Kamis, 23 Juni 2016

Bismillah

Bismillah

Sebenarnya kita menyembah pada Tuhan yang terlihat atau yang tidak terlihat?
Ketika Sayyidina Ali ditanya : "Wahai Ali, apakah kamu melihat Allah yang kamu sembah?
Sayyidina Ali berkata: "Aku tidak menyembah apa yang tidak aku lihat"

Perkataan sayyidina ali ini tidaklah salah, karena ucapan itu adalah ucapan orang yang sudah ma'rifatullah, orang yang sudah mencapai maqam fana fillah, ucapan orang hakikat jangan diartikan syareat atau dzahir atau yang tersurat saja, bahwa maksud melihat itu bukanlah melihat dalam artian syareat (mata jasad) namun bathin, jadi maksud dari melihat Allah adalah merasakanNya, mengetahuiNya, mengenalNya secara mendalam dengan sebenar2nya hakikat.

Pernah Nabi menuangkan ilmu ma’rifatullah kepada Sayyidina Ali, melalui Kalimat Laa ilaaha illallah.
Sebelum mengucapkan kalimat syahadat “Laa ilaaha illallah” diwajibkan bagi kita untuk mengetahui ilmu ma’rifatullah, sesuai dengan Qs Muhammad ayat 19, maksudnya : Hendaklah kamu ber ilmu ma’rifatullah terlebih dahulu, barulah kamu berkata : Bahwa sesungguhya Tiada Tuhan yang sebenar-benarnya melainkan Allah.

Ketika Nabi muhammad menuangkan ilmu ma’rifatullah kepada Sayyidina Ali beliau sabda : Hai Ali, Pejamkan dua matamu dan engkau dengar dari pada aku tiga kali aku berkata “Laa ilaaha illallah” tiga kali, dan aku mendengar bacaan engkau. Maka berkata Nabi tiga kali mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” dengan memejamkan kedua mata, Nabi mengangkat suaranya, Ali mendengarnya. Kemudian Ali mengatakan “Laa ilaaha illallah” tiga kali seperti yang dikatakan Nabi itu, dan Ali pun memejamkan kedua matanya dan mengangkatkan suaranya, sedangkan Nabi mendengar bacaan Ali.

Saat Ali ibn Abi Thalib mengalami fana fillah. Kemudian Setelah Ali sadar, maka Nabi bertanya kepada Ali mengenai perjumpaannya dengan Allah, maka Ali berkata :

Roaitu robbi bi'aini qolbi, faqultu laa sakka anta anta Allah.
“Kulihat Tuhanku dengan mata hatiku dan akupun berkata: tidak aku ragu engkau, engkaulah Allah”.

Setelah Ali menceritakan perjumpaannya dengan Allah, maka kemudian Nabi membawa Ali di hadapan para umat dan berkata :
Ana madinatul 'ilmi wa ali baabuhaa
“Aku adalah gudangnya ilmu dan Ali adalah pintunya”.

Sayyidina Ali ibn Abi Thalib adalah sahabat Nabi dan sekaligus sahabat yg diberi izin untuk mengajarkan Ilmu ma'rifatullah ini dengan gelar “Karamullah Wajhahu” (fana / karam memandang wajah Allah) yaitu suatu gelar yg hanya diberikan kepada Ali ibn Abi Thalib karena ia telah fana (karam) dalam memandang wajah Allah. Kemudian Ilmu Tasawwuf ma'rifatullah ini, diajarkan sayyidina Ali kepada Hasan Basri dan dari Hasan Basri mengajarkannya kepada generasi sesudahnya dan seterusnya kemudian timbulah ilmu tasawwuf yang dinamakan dengan Tharekat sufi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar