Bagi yang belum tahu
ABUL HUSAIN AN NURI/ AN NUN
Abdul Husain Ahmad bin Muhammad an-Nuri, lahir di Baghdad dan
keluarganya berasal dari Khurasan. Ia adalah murid Sari as-Saqathi dan
sahabt karib al-Junaid. Sebagai seorang tokoh sufi terkemuka di kota
Baghdad ia telah mengubah berbagai syair mistis yang indah. Ia meninggal
pada tahun 295H/908 M/
DISIPLIN DIRI ABUL HUSAIN AN-NURI
Abul Husain Ahmad an-Nuri melakukan disiplin diri seperti yag dilakukan
oleh Al-Junaid. Ia dijuluki Nuri (Manusia yang memperoleh cahaya)
karena setiap kali ia berbicara di suatu ruangan pada malam yang gelap,
dari mulutnya keluar cahaya sehingga seluruh ruangan tersebut menjadi
terang. Alasan lain mengapa ia dijuluki demikian adalah karena ia
menjelaskan rahasia-rahasia yang paling pelik dengan cahaya intuisi.
Tetapi versi yang ketiga mengatakan bahwa ia mempunyai sebuah tempat
menyepi di tengah padang pasir, di mana ia biasa shalat di sepanjang
malam dan apabila ia berada di tempat itu, orang-orang dapat menyaksikan
cahaya yang memancar dari tempat tersebut.
Pada awal kehidupan
mistiknya, setiap hari ia keluar rumah pagi-apgi sekali dan pergi ke
tokoya untuk mengambil beberapa potong roti uantuk dibagi-bagikannya
sebagai sedekah. Setelah itu barulah ia pergi ke masjid untuk shalat
Shubuh dan tetap di situ sampai tengah hari. Kemudian ia baru pergi ke
tokonya. Orang-orang di rumah menyangka bahwa ia telah makan di toko dan
orang-orang di toko menyangka bahwa ia telah makan di rumah. Yang
demikian dilakukannya secara terus menerus selama dua puluh tahun tanpa
seorang pun yang mengetahui perihal yang sesungguhnya.
Mengenai dirinya sendiri, Abul Husain Ahmad an-Nuri berkisah sebagai berikut :
Bertahun-tahun aku berjuang, mengekang diri dan meninggalkan pergaulan
ramai. Betapapun aku telah berusaha keras, namun jalan belum terbuka
bagiku.
“Aku harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki diriku.”
Aku berkata di dalam hati. “Jika tidak, biarlah aku mati terlepas dari
hawa nafsu ini.”
“Wahai jasmaniku,” aku berkata.
“Bertahun-tahun sudah engkau menuruti hawa nafsumu sendiri, makan,
melihat, mendengar, berjalan-jalan, mengambil, tidur, bersenang-senang
dan memuaskan hasratmu. Sungguh, semua itu akan mencelakakanmu. Sekarang
masuk lah ke dalam penjara, akan ku belenggu dirimu dan kukalungkan
kepada lehermu segala kewajiban kepada Allah. Jika engkau sanggup
bertahan dalam keadaan seperti itu, engkau pasti meraih kebahagiaan.
Tapi jika kau tak sanggup maka setidaknya engkau akan mati di atas jalan
Allah.”
Maka, berjalanlah aku di atas jalan Allah. Pernah ku
dengar bahwa hati para mistik merupakan alat yang ama t awas
danmengetahui rahasia segala sesuatu yang terlihat dan terdengar oleh
mereka. Karena aku sendiri tak memiliki hati yang seperti itu, maka aku
pun berkata kepada diriku sendiri : “Ucapan-ucapan para Nabi dan
manusa-manusia suci adalah benar. Mungkin sekali aku telah bersikap
munafik dalam usahaku selama ini, dan kegagalanku ini adalah karena
kesalahanku sendiri. Di sini tak ada tempat untuk berbeda pendapat.
Sekarang aku ingin merenungi diriku sendiri sehingga aku benar-benar
mengenalnya.”
Maka, aku merenungi diriku sendiri. Ternyata
kesalahanku adalah bahwa hati dan hawa nafsuku bersatu. Bila hati dan
hawa nafsu berpadu, celakalah! Karena jika ada sesuatu yang menyinari
hati, maka hawa nafsu akan menyerap sebagian daripadanya. Sadarlah aku
bahwa hal inilah yang menjadi sumber dilemma yang ku hadapi selama ini.
Segala sesuatu yang datang dari hadirat Allah ke dalam hatiku, sebagian
diserap oleh hawa nafsuku.
Sejak saat itu, segala perbuatan
yang diperkenankan oleh hawa nafsuku tidak ku lakukan. Yang aku lakukan
adalah hal-hal lain yang tak disukainya. Misalnya, apabila hawa nafsuku
berkenan jika aku Shalat, berpuasa, bersedekah, menyepi atau bergaul
dengan sahabt-sahabatku, maka aku melakukan hal yang sebaliknya.
Akhirnya segala hal yang diperkenankan hawa nafsuku dapat ku buang dan
rahasia-rahasia mistik mulai terbuka di dalam diriku.
“Siapakah engkau,” aku bertanya..
“Aku adalah mutiara dari Lubuk Tanpa Hasyrat.” Terdengar jawaban.
“Katakan kepada murid-muridmu, lubukku adalah Lubuk Tanpa Hasyrat dan
mutiaraku adalah Mutiara dari Lubuk Tanpa maksud.”
Keudian aku turun ke sungai Tigris dan berdiri di antara dua buah biduk.
“Aku tidak akan beranjak dari tempat ini,” aku berkata. “sebelum ikan terjerat ke dalam jalaku.”
Akhirnya masuklah seekor ikan ke dalam jalaku. Ketika ku angkat jalaku
itu, akupun berseru : “Alhamdulillah, perjuanganku telah berhasil.”
Aku menunjungi Junaid dan berkata kepadanya : “Sebuah karunia telah dilimpahkan kepdaku.”
“Abul Husain Ahmad an-Nuri, junaid menjawab, “Jika yang terjerat oleh
jalamu itu adalah seekor ular, bukan seekor ikan, itulah pertanda sebuah
karunia. Karena engkau sendiri telah campur tangan. Hal itu hanyalah
sebuah tipuan, bukan sebuah karunia. Tanda dari suatu karunia adalah
bahwa engkau sama sekali tidak ada di sana lagi.”
NURI DI DEPAN KHALIFAH
Ketika Ghulam Khalil menyatakan perang terhadap para sufi, ia pergi menghadap khlaifah dan mencela mereka.
“Orang-orang telah menyaksikan beberapa kelompok sufi
berdendang-dendang, menari-nari dan menghujjah Allah. Sepanjang hari
mereka berjalan hilir mudik, dan di malam hari mereka bersembunyi di
dalam kuburan-kuburan di bawah tanah, dan berkhotbah. Sufi-sufi ini
adalah manusia-manusia bid’ah. Seandainya pangeran kaum Muslimin
bersedia mengeluarkan perintah agar sufi- \sufi ini dibunuh, niscaya
doktrin bid’ah akan musnah, karena sesungguhnya mereka itulah
pemimpin-pemimmpin para bid’ah. Jika hal ini dilakukan oleh pangeran
kaum Muslimin, aku jamin bahwa ia akan memperoleh pahala yang
berlimpah.”
Khalifah segera memerintahkan agar Abul Hamzah,
Raqqam, Syibli, Nuri dan Junaid dibawa ke hadapannya. Setelah semuanya
berkumpul, khalifah memerintahkan agar mereka dibunuh. Algojo mula-mula
hendak memancung Raqqam tetapi nuri meloncat, menerjang maju dan berdiri
menggantikan Raqqam.
“Bunuhlah aku yang sedang tertawa-tawa bahagia ini terlebih dahulu,” kata Nuri.
“Belum tiba giliranmu.” Jawab si algojo, “ sebuah pedang bukanlah sebuah senjata yang harus dipergunakan secara tergesa-gesa.”
“Janalnku ini berdasarkan kecintaan,” Nuri menjelaskan, “Aku lebih
mencintai sahabatku daripada diriku sendiri. Yang paling berharga di
atas dunia ini adalah kehidupan. Aku ingin memberikan beberapa saat
kehidupan kepada Saudara-saudaraku ini, karena itulah aku ingin
mengorbankan hidupku sendiri, walau aku berpendapat bahwa sesaat di atas
dunia dalah jau lebih berharga daripada seribu tahun di akhirat. Dunia
ini adalah tempat berbakti di akhirat adalah tempat ygn dekat kepada
Allah, sedang untuk menghampiri-Nya harus berbakti kepada-Nya.”
Ucapan-ucapa Nuri ini disampaikan kepada khalifah yang menjadi sangat
kagum karena ketulusan dan kejujuran Nuri itu. Maka diperintahkannya
agar hukuman itu ditangguhkan dan persoalan mereka diserahkan kepada
qadhi.
“Mereka tak dapat dintuntut tanpa bukti-bukti,” si qdhi
menjelaskan. Sesungguhnya si qadhi telah mendengarkan khotbah-khotbah
Nuri dan mengetahui keahlian Nuri dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan. Maka berpalinglah ia kepada Syibli. “Akan ku tanyakan orang
gila ini mengenai sesuatu bidang yang tidak akan sanggup dijawabnya,”
ia berkata di alam hati.
“Berapakah yang dizakatkan seseorang bila ia memiliki uang dua puluh dinar?.” Si qadhi bertanya kepada Sybli.
“Dua puluh setengah dinar,” jawab Sybli.
“Siapakah yangmenetapkan zakat yang sebesar itu?.” Si qadhi menanya.
“Abu Bakar yang agung,” Jawab Sybli, “Ia memberikan semua yang
dimilikinya sebanyak empat puluh ribu dinar sebagai zakat.” Jawab Sybli.
“Ya, tetapi mengapakah engkau tadi menambahkan setengah dinar?.
“Sebagai denda.” Jawab Sybli, “Ia telah menyimpan uang dua puluh dinar
dan oleh karena itu ia harus membayar setengah dinar sebagai dendanya.”
Kemudian si qadhi berpaling kepada Nuri dan mempertanyakan sebuah
masalah hukum. Nuri segera memberi sebuah jawaban yang membuat si qadhi
bingung, Nuri memberi penjelasan.
“Qadhi, engkau telah
mengajukan semua pertanyaan-pertanyaan ini, tetapi tak satu pun di
antaranya yang penting. Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang
berdiri karena Dia, yang berjalan dan beristirahat karena Dia, yang
hidup karena Dia dan berdiam diri merenungi-Nya. Apabila sesaat saja
mereka berhenti merenungi-Nya nisaya binasalah mereka. Melalui Dia
mereka tidur, melalui Dia mereka makan, melalui Dia mereka menerima,
berjalan, melihat, mendengar dan melalui Dia mereka ada. Inilah ilmu
yang sesungguhnya, bukan yang engkau pertanyakan itu.”
Si qadhi terbungkan ak dapat berkata apa-apa. Kemudian ia mengirim surat kepada khalifah.
“Jika orang-orang seperti mereka ini dianggap sebagai orang yang tiada
bertuhan dan bid’ah, maka keputusanku adalah bahwa seluruh dunia ini
tiada seorang pun yang percaya kepada Allah Yang Maha Esa.”
Khalifah memerintahkan agar tahanan-tahanan itu di bawa ke hadapannya.
“Adakah sesuatu hal yang kalian inginkan?.” Khalifah bertanya kepada mereka.
“Ada” mereka menjawab. “Kami ingin agar engkau melupaka kami. Kami
ingin agar engkau tidak memuliakan kami dengan restumu dan tidak
mengusir kami dengan murkamu, karena bagi kami, kemurkaanmu itu sma
dengan restumu, dan restumu itu sama dengan kemurkaanmu.”
Khalifah menangis dengan hati yang tersayat dan membebaskan mereka dengan segala hormat.
ANEKDOT-ANEKDOT MENGENAI DIRI NURI
Pada suatu hari melihat seseorang yang sedang shalat sambil memutar-mutar kumisnya.
“Janganlah engkau sentuh kumis Allah,” Nuri menghardiknya.
Seruan itu dilaporkan orang kepada Khalifah. Ahli-ahli hukum sudah
sepakat bahwa ucapan seperti itu, berarti Nuri telah tergelincir ke
dalam kekafiran. Oleh karena itu, Nuri dihadapkan kepada khalifah.
“Benarkah engkau telah mengucapkan kata-kata seperti itu?.” Tanya khalifah.
“Benar,” jawab Nuri.
“Mengapa engkau berkata demikian?.” Tanya khalifah lagi.
“Siapakah yang memilik hamba Allah?.” Nuri balik bertanya kepada khalifah.
“Allah,” jawab khalifah.
“Siapakah yang memiliki kumis hamba-Nya itu?,” Nuri melanjutkan.
“Dia yang memiliki si hamba,” jaab khalifah.
Di kemudian hari khalifah berkata : “Aku bersyukur kepada Allah karena Dia telah mencegahku untuk membinasakan Nuri.”
“Di kejauhan yang tak terlihat, nampaklah oleh ku sebuah cahaya,” Nuri
berkata, “aku tersu menatapnya hingga aku sendirilah yang menjadi cahaya
itu.”
oooOOOooo
Pada suatu hari Junaid mengujungi
Abul Husain Ahmad an-Nuri. Sesampainya di rumah Abul Husain Ahmad
an-Nuri, Abul Husain Ahmad an-Nuri menyambut kedatangannya denga
merebahkan diri di depan Junaid. Kemudian Nuri mengeluh karena ia telah
diperlakukan secara tidak adil.
“Perjuanganmu semakin berat,
sedangkan engkau sudah kehabisan tenaga. Selama tiga puluh tahun ini.
apabila Dia ada, maka akupun tiada, dan apabila aku ada, maka Dia pun
tiada. Ada-Nya adalah tiadaku. Semua permohonan-permohonanku dijawab-Nya
dengan ‘Aku sajalah yang ada, atau engkau saja.”
Junaid
berkata kepaa sahabt-sahabatnya : “Saksikanlah oleh kalian seorang
manusia yang telah mengalami percobaan yang semakin beratnya dan telah
bingung dibau Allah.”.
Kemudian Junaid berpaling kepda Nuri dan berkata :
“Memang begitulah seharusnya. Dia tertutup oleh engkau. Apabila Dia
terlihat melalui engkau meka engkau menjadi tiada dan segala yang ada
adalah Dia.
oooOOOooo
Beberapa sahabt mengunjungi
Junaid dan berkata : “Telah beberpa hari ini, baik siang maupun malam,
dengan membawa sebuah batu di tangannya Abul Husain Ahmad an-Nuri
berjalan hilir mudik sambil berteriak-teriak : “Allah, Allah,” Dan
selama itu ia tidak makan, tidak minum dan tidak tidur tetapi ia tetap
melakukan shalat tepat pada waktunya dan pernah melalaikannya.”
Kemudian mereka berkata :
“Ia masih waras dan belum beralih ke dalam keadaan lupa diri. Hal ini
terbukti karena ia masih ingat kapan harus melakukan shalat dan masih
dapat melakukannya. Itulah tanda bahwa ia masih sadar dan belum lupa
diri. Seseorang yang telah lupa diri takkan sadar akan sesuatu pun.”
“Bukan demikian halnya,” Junaid menjawab, “Semuanya yang kalian katakan
itu tidak benar. Sesungguhnya manusia-manusia yang memuji-muji Allah,
mereka akan dipelihara , dan di jaga Allah agar mereka tidak lalai
beribadah kepada-Nya, apabila tiba saatnya bagi mereka untuk beribadah.
Junaid kemudian pergi mengunjungi Nuri.
“Abul Husain” ia berkata kepada Abul Husain Ahmad an-Nuri, “Jika engkau
memang tahu bahwa dengan berteriak-teriak itu Allah berkenan kepadamu,
katakanlah kepadaku agar aku akan berteriak-teriak pula. Jika engkau
memang tahu bahwa kepuasan bersama Dia adalah lebih baik, maka pergilah
menyepi sehingga bathinmu memperoleh damai.”
Abul Husain Ahmad
an-Nuri segera menghentikan teriak-teriakannya itu. “engkau memang
seorang guru sejati,” katanya kepada Junaid.
oooOOOooo
Sybli sedang berkhotbah ketika Abul Husain Ahmad an-Nuri masuk dan berdiri di sisinya.
“Sejahteralah engkau wahai Abu Bakar!.” Abul Husain Ahmad an-Nuri mengucap salam kepada Sibli.
“Semoga engkau pun memperoleh sejahtera, wahai pangeran di antara manusia-manusia yang murah hati,” Sibli membalas salamnya.
Abul Husain Ahmad an-Nuri berkata : “Allah Yang Maha Besar tidak senang
terhadap seorang berilmu yang mengajarkan ilmunya sedan ia sendiri
tidak melaksanakannya. Jika engkau melaksanakan hal-hal yang engkau
ajarkan ini tetapi di atas mimbar itu, Jika tidak, turunlah.”
Sybli merenung. Ternyata ia sendiri tidak melaksanakan hal-hal yang
dikhotbahkannya itu. Oleh karena itu ia pun turun dari atas mimbar itu.
Selama empat bulan ia mengunci diri dan tak pernah keluar dari rumahnya.
Kemudian dengan berbondong-bondong orang mendatangi Sybli, membawa dan
menyruhnya berbicara di atas mimbar. Hal ini terdengar oleh Abul Husain
Ahmad an-Nuri dan ia pun segera ke tempat itu.
“Abu Bakar,”
Nuri berseru kepada Sybli. “Engkau menyembunyikan kebenaran dari mereka,
jadi wajarlah apabila mereka menyuruhmu berbicara di atas mimbar. Aku
sendiri dengan setulus hati telah mencoba manasehati mereka tetapi
mereka mengusirku dengan lontaran batu dan melemparkanku ke termpat
sampah.”
“Wahai pangeran di antara manusia-manusia yang murah
hati. Apakah naseehat yang hendak kau sampaikan itu dan apakah kebenaran
yang aku sembunyikan itu?.” Sybli bertanya kepada Nuri.
“Nasehatku,” Abul Husain Ahmad an-Nuri menjawab, “biarkanlah manusia
pergi kepada Tuhannya. Rahasia yang engkau sembunyikan adalah bahwa
engkau menjaid sebuah tirai yang memishkan Allah dari manusia. Siapakah
engkau ini sebenarnya sehingga engkau menjadi penengah di antara Allah
dengan ummat manusia sedangkan menurut pandanganku engkau belum patut
dimuliakan seperti itu?.”
oooOOOooo
Abul Husain Ahmad
an-Nuri duduk bersama seseorang. Keduanya menangis tersedu-sedu. Ketika
orang itu telah pergi, Abul Husain Ahmad an-Nuri berpaling kepada
sahabat-sahabatnya dan bertanya :
“Tahukah kalian siapakah orang tadi?.”
“Tidak,” jawab mereka.
“Dia itu Iblis,” Abul Husain Ahmad an-Nuri menjelaskan kepada
sahabt-sahabtnya. “Tadi ia mengisahkan perbuatan-perbuatan yang telah
dilakukannya dan riwayat hidupnya, kemudian ia meratapi kedukaan hatinya
karena telah berpisah dari Allah. Seperti yang telah kalian saksikan si
Iblis menangis dan aku pun turu menangis beserta dia.”
oooOOOooo
Ja;far al-Khuldi berkisah, Abul Husain Ahmad an-Nuri sedang berdoa di
suatu tempat yang terpencil. Aku dapat mendengar apa-apa yang
diucapkannya.
“Ya Allah,” Abul Husain Ahmad an-Nuri berkata di
dalam doanya, “Engkau menghukum penghuni-penghuni neraka. Semua mereka
adalah ciptaanMu, melalui ke MahatahuanMu, KemahakuasaanMu dan Kehendak
Mu, sejak sedia kala. Jika Engkau memang menghendaki manusia ke dalam
neraka, Engkaulah yang berkuasa untuk melemparkan mereka ke dalam neraka
dan mengantarkan mereka ke dalam surga.”
Aku takjub mendengar
kata-kata itu. Kemudian pada suatu malam aku bermimpi. Dalam mimpi
ituseseorang datang menjumpai ku dan berkata :
“Allah
memerintahkan : “Katakanlah kepada Abul Husain, sesungguhnya Aku telah
memuliakan dan menaruh belas kepada mu karena doamu itu.”
oooOOOooo
Abul Husain Ahmad an-Nuri meriwayatkan, pada suatu malam ketika kulihat
tidak seorang pun yang berada di sekita Ka’bah aku pun berjalan
mengelilingi. Setiap kali melalui Hajarul Aswad aku melakukan shalat dan
beroda :
“Ya Allah, berikanlah kepadaku suatu kehidupan dan suatu sipat yang kekal.”
Kemudian pada suatu hari terdengarlah olehku sebuah suara dari dalam Ka’bah :
“Abul Husain, apakah engkau hendak menyamai-Ku? Aku tidak berubah dari
sipat-Ku tetapi aku membuat hamba-hamba Ku bergerak dan berubah. Hal itu
Ku laukan agar Ketuhanan menjadi jelas berbeda dari penghambaan. Hanya
Aku sajalah yang kekal di dalam satu sipat sedang sipat manusia
senantiasa berubah.”
oooOOOooo
Sybli meriwayatkan :
Aku pergi mengunjungi Abul Husain Ahmad an-Nuri. Aku dapati ia sedang
bermeditasi dan tak sehelai rambutnya pun yang bergerak.
“Dari siapakah engaku belajar meditasi yang seperti ini?,” aku bertanya kepadanya.
“Dari seekor kucing yang duduk di lobang tikus,” jawab Abul Husain
Ahmad an-Nuri. Binatang itu malah lebih tenang daripada aku.”
oooOOOooo
Pada suatu malam penduduk Qadisiyah gempar mendengar berita :
“Seorang sahabat Allah terkurung di Lembah Singa. Selamatkanlah dia!.”
Semua orang bergegas ke Lembah Singa. Di sana mereka menemui Nuri
sedang duduk di pinggir lobang kuburan yang telah di galinya sendiri,
sedang singa-singa duduk mengurung dirinya. Orang-orang menyelamatkan
Nuri dan membawanya kembali. Sesampainya di Wadisiyah mereka bertanya
kepadanya apakah sebenarnya yang telah terjadi.
“Setelah
beberapa lama aku berpuasa,” Nuri mengisahkan. “Ketika aku berjalan di
padang psir itu terlihatlah olehku sebuah pohon kurma. Aku ingin sekali
mencicipi buah kurma yang segar itu. Kemudian aku berkata kepada diriku
sendiri : “Ternyata masih ada hasrat di dalam hatimu. Akan kumasuki
Lembah Singa ini agar engaku dicabik-cabiknya sehingga engkau tidak bisa
menginginka kurma lagi.”
oooOOOooo
Nuri mengisahkan,
suatu hari ketika aku sedang mandi di sebuah telaga, seorang pencuri
melarikan pakaianku. Belum sempat aku keluar dari telaga itu, si pencuri
telah kembali untuk menyerahkan pakaian itu kepadaku lagi. Ternyata
tangannya terkena sampar. Aku berseru : “Ya Allah, karena ia telah
mengembalikan pakaianku, maka sembuhkan pulalah tangannya!.”
Sesaat itu juga tanganya sembuh.
oooOOOooo
Pasar budak di kota Baghdad terbakar dan banyak orang yang terbakar
hidup-hidup. Di dalam sebuah toko, dua orang budak yahudi yang tampan
terkurung api.
Pemilik budak itu berteriak-teriak : “Siapa saja yang dapat menyelamatkan mereka, akan kuberi seribu keping dinar emas.”
Tetapi tak seorang pun berani mencoba menyelamatkan budak-budak itu.
Pada saat itu muncullah Nuri dan terlihat olehnya kedua budak yang masih
muda itu berteriak-teriak meminta tolong.
Sambil mengucap
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” Nuri mencebur
ke dalam lautan api itu dan menyelamatkan keduanya. Kemudian pemilik
budak-budak itu hendak memberi seribu dinar emas seperti yang telah
dijanjikannya, kepada Nuri.
“Simpanlah ems-emasmu itu,” Nuri
menolak,” Berterimakasih lah kepada Allah. Sesungguhnya kemuliaan yang
telah diberikan kepadaku ini adalah karena aku tidak mau menerima emas
dan menukar akhirat dengan dunia.”
oooOOOooo
Pada suatu hari ada seorang buta mengeluh : “Ya Allah, Ya Allah.” Nuri lalu menghampiri orang buta itu dan berkata :
“Apakah yang engkau ketahui tentang Allah? Seandainya pun engkau telah mengenal-Nya mengapakah engkau masih hidup?.”
Setelah berkata demikian kesadaran Nuri hilang dan dadanya dipenuhi
oleh hasrat mistis. Maka berjalanlah ia menuju padang pasir melalui
padang alang-alang yang baru ditebas sehingga aku dan tubuhnya penuh
luka. Daai setiap tetes darahnya yang tertumpah ke atas tanah terdengar
suara : Ya Allah, Ya Allah.”
Abu Nasr bin Sarraj mengatakan
ketika orang-orang membawa Nuri pulang dari padang alang-alang itu
mereka berkata kepadanya : “Katakanlah, tiada Tuhan selain Allah.”
Nuri menjawab : “Aku justru sedang menuju kepada-Nya,”
Dan tidak lama kemudian ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar