 
dari kebajikan -kebajikan dasar yang disebutkan di atas.
Semua itu adalah deskripsi keadaan (hal) dan stasiun (maqam) 
yang dilalui Nabi tetapi disistematisasikan bagi mereka 
yang bercita-cita untuk melangkah 
di atas jalan menuju Taman Kebenaran.

#HSN.







































Tidak ada komentar:

Posting Komentar