Jumat, 17 Juni 2016

APA TANDA KITA DEKAT DENGAN TUHAN?

APA TANDA KITA DEKAT DENGAN TUHAN?

Ketika suluk berakhir, 

seorang Khalifah Senior (umur Beliau lebih kurang 65 tahun) 
duduk diantara para peserta suluk dengan gaya santai 
setelah selesai bergotong-royong membersihkan surau 
baik di bagian dalam maupun bagian luar. 

Selaku orang yang baru dalam Tarekat, 
pengalaman-pengalaman murid-murid senior dari Guru 
sangat menyenangkan untuk didengar 
dan banyak sekali pelajaran yang bisa diambil 
karena yang mereka ceritakan bukan hasil dari bacaan 
tapi merupakan pengalaman nyata. 

Dalam suasana penuh keakraban, 
khalifah senior bertanya kepada khalifah yang lain, 

“Abang-abang sekalian, apa tanda kita dekat dengan Tuhan? ”.

Demikian khalifah senior bertanya kepada kami yang masih muda 

dan memang di surau sangat dijaga hadap (sopan santun) 
walaupun usia kita lebih tua tetap memanggil Abang 
kepada saudara seperguruan. 

Pertanyaan sederhana itu tidak ada yang bisa menjawab, 
semua diam dan memperhatikan dengan seksama 
wajah dari khalifah senior tersebut. 
Saya hadir disitu dan peristiwa itu lebih kurang 10 tahun yang lalu. 
Khalifah Senior dengan senyum berkata,
 “Semakin dekat kita dengan Tuhan 
maka semakin kita tidak bisa meminta kepada-Nya, 
seorang yang dekat dengan Tuhan 
ibarat seorang bayi dipangkuan ibunya, 
dia tidak pernah berprasangka buruk kepada ibunya, 
apakah ibunya memberikan makan atau tidak, 
membiarkan dia haus atau bahkan ibu membuangnya begitu saja, 
dia tetap pasrah dalam pangkuan ibunya”

Kata-kata Khalifah Senior itu sangat berbekas dalam hati saya 

dan kata-kata ini memberikan sebuah kesadaran kepada saya bahwa 
sampai saat ini saya belum dekat dengan Tuhan 
karena begitu banyak permintaan dalam doa, 
begitu banyak pula hasrat untuk menggengam dunia ini. 
Keluhan kalau mengalami sakit dan derita 
menandakan kita belum dekat dengan Tuhan. 
Mungkin kita telah mengenal-Nya, 
telah bersimpuh dikaki-Nya, 
telah merasakan betapa nikmat memandang wajah-Nya 
namun kita masih tergolong orang-orang 
yang belum dekat dihati-Nya.
Lalu bagaimana dengan ucapan Nabi bahwa 

kita harus selalu meminta kepada Tuhan 
dan orang yang tidak mau meminta 
digolongkan kepada orang-orang yang sombong? 

Bagi orang yang jauh dari Tuhan 
maka dia akan selalu meminta untuk kepentingan dirinya, 
tidak pernah dia mau berdoa untuk orang lain.

Khalifah Senior tersenyum diantara kebingungan para jamaah suluk, 

kemudian saya memberanikan diri bertanya, 
“Abangda, 
kalau ukuran dekat dengan Tuhan tidak bisa meminta kepada-Nya, 
bagaimana dengan Guru kita yang selalu mendo’akan kita, 
bukankah Beliau juga meminta kepada Tuhan? 
Dan yang saya tahu Guru kita sangat dekat dengan Tuhan ”

Masih dengan senyum yang khas Beliau berkata, 

“Anak Muda, 
Seorang yang dekat dengan Tuhan itu tidak bisa meminta untuk dirinya 
tapi doanya sangat makbul untuk orang lain 
dan dia selalu berdoa untuk orang lain, seperti Guru kita. 
Guru kita hanya memikirkan murid-muridnya, 
mana pernah Beliau berdoa agar diri nya kaya? 
Sudah puluhan tahun saya mengikuti Beliau 
dan saya tahu persis bahwa yang Beliau doakan hanya muridnya, 
ya… kita-kita ini yang selalu menjadi beban Beliau 
dan terkadang tidak tahu diri…. ” 
Ucapan terakhir tidak lagi disertai senyum 
namun dengan wajah sedih dan linangan air mata.

Beliau melanjutkan, 

“ Kita ini lah yang harus mendoakan Guru kita, 
agar semua cita-citanya dikabulkan Tuhan, 
itulah bukti rasa cinta dan kasih kita kepada Beliau…. ”

“Berulang kali saya berbuat kesalahan kepada Beliau, 

tapi selalu Beliau memaafkannya …. ”
Kemudian Khalifah Senior melanjutkan nasehatnya, 

“Jangan pernah abang-abang sekalian durhaka kepada Guru kita
 karena kalau durhaka kepada Guru 
tidak akan beruntung selama-lamanya… ”

Setelah saya memahami hakikat Ketuhanan 

dan kebenaran dari Tariqatullah 
dan saya meyakini bahwa betapa hebatnya Ilmu zikir 
yang dapat mengantarkan orang kepada Allah, 
saya memberanikan diri untuk bertanya kepada Guru, 
“Guru, 
begitu hebatnya ilmu zikir dalam tarekat ini, 
kenapa tidak semua manusia mau mengikuti jalan ini? ”

Guru tersenyum dan berkata, 

“ Hanya sedikit orang yang bisa bersyukur…. ”

Saat itu saya tidak begitu paham 

dengan apa yang beliau sampaikan 
baru sekarang saya memahaminya, 
bahwa begitu banyak karunia diberikan oleh Allah kepada manusia 
namun 
sedikit sekali yang mau menyembah-Nya dengan cara yang benar, 
sedikit sekali orang yang sungguh-sungguh mencari jalan untuk kembali kepada-Nya, 
sedikit sekali orang yang bersyukur. 

Saya jadi ingat kisah Nabi yang shalat semalaman 
dan ketika ditanya oleh Aisyah kenapa Beliau shalat begitu banyak 
sampai kaki bengkak padahal Beliau sudah dijamin masuk surga 
dan nabi menjawab,
 “Aku ingin menjadi ABDAN SYAKURA (hamba yang pandai bersyukur) ”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar