KESATUAN WUJUD.
Hanya orang yang peringkat spiritual seperti Ibn-'Arabi
yang dapat menyanyikan :
"Kita adalah huruf-huruf, dimuliakan !
Namun belum diucapkan,
Mengambang dalam naungan Puncak Tertinggi,
Aku ada dalam Engkau,
Dan kami adalah Engkau,
Dan Engkau adalah Dia,
Dan Semua di dalam Dia adalah Dia -
Tanyalah siapa pun yang telah tiba disana".
Berbicara tentang wujud berarti berbicara tentang realitas.
Nah, jika Allah adalah al-Haqq, artinya Kebenaran Mutlak
dan Realitas Mutlak atau Wujud Mutlak - yang dalam kasus ini
dapat dikatakan mencakup baik Di Luar Wujud maupun Wujud -
dan Dia pada saat yang sama adalah al-Ahad , Yang Satu ,
maka tidak mungkin ada dua realitas independen.
Itu pada akhirnya akan melibatkan dualisme pada tatanan prinsipal
dan penolakan pada keesaan dan kemutlakan Tuhan.
Walaupun barangkali tampak sangat lahiriah ,
karenanya tidak mungkin ada kecuali satu Wujud .
Keberadaan ontologis sepenuhnya akan menyiratkan bentuk dualisme
dan menempatkan sesuatu menjadi nyata secara independen
dari Tuhan atau , berbicara secara lebih filosofis ,
memiliki wujud yang sepenuhnya berbeda dengan Wujud Mutlak .
Setiap mahluk memiliki wajah yang berpaling kepada Tuhan,
yang juga merupakan Wajah Allah yang berpaling kepada makhluk itu;
dan setiap makhluk memiliki wajah yang berpaling kepada dunia
dan memiliki esensi di dalam dirinya sendiri,
yang membuatnya menjadi dirinya sendiri.
Inilah yang disebut para Filsuf Islam esensi (quiddity) dari sebuah wujud,
sebagai lawan dari eksistensinya , dan kaum Sufi merujuk
pada tingkat kenyataan tertinggi ini sebagai artipe kekal (ayn tsabit).
Yang terakhir ini secara harfiah berarti "tiada" karena tidak memiliki
keberadaan di dalam dirinya sendiri.
Segala sesuatu yang ada , ada lantaran Allah mengadakan pola dasarnya.
Setiap makhluk pada akhirnya adalah manifestasi dari Wajah Allah
dan makhluk pada akhirnya adalah manifestasi dari Wajah Allah
dan pantulan-Nya melalui arketipe kekal di atas cermin ketiadaan.
Ketika Al-Qur'an menegaskan ,
"Segala sesuatu akan binasa kecuali Wajah-Nya ". Q.S Al-Qashash (28);88,
kaum Sufi memahami kebenaran ini sebagai mengacu bukan pada sebuah
peristiwa eskatologis dimasa mendatang melainkan di sini dan sekarang.
Pada saat ini juga , yang juga sekarang yang kekal,
semuanya tiada dan musnah di dalam dirinya sendiri kecuali wajah Allah,
dan sekarang juga pada arah manapun seseorang memalingkan wajahnya,
terdapat Wajah-Nya , andaikan orang itu dapat melihatnya .
Memahami kenyataan ini berarti memahami maksud dari
Ketunggalan Wujud.
SHN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar