Jumat, 04 Desember 2015
MEREGUK SARI TASAWUF
PENCIPTAAN DAN TATANAN YANG TERCIPTA.
Walaupun secara metafisikal hanya ada satu Realitas Tertinggi,
yang Di Luar Wujud, yang mana Penjelmaan Diri pertamanya
adalah Wujud, pada tingkat kenisbian, kita mendapatkan
dunia keserberagaman, bahkan, banyak dunia
- mulai dari malaikat-malaikat peringkat tertinggi hingga materi,
yang keseluruhannya merupakan manifestasi dan Penjelmaan Diri
dari Yang Satu.
Bahkan para Sufi yang berbicara tentang kesatuan Wujud
sebagai pemahaman tertinggi tentang Kebenaran
juga menegaskan bahwa ada tahapan dan tingkatan
(maratib dalam teks-teks Sufi) dari wujud,
yang menyusun banyak dunia yang memisahkan kita
dari Yang Satu.
Mereka bahkan terus menegaskan bahwa orang yang tidak percaya
pada berbagai tingkatan dan tahapan wujud, atau yang dikenal
sebagai rantai besar wujud, adalah seorang "kafir" dan tidak beriman.
Menjadi manusia yang hidup di tataran keberadaan duniawi dan
percaya kepada Allah sebagai Wujud Mutlak mensyaratkan
penerimaan hierarki yang ada di antaranya.
Semua agama sebenarnya menekankan hierarki kosmik ini
dalam satu atau lain cara, seperti yang kita lihat dalam teks-teks
yang begitu berbeda seperti tulisan -tulisan Dionysius Areopagite
dan kaum Buddha Tibet tentang kosmologi .
Kebenaran dari masalah ini adalah bahwa, di satu sisi,
kita memiliki hierarki universal yang mengaitkan setiap keadaan wujud
yang lebih rendah dengan wujud yang lebih tinggi,
dari bumi yang menghampar (al-farsh) hingga Singgasana Ilahi (al-'arsy) -
artinya , berbicara secara simbolis , dari tatanan eksistensi universal
yang terendah ke yang tertinggi untuk mengulang ucapan Sufi terkenal
- dan di sisi lain , setiap wujud , melalui keberadaannya,
juga memiliki kaitan langsung dengan Wujud.
Pada tingkatan manusia dapat dikatakan bahwa
sementara kita menempati tingkat tertentu dari eksistensi ,
bersama hewan dan tanaman di bawah ini dan malaikat di atas kita,
sebagaimana yang ditegaskan pula dalam kosmologi Kristen
abad pertengahan,
kita juga memiliki hubungan langsung dengan Allah
melampaui semua perantara .
Kedua realitas ini merupakan bagian tak terpisah dari yang mewujud
atau tatanan tercipta dan juga memainkan peran utama
dalam kehidupan spiritual.
Mungkin dapat dipertanyakan ,
mengapa ada tingkatan-tingkatan wujud ?
Mengapa yang Satu harus mewujud ke dalam yang banyak,
atau dalam istilah teologi , mengapa Allah menciptakan dunia ?
Pertanyaan metafisis yang mendasar ini telah diajukan dalam berbagai
agama yang berbeda, dan setiap agama telah memberikan respons
masing-masing , biasanya terbungkus dalam bahasa mitos atau simbolis.
Misalnya, Hinduisme berbicara tentang 'lila atau "permainan tuhan"
sebagai alasan bagi penciptaan dunia - dan tentang banyaknya dunia
membentuk totalitas kosmos , sebuah totalitas yang tak terbatas
pada bagian terendahnya tataran material, sebagaimana yang
diidentifikasikan oleh banyak orang Barat sekarang.
Berbicara secara metafisikal , Prinsip Ilahi ,
seperti sudah dinyatakan
bersifat mutlak dan sekaligus tak terbatas.
Yang Tak Terbatas itu harus mencakup semua kemungkinan ,
termasuk kemungkinan menegasikan Dirinya sendiri.
Realisasi dari kemungkinan ini adalah manifestasi , artinya ,
semua tingkatan realitas selain Prinsip Ilahi yang tampak mewujud
sebagai realitas berbeda karena keterpisahannya dari sang Prinsip.
Selain itu, Prinsip Ilahi itu adalah kebaikan mutlak ,
dan seperti dikatakan oleh St Augustine ,
sifat dasar dari kebaikan adalah membagikan dirinya
dengan cara yang sama seperti cahaya
memancarkan sinar untuk menerangi apa yang ada disekitarnya.
Berbicara tentang Tuhan,
sebagaimana yang dipahami oleh kaum gnostik,
juga berarti tentang dunia sebagai ciptaan-Nya.
Secara metafisikal kita bicara tentang manifestasi atau emanasi ,
seperti emanasi sinar matahari dari matahari.
Ketika Tuhan dipandang dalam aspek pribadi-Nya ,
maka kita berbicara tentang penciptaan .
Kaum Sufi tidak melihat ada kontradiksi apa pun antara keduanya.
Selain itu,
dalam berbicara tentang penciptaan dari alasan untuk itu,
sementara mereka mengulang pernyataan,
"Dialah Allah dan tidak ada apa-apa selain Dia",
untuk menekankan independensi total Prinsip Ilahi,
kemutlakan dan keterbatasannya ,
mereka menambahkan ,
"Dan begitulah dahulu, begitu pula sekarang", artinya
secara metafisikal dan pada tingkatan tertinggi yang ada di sini
dan sekarang hanyalah Yang Satu,
dan satu-satunya kebenaran yang akan direalisasikan
di ujung jalan itu adalah kesatuan Wujud.
Namun demikian,
mari kita kembali ke penjelasan Islam dan lebih khususnya Sufi
tentang penciptaan dunia.
Sebuah "hadis qudsi" terkenal dari Nabi yang telah dikutip di atas
memberi tahu kita bahwa,
"Aku adalah khazanah tersembunyi;
Aku ingin dikenali ,
Maka Aku ciptakan dunia
Agar Aku dikenal".
Tiga unsur dasar dalam hadis ini luar biasa pentingnya
untuk memahami makna dan status ontologis penciptaan
menurut kaum Sufi .
Pertama,
tujuan penciptaan adalah Pengenalan Diri Allah
melalui Manifestasi-Diri dan Pengungkapan-Diri.
Pengungkapan-Diri dapat dilakukan melalui pantulan Nama-Nama
dan Sifat-Sifat Allah pada apa yang disebut kaum Sufi "cermin ketiadaan".
Nah, sebuah cermin adalah permukaan yang memantulkan
apa yang ditempatkan di hadapannya , dan permukaan itu sendiri
"tidak ada", artinya , ia tidak memiliki bentuk sendiri.
Karena tidak ada satu wujud pun yang independen dari Allah,
apa yang kita lihat sebagai kosmos karenanya tidak mungkin ada
kecuali sebagai pantulan dari Nama daN Sifat Allah
atas apa yang secara ontologis "tidak ada", seperti sebuah cermin.
Tentu saja , sebagian orang juga dapat mengatakan bahwa kosmos ,
bahkan para pendiri agama,
merupakan inkarnasi dan turunan Realitas Ilahi.
Tasawuf , meski menerima ide tentang turunan,
sejalan dengan tradisi Islam secara keseluruhan,
tidak memandang ide tentang renkarnasi sebagai sesuatu yang sah
dan karena itu tidak berbicara tentang inkarnasi melainkan
tentang teofani Nama-Nama Allah melalui pantulannya
pada tak terhingga cermin "ketiadaan' yang membentuk kosmos .
Tujuan dari penciptaan adalah pengetahuan ,
dan karena itu bagi kita mengenal Allah ,
yang pada akhirnya berarti Allah yang ada di dalam hati kita
mengenali diri-Nya sendiri , berarti memenuhi tujuan dari penciptaan.
Kedua,
hadis Nabi ini menyatakan bahwa Allah "cinta"
(ahbabtu, dalam versi Arab dari hadis itu dan sering diterjemahkan
sebagai menghendaki atau menginginkan ) untuk dikenali.
Oleh karena itu , hubb atau cinta mengalir melalui nadi alam semesta
(cinta yang akan menjadi bahasan pokok kita dalam bab berikutnya).
Ketiga.
Allah adalah "Khazanah Tersembunyi" , sumber dari semua ciptaan.
Dari sudut pandang batin , yang ada bukan hanya penciptaan oleh Allah,
melainkan juga penciptaan di dalam Allah,
seperti yang juga ditegaskan oleh ahli metafisika Kabbalistik
dan doktrin Kristen tertentu
(misalnya,Erigena yang juga dikenal sebagai Eriugena) .
Pola dasar dari semua ciptaan ada di dalam Allah sendiri,
di dalam "Khazanah Tersembunyi",
dan tidak ada sesuatu pun mengada
tanpa memiliki realitas pra-eksistensialis
di dalam "Khazanah Tersembunyi" itu.
Itulah mengapa Al-Qur'an menegaskan bahwa
akar ruhani dari segala sesuatu ada di tangan Tuhan.
Meskipun penciptaan tampak bagi kita sebagai realitas yang terpisah,
secara batin itu merupakan realitas yang berakar
dalam "Khazanah Tersembunyi" .
Dunia tidak hanya penciptaan tetapi lebih merupakan manifestasi batin,
dan Pegungkapan-Diri dari Prinsip Ilahi.
Dunia bukan hanya hasil dari Kehendak Ilahi
melainkan juga "aliran" manifestasi dari Hakikat Ilahi.
Ibn 'Arabi pernah menegaskan bahwa Tuhan menciptakan cermin itu
agar kita dapat berbicara tentang hubungan-Nya dengan ciptaan-Nya.
Dari sudut pandang Sufi , jika kita menerima gagasan tentang inkarnasi ,
maka Realitas menjadi terjelmakan di dalam domain ruang-waktu dan
dipengaruhi oleh ketidakpastian dari domain ini.
Islam didasarkan pada yang Mutlak dan
bukan pada salah satu ketetapan atau manifestasi-Nya ,
meskipun itu bersifat avataris, artinya, berkaitan dengan inkarnasi Ilahi,
seperti yang kita temukan dalam Kristen dan Hindu.
Akan tetapi , pantulan teofanis di dalam cermin non-eksistensi
secara tidak langsung berarti bahwa gambaran-gambaran
di dalam cermin itu memantulkan Realitas di hadapannya dan
menyediakan sebuah "citra" yang bersesuaian dengan Realitas itu.
Realitas itu tidak terpengaruh oleh pantulannya atau cerminnya
dan tidak ada perubahan yang akan terjadi padanya jika cermin itu pecah.
Penciptaan dengan demikian dipandang kaum sufi sebagai
beragam pantulan atau teofani (tajalliyyat) dari Nama dan Sifat Tuhan
dalam bermacam-macam kombinasinya.
Teks-teks klasik tentang doktrin Sufi menjelaskan proses penciptaan
lebih lanjut dengan menyebutkan bahwa
pertama-tama ada ketetapan atau Entifikasi-Diri
dari Nama dan Sifat Tuhan ke dalam ranah arketipal yang kekal
(al-a-yan al-tsabitah) .
Kemudian Allah meniupkan "napas -Maha Penyayang"(nafas al-Rahman)
ke dalam arketipe kekal ,
dan dari pancaran yang kedua ini,
yang disebut al-faydh al-muqaddas , atau pancaran disucikan,
muncullah semua yang ada.
Proses pembicaraan manusia
melambangkan tindakan kreatif ini pada tingkatannya sendiri.
Kita memiliki kata-kata di dalam pikiran kita.
Dalam berbicara, napas kita meniup pita suara kita dan
mewujudkan kata-kata dalam pengucapan yang keluar.
Sejauh menyangkut alam semesta , segala sesuatu di dalamnya
adalah hasil nafas al-Rahman .
Oleh karena itu, substansi dan eksistensi segala sesuatu pada akhirnya
adalah Napas Allah dalam aspek pengasih dan penyayang Allah.
Berbicara secara esoterik , segala sesuatu yang ada ,
yang intinya merupakan Napas Ilahi , memuji Allah ,
seperti yang ditegaskan Al-Qur'an.
Mereka berbicara dalam keheningan misteri eksistensi,
namun sebagian besar dari kita tidak memiliki kekuatan pendengaran
yang diperlukan untuk dapat memahami kata-kata hening mereka.
"Andaikan segala yang ada memiliki lidah,
Maka akan tersingkaplah seluruh tirai
Dari segala yang ada".
- Mastnawi , 3:4728
Misteri terbesar dari eksistensi adalah bahwa ia menyelubungi Allah
dengan apa yang tak lain tak bukan adalah Dia sendiri.
Seperti dikatakan Ibn 'Arabi ,
"Kemuliaan bagi Dia
yang menyembunyikan Dirinya oleh sesuatu
yang tak lain adalah Dia sendiri."
Kebenaran ini secara eksplisit dinyatakan dalam Al_Qur'an ,
yang menyebutkan ,
"Dia lah
Yang Awal dan Yang Akhir.
Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan
Dia Maha Mengetahui segala sesuatu".
Q,S,aL-Hadid(57) :3
Tidak sulit bagi orang yang beriman untuk memahami ,
Allah adalah Alpha dan Omega dari seluruh realitas,
bahwa segala sesuatu datang dari-Nya dan kembali kepada-Nya.
Seperti yang kita ketahui , Kristus juga berbicara tentang dirinya
sebagai alpha dan omega .
Juga tidak sulit untuk memahami bahwa Allah adalah Yang Batin,
realitas batin segala sesuatu.
Tetapi bagaimana Allah menjadi Yang Zhahir ?
Ini adalah aspek yang paling sulit dimengerti
tentang hubungan antara makhluk dan Tuhan .
Suatu kali seorang Sufi yang cukup tinggi mendatangi seorang guru tua
dan mengatakan kepadanya bahwa dia dapat memahami bahwa
Allah adalah Awal dan Akhir serta Yang batin.
Tetapi , dia bertanya kepada sang guru ,
"Bagaimana Allah bisa menjadi Yang Zhahir "?
Sang guru menyuruhnya untuk menyepi (khalwah) dan
menyuruhnya untuk menyebut Nama Allah
sampai kebenaran ini menjadi nyata dan jelas baginya.
Sang murid mengikuti petunjuk itu .
Setelah sekitar dua pekan tanpa henti menyebut Nama Agung Allah ,
tiba-tiba dinding ruangan tempat dia melakukan khalwat itu
mulai menyebut Allah dan dia mendengar seruan dari sekelilingnya.
Seperti yang kemudian dituliskannya, dia lalu memahami
apa yang dimaksud dengan menegaskan bahwa Allah adalah
juga Yang Zhahir.
Pelajaran dari cerita ini adalah bahwa pemahaman mendalam
tentang kebenaran bahwa Allah menyelubungi Dirinya sendiri
dengan sesuatu yang tak lain adalah Allah sendiri ,
hanya dapat diraih melalui realisasi spiritual.
Kaum sufi, juga berbicara tentang penciptaan ,
tidak hanya sebagai sebuah tindakan di masa lalu,
tetapi juga sebagai proses berkelanjutan.
Inilah yang disebut pembaruan ciptaan pada setiap saat.
Pada setiap saat ,
semesta diserap ke dalam Prinsip dan diciptakan kembali.
Hubungan dengan Allah karena itu tidak hanya berdasarkan
pada peristiwa temporal yang disebut penciptaan "pada awal waktu".
"Awal" tersebut juga merupakan momen sekarang yang selalu diperbarui .
Walaupun dari sudut pandang penciptaan sudah lama,
dari sudut pandang yang lain , itu adalah sesuatu yang segar dan baru.
Tindakan pengadaan oleh Allah senantiasa hadir ,
dan pada keberadaannya bukanlah sekedar sebuah tindakan ,
melainkan lebih berupa perintah pengadaan dari Allah ,
"Jadilah".
Ini adalah doktrin yang sangat penting ,
tidak hanya untuk kosmologi
tetapi juga untuk kehidupan spiritual.
Sebagaimana setiap napas yang kita ambil meremajakan kembali
dan memungkinkan kehidupan kita berlanjut ,
Napas Ilahi diperbarui setiap saat,
memungkinkan berlanjutnya keberadaan kita dan kosmos
dalam apa yang oleh kita sebagai sebuah rentang masa.
Akan tetapi ,
rentang masa ini tidak lain kecuali pengulangan dari "sekarang"
yang didalamnya penciptaan diperbarui.
Dalam arti yang lebih dalam , setiap pohon yang kita amati di taman
baru saja mewujud berkat tindakan penciptaan oleh Allah.
#SHN.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar