Selasa, 28 Juni 2016

Mengenai Syirik Tersembunyi


Mengenai Syirik Tersembunyi

Syekh Salah, pelayannya melaporkan, “Syah Naqsyband (q) pada suatu ketika berkata kepada para pengikutnya, Hubungan antara kalbu kalian dengan sesuatu selain Allah adalah hijab terbesar bagi seorang salik,’ setelah itu beliau membaca syair puisi berikut ini:

Hubungan dengan selain Allah

Adalah hijab yang terkuat,
Dan meninggalkannya,
adalah Pembuka bagi suatu Pencapaian.

Segera setelah beliau membaca syair ini, sesuatu terlintas di dalam kalbuku bahwa beliau merujuk pada hubungan antara Iman dan Islam. Beliau memandangku dan tertawa, lalu beliau berkata, ‘Tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan oleh Hallaj? “Aku menolak agama Allah, dan penolakan itu adalah wajib bagiku meskipun tampak mengejutkan bagi Muslim.” Wahai Syekh Salah, apa yang terlintas dalam kalbumu--bahwa hubungan itu adalah antara Iman dan Islam --bukanlah hal yang penting. Yang penting adalah Iman Sejati, dan Iman Sejati bagi para Shiddiqin yaitu dengan membuat kalbu menyangkal segala sesuatu selain Allah. Itulah yang membuat Hallaj mengatakan, “Aku menolak agama-Mu dan penolakan ini adalah wajib bagiku, meskipun tampak mengejutkan bagi Muslim.” Kalbunya tidak menginginkan yang lain kecuali Allah.”

“Tentu saja Hallaj, tidak menyangkal keimanannya dalam Islam, tetapi menekankan ikatan kalbunya kepada Allah saja. Jika Hallaj tidak menerima segala sesuatu kecuali Allah, bagaimana orang dapat mengatakan bahwa ia sebenarnya menyangkal agama Allah? Pernyataannya tentang hakikat musyahadahnya mencakup segalanya dan membuat kesaksian awam dari kebanyakan Muslim menjadi tidak ada apa-apanya.”

Syekh Salah melanjutkan bahwa Syah Naqsyband (q) berkata, “Orang-orang di Jalan Allah tidak mengagumi apa yang mereka lakukan; mereka melakukannya hanya karena cintanya kepada Allah.”

Syah Naqsyband (q) berkata,

Rabi’a al-’Adawiyya (q) berkata, ‘Ya Allah, aku tidak beribadah dengan mengharapkan balasan Surga-Mu, dan tidak pula takut akan siksa-Mu, namun aku menyembah-Mu hanya demi Cinta-Mu.’ Jika ibadah kalian hanya untuk menyelamatkan diri kalian sendiri atau untuk mendapat balasan tertentu bagi diri kalian, maka itu adalah syirik tersembunyi, karena kalian telah menyekutukan sesuatu dengan Allah, baik berupa pahala atau dosa. Inilah yang dimaksud oleh Hallaj.

Syekh Arslan ad-Dimasyqi (q) mengatakan--sebagaimana yang diriwayatkan oleh Syah Naqsyband (q),
Ya Allah, Agama-Mu bukanlah apa-apa, melainkan syirik tersembunyi dan tidak mengimaninya merupakan kewajiban bagi setiap hamba sejati. Orang-orang beragama tidak menyembah-Mu, mereka hanya menyembah-Mu untuk meraih Surga atau agar selamat dari Neraka. Merereka menyembah keduanya sebagai berhala, dan itu adalah seburuk-buruknya kemusyrikan. Kau mengatakan, “man yakfur bi ’t-taghuuti wa yu’min bi ‘l-Laahi faqad istamsaka bi ‘l-`urwati ‘l-wutsqa (“Barang siapa yang ingkar kepada thagut (berhala) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada Tali yang Kokoh”) [2:256]. Untuk mengingkari berhala-berhala ini dan untuk beriman kepada-Mu merupakan suatu kewajiban bagi para Shiddiqin.

Syekh Abul-Hasan asy-Syadzili (q), salah seorang Syekh Sufi besar ditanya oleh Syekhnya, “Wahai anakku, dengan apa engkau akan bertemu dengan Tuhanmu?” Beliau berkata, “Aku datang kepada-Nya dengan kemiskinanku.” Syekhnya berkata,

“Wahai anakku, jangan pernah kau ulangi lagi hal ini. Ini adalah berhala terbesar, karena engkau masih datang kepada-Nya dengan sesuatu. Bebaskan dirimu dari segala sesuatu kemudian datanglah kepada-Nya. Para fuqaha dan pemegang ilmu lahir (eksternal) memegang teguh pada amal mereka dan pada asas tersebut, mereka mengembangkan konsep pahala dan dosa. Jika mereka baik, mereka akan mendapati kebaikan tetapi bila mereka buruk, mereka akan mendapati keburukan; yang bermanfaat bagi seorang hamba adalah amalnya dan yang menyakitinya adalah amalnya juga. Bagi para ahli tarekat, ini adalah syirik tersembunyi, karena orang itu menyekutukan sesuatu dengan Allah. Meskipun merupakan suatu kewajiban untuk melakukan (amal baik), namun demikian kalbu tidak boleh terikat dengan amal-amal itu. Amal itu hanya dilakukan karena Allah dan demi Cinta-Nya, tanpa mengharapkan sesuatu sebagai balasannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar