Ini adalah filsafat dzikr al-Qalb yang diformulasikan
oleh para Sufi agung dalam tarekat Naqsyabandiyyah ,
Demikianlah,
seorang penyair Persia terkenal ,Jami' ,
berbicara tentang tarekat Naqsyabandiyyah ,
"Apa yang engkau ketahui
tentang kesan Naqsyaband ?
Apa yang engkau ketahui
tentang bentuk tubuh kehidupan ?
Rumput hijau tahu nilai hujan,
Engkau kering,
bagaimana engkau tahu nilai hujan ?
Engkau masih tak tahu,
soal keimanan dan kekafiran.
Apa yang engkau ketahui,
tentang hakikat keimanan ? "
Mujaddid Alf ats-Tsani menunjukkan bahwa
kewalian (wilayah) Lathifah al-Qalb secara spiritual
berada di bawah kaki Nabi Adam.
Sang hamba yang mengikuti jejak langkah Nabi Adam
mencapai kedekatan kepada Allah melalui lathifah ini sendiri.
Hanya saja,
kekuatan dinamis dan sentripetal
seorang pembimbing spiritual masih diperlukan.
Mujaddid menjelaskan bahwa setiap hamba,
dengan bergantung pada bakat dan kesanggupannya ,
tunduk pada salah seorang Nabi,
dan keadaan spiritualnya juga tertundukkan.
Bisa dicatat bahwa
kekuatan mukjizati dalam melakukan segala sesuatu
secara adi-alami (karq al-'adah),
dan dalam melakukan berbagai tindakan karamah,
berkaitan dengan nabi dan , sebagai akibatnya juga,
dengan seorang wali meski namanya berbeda.
Dalam kasus seorang nabi ,
tindakan-tindakan semisal ini disebut mukjizah atau "mukjizat".
Akan tetapi, dalam kasus seorang wali ,
tindakan-tindakan semacam ini disebut karamat,
misalnya saja Nabi 'Isa al-Masih sanggup menghidupkan orang mati
dan dianugerahi mukjizat menyembuhkan orang sakit.
Nah,
sifat ini bisa ditemukan pada setiap wali
yang mengikuti jejak langkah Nabi 'Isa .
Kasus para wali lainnya yang mengikuti para nabi lain juga serupa.
Hanya saja,
kewalian para wali yang mengikuti Nabi Muhammad
adalah paling sempurna.
"...Itulah anugerah Allah
yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendakinya,
dan Allah Mahaluas (anugerah)Nya serta Maha Mengetahui."
Q.S. Al-Ma'idah 5;54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar