Berguru atau mencari sahabat orang bodoh yang tidak menuruti hawa nafsunya,
lebih baik dari pada berguru pada orang 'alim yang merelakan dirinya
untuk mengikuti hawa nafsunya,
lalu ilmu macam apa yang ada pada Ulama ( cendekiawan) yang menuruti hawa nafsunya?... dan disebut kebodohan yang mana,
jika orang bodoh itu tidak menuruti hawa nafsunya?....
Etika berguru atau bersahabat dengan seseorang mestinya harus selektif
agar berpengaruh positif pada keseharian kita.
Banyak orang pandai, alim, intelektual,
tetapi sepanjang kepentingan kepentingan dirinya lebih menonjol,
sama sekali tidak patut untuk diikuti,
tidak peduli apakah ustadz,kyai, cendekiawan muslim, ataukah seorang syeikh,
manakala ia masih menuruti kepentingan nafsunya,
sangat tidak layak untuk diikuti jejaknya.
Kepentingan nafsu itu seringkali justru dijadikan umpan syaitan
untuk berselingkuh dengan ilmu pengetahuan, kebenaran,agama dan hal hal yang suci.
Artinya mereka yang berselimut kesucian, keulamaan, kecendekiawanan
jika masih menuruti hawa nafsunya seperti popularitas, riya', takjub diri,
ingin dipuji, takabur, egois berarti ia tetap seorang yang bodoh.
Sebaliknya sama sekali tidak bisa disebut orang bodoh,
jika seseorang mampu mengekang hawa nafsunya, kepentingan dirinya,
egoismenya, iri dengkinya, walaupun ia tampak seperti orang bodoh,
tapi hakekatnya ia adalah orang pandai.
karena betapapun hebat ilmu seseorang,
sepanjang ia masih senang dengan hawa nafsunya,
ia tidak akan pernah bisa menyelamatkan dunia hingga akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar