Selama dzikir berlangsung , Wuquf Qalbi (keterjagaan hati)
mestilah sedemikian rupa , dan dzikir harus banyak diucapkan
agar kesadaran akan keberadaan Allah ,
yang merupakan hakikat manusia , bisa lahir dalam hati,
yakni dzikr mesti di ulang-ulang sesering mungkin
agar buahnya -
berupa mengingat dan sadar akan keberadaan Allah
serta merasakan kehadiran-Nya secara batiniah dan lahiriah -
bisa dipetik.
Fakultas kesadaran atau merasakan kehadiran Allah
dianugerahkan kepada manusia ,
dan ada dalam setiap diri manusia secara potensial.
Karena itu, kemampuan ini
mesti direalisasikan dan diaktualisasikan.
Dan begitulah dzikr dilakukan oleh fakultas hati.
Semakin banyak dzikr ini dilakukan,
maka ia akan semakin bermanfaat.
Sekurang-kurang nya,
dzikr ini diulang lima ribu kali
dalam sekali atau dua kali duduk.
Dzikr al-Qalbi ini boleh dilakukan
sambil berbaring, duduk, berjalan,
sesudah wudhu atau tanpa wudhu.
Kesucian fisik , wudhu, duduk, menghadap kiblat
tidak diperlukan untuk melantunkan dzikir ini.
Boleh dikatakan dzikir ini bersifat tidak terratur.
Ini berbeda dari dzikir yang disebutkan terdahulu,
yang bersifat teratur.
Dalam dzikir ini ,
pikiran diarahkan kepada hati,
dan hati kepada Allah.
Dzikr ini mesti di ulang-ulang ,
tidak kurang dari dua puluh lima ribu kali,
sampai hati menjadi aktif dengan mengingat Allah.
Yang demikian ini disebut,
"membangkitkan Lathifah al-Qalb."
Pada umumnya , gejala nya ialah bahwa
ketika sang dzakir merenung dalam hati,
ia merasakan ada gerakan di bagian hati,
yang dekat dengan denyut nadi.
Cahaya lathifah al-Qalb adalah merah.
Sebagian orang bisa merasakannya , dan sebagian lagi tidak.
Akan tetapi, setiap orang merasakan
kesenangan , ketenangan, kedamaian, dan sejenis kefanaan.
Hati pun diliputi cinta kepada Allah dan berseru ;
"Akulah orang yang hatinya
terpikat oleh Cinta-Mu,
Keuntungan dalam kedua dunia
tidak bernilai bagiku !"
Dalam risalahnya, Khulashat as-Suluk ,
Syaikh Rafi'uddin Qandzari Descani mengatakan,
"Ada dua macam hati,
yang satu disebut hati kasat mata
dan satu lagi, hati hakiki.
Hati hakiki adalah fakultas aperseptif
yang bertanggung jawab atas raga.
hati berhubungan dengan "alam perintah"
dan bukan dengan "alam penciptaan".
Ia sepenuhnya bersifat murni abstrak ,
dan penuh dengan cahaya ,
serta tidak bergantung pada materi,
sejauh menyangkut esensinya.
Kita merasakan hati ini
dalam diri kita melalui intuisi,
tetapi diketahui ,
ada hubungan antara hati hakiki dengan Zat Allah,
jenis hubungan serupa yang juga ada
dalam sebuah kata dan maknanya,
yang bisa diketahui dalam satu cara ,
namun tidak seluruhnya ,
sebagaimana diungkapkan oleh seorang Sufi,
"Hati ku (boleh dikata) adalah sebuah kata,
dan mengingat-Mu adalah makna kata itu,
(Nah) Mana mungkin ...
makna bisa dipisahkan dari kata."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar