Minggu, 19 Juni 2016

TAREKAT NAQSYABANDIYYAH

Selama dzikir berlangsung , Wuquf Qalbi (keterjagaan hati)
mestilah sedemikian rupa , dan dzikir harus banyak diucapkan
agar kesadaran akan keberadaan Allah  , 
yang merupakan  hakikat manusia , bisa lahir dalam hati,
yakni dzikr mesti di ulang-ulang  sesering mungkin 
agar buahnya - 
berupa mengingat dan sadar akan keberadaan Allah
serta merasakan kehadiran-Nya secara batiniah dan lahiriah -
bisa dipetik.

Fakultas kesadaran atau merasakan kehadiran Allah
dianugerahkan kepada manusia , 
dan ada dalam setiap diri manusia secara potensial.
Karena itu,  kemampuan ini  
mesti direalisasikan dan diaktualisasikan.

Dan begitulah dzikr dilakukan oleh fakultas hati.
Semakin banyak dzikr ini dilakukan,
maka ia akan semakin bermanfaat.
Sekurang-kurang nya, 
dzikr ini diulang lima ribu kali 
dalam sekali  atau dua kali duduk.
Dzikr al-Qalbi ini boleh dilakukan 
sambil berbaring, duduk, berjalan, 
sesudah wudhu atau tanpa wudhu.

Kesucian fisik  , wudhu, duduk, menghadap kiblat
tidak diperlukan untuk melantunkan dzikir ini.
Boleh dikatakan  dzikir ini bersifat tidak terratur.
Ini berbeda dari dzikir yang disebutkan terdahulu,
yang bersifat teratur. 

Dalam dzikir ini ,
pikiran diarahkan kepada hati,
dan hati  kepada Allah.

Dzikr ini mesti di ulang-ulang ,
tidak kurang dari dua puluh lima ribu kali,
sampai hati menjadi aktif dengan mengingat Allah.
Yang demikian ini disebut,
"membangkitkan Lathifah al-Qalb."

Pada umumnya , gejala nya ialah bahwa 
ketika sang dzakir merenung dalam hati,
ia merasakan ada gerakan di bagian hati,
yang dekat  dengan denyut nadi.
Cahaya  lathifah al-Qalb adalah merah.
Sebagian orang bisa merasakannya , dan sebagian lagi tidak.
Akan tetapi, setiap orang  merasakan 
kesenangan , ketenangan, kedamaian, dan sejenis kefanaan.
Hati pun diliputi cinta kepada Allah dan berseru ;

"Akulah orang yang  hatinya 
 terpikat oleh Cinta-Mu,
 Keuntungan dalam kedua dunia 
 tidak bernilai bagiku !"

Dalam risalahnya, Khulashat as-Suluk , 
Syaikh Rafi'uddin Qandzari Descani mengatakan,

"Ada dua macam hati,
 yang satu disebut hati kasat mata
 dan satu lagi, hati hakiki.
 Hati hakiki adalah fakultas aperseptif 
 yang bertanggung jawab atas raga.
 hati berhubungan dengan "alam perintah"
 dan bukan dengan "alam penciptaan".

 Ia sepenuhnya bersifat murni abstrak ,
 dan penuh dengan cahaya , 
 serta tidak bergantung pada materi,
 sejauh menyangkut esensinya.

 Kita merasakan hati ini 
 dalam diri kita melalui intuisi, 
 tetapi diketahui  , 
 ada hubungan antara hati hakiki dengan Zat Allah,
 jenis hubungan serupa  yang juga ada 
 dalam sebuah kata dan maknanya,
 yang bisa diketahui dalam satu cara ,
 namun tidak seluruhnya , 
 sebagaimana diungkapkan oleh seorang Sufi,

 "Hati ku (boleh dikata) adalah sebuah kata,
  dan mengingat-Mu adalah makna kata itu,
  (Nah) Mana mungkin ...
  makna bisa dipisahkan dari kata."





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar