KITAB
Oleh Nashih Nashrullah
KITAB ITU DITULISNYA SEBAGAI BENTUK KEKHAWATIRANNYA ATAS MARAKNYA PENGGUNAAN ISTILAHISTILAH ATAUPUN SIMBOL-SIMBOL YANG KERAP TAK DIPAHAMI PUBLIK DALAM DUNIA TASAWUF.
Dunia para sufi menyimpan teka-teki yang bagi kalangan awam akan sulit dimengerti dan dicerna. Istilah-istilah yang beredar di komunitas ahli tasawuf hanya akan dipahami oleh mereka yang memiliki pengetahuan luas tentang olah spiritual, setidaknya para pegiat tasawuf yang memang terlibat secara langsung dengan aktivitas olah batin itu.
Di dunia Islam, banyak beredar istilah tasawuf dalam komunitas para sufi. Munculnya kata-kata baru di kalangan ahli tasawuf tak elak memicu penafsiran yang beragam. Sebagaimana istilah bahasa Arab lainnya, tak jarang kata-kata tersebut mengandung varian definisi dan makna isytirak al-lafzhi.
Pada abad ke-7 H, tasawuf mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Sejumlah pakar tasawuf memandang, perlu memberikan definisi yang tegas tentang istilah-istilah tasawuf.
Abd Ar-Razzaq Al-Kasyani (730 H) adalah satu di antara ulama yang hendak berkontribusi meletakkan batasan-batasan pada istilah-istilah tersebut. Paling tidak, langkah ini dalam pandangan Al-Kasyani akan memberikan kemudahan bagi khalayak —tanpa memandang latar belakang kompetensi—untuk mendapatkan definisi sederhana, tapi jelas mengenai istilahistilah yang masyhur di dunia tasawuf.
Bukan tidak mungkin langkah yang sama dapat menghindarkan seseorang dari kesalahpahaman terhadap penggunaan istilah-istilah itu. Sumbangsih pemikiran yang dipersembahkan oleh Al-Kasyani itu tertuang jelas dalam kitabnya, Isthilahat as-Shufiyyah.
Kitab itu berupa ensiklopedia yang mengu pas beragam istilah tasawuf. Al-Kasyani secara sengaja menulis kitab tersebut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bergulir seputar istilahistilah yang terdapat dalam dunia tasawuf.
Dilihat dari aspek kronologi penulisan, al-Kasyani menulis karyanya itu setelah merampungkan tiga kitab di bidang yang sama, yakni tasawuf. Kitab pertamanya berjudul Syarh Manazil as-Sairin. Ia juga menulis dua kitab lainnya, yakni Syarah Fushush al-Hikamdan kitab tentang penafsiran Alquran dengan corak tasawuf yang berjudul Ta’wilat al-Quran al-Karim.
Menurut al-Kaysani, kitab Isthilahat as-Shufiyyahsecara spesifik menjelaskan istilah-istilah tasawuf. Kitab itu ditulisnya sebagai bentuk kekhawatiran atas maraknya penggunaan istilah-istilah ataupun simbol-simbol yang kerap tak dipahami publik di dalam tasawuf. Penggunaan istilah yang tidak tepat dapat memicu kontraproduktif, termasuk distorsi pada tingkat aplikasi, terlebih jika melihat tingkat pengetahuan khalayak awam. Kitab Isthilahatditulis dengan konsep sederhana, singkat, tapi tak menghilangkan esensi dan kualitas kitab. Kitab itu terbagi dalam dua bagian utama.
Pada bab pertama, dijelaskan istilahistilah tasawuf, selain “maqamat” (tingkatan-tingkatan). Pada bab ini, dijelaskan pula istilah-istilah yang dibahas secara umum. Terdapat 28 bab di bagian pertama. Keseluruhan bab disusun sesuai dengan urutan abjad hijaiyah.
Berbeda dengan bagian pertama, pada bagian kedua, al-Kasyani fokus pada istilah-istilah tasawuf yang berkaitan dengan “maqamat”secara khusus. Terdapat subbab pada bagian ini. Sistematika bab pun tidak tertulis secara urut sebagaimana bagian pertama. Al-Kasyani mengklaim terdapat 1.000 maqam. Per 100 maqamyang ditulisnya terangkum masing-masing dalam 10 kategori.
Definisi ahwal
Pada bagian pertama, al-Kasyani menjelaskan makna kata-kata yang diawali dengan huruf hamzah. Salah satunya adalah kata “ahwal”. Menurut al-Kasyani, yang dimaksud dengan ahwaladalah anugerah berupa sikap ataupun posisi yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Ahwalbisa datang akibat usaha dan amal saleh untuk membersihkan hati dan jiwa.
Ahwaldapat pula diperoleh murni sebagai pemberian dari Allah. Isitilah ahwal sendiri dalam pengertian bahasa berarti beralih. Ahwaldalam tasawuf digunakan untuk menggambarkan peralihan hamba dari sifat-sifat manusiawi menuju sifat yang hak dan derajat kedekatan.
As-Suhrawardi dalam kitab Awarif al-Ma’arifmengategorikan ahwal sebagai rasa cinta (hub), rindu (syauq), ketenangan (uns), kedekatan (qurb), malu (haya), keterikatan (ittishal), fana (larut), dan kekal (baqa’).
Terkait pemaknaan “ihsan”, al-Kasyani mendefinisikannya sebagai upaya merealisasikan ibadah dengan musyahadahatau melihat seakan-akan Allah hadir menyaksikan. Penglihatan itu akan muncul seiring dengan cahaya mata hati. Bentuk penglihatan hamba saat berihsan itu adalah penglihatan nonpancaindera dan bukan penglihatan hakikat. Karena itu, dalam sabda Rasulullah, ditekankan kalimat, “Seakan-akan engkau melihat-Nya.”
Dalam dunia tasawuf, dikenal pula “baitul hikmah”. Jika pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah, istilah tersebut identik dengan pusat kajian ilmu, tetapi penggunaannya jauh berbeda di kalangan para sufi. Baitul hikmah yang mereka maksudkan adalah hati yang didominasi oleh rasa ikhlas.
Istilah lain yang dipakai untuk menyatakan kondisi hati yang bersih dan tidak ada ketergantungan dengan perkara lainnya adalah “al-bait al-muqaddas”. Ungkapan lain terkait kondisi hati para pegiat tasawuf yang masyhur digunakan adalah “bait al-muharram”.
Kondisi ini hanya dapat diraih oleh manusia yang berhasil mencapai titik kesempurnaan insan kamil. Biasanya, mereka yang memenuhi kriteria ini terjaga dari hal-hal yang batil. Apa yang diterima dan dilakukannya adalah pengejawantahan dari prinsip-prinsip yang hak.
Sedangkan, “bait al-izzah” dijadikan sebagai istilah untuk menggambarkan tingkatan hati sampai pada tingkatan fana terhadap Zat Yang Mahahak. Pada bagian lain, al-Kasyani menjelaskan makna “jadzab”dalam tasawuf. Istilah jadzablebih dikenal dengan jadzbah.
Menurut al-Kasyani, jadzbahadalah kondisi tatkala seorang hamba didekatkan dengan pertolongan Tuhan. Bantuan dan inayahyang diberikan tersebut untuk menapaki tingkatan-tingkatan menuju yang hak, tanpa beban dan usaha sama sekali.
Istilah jam'iyyah dikenal pula dalam dunia tasawuf, tetapi jam'iyyah yang dimaksud bukan jam'iyyah yang bermakna organisasi atau perkumpulan, melainkan kata tersebut bermakna berkumpulnya minat dan kemauan untuk menghadap dan ber- tawajjuhkepada Allah.
Langkah tersebut diiringi dengan mengurangi fokus dan perhatian teradap eksistensi selain-Nya. Lawan dari jam'iyyah adalah tafriqat, sedangkan definisi tafriqatitu sendiri berarti terpecahnya konsentrasi untuk bersibuk ria dengan makhluk. ed: heri ruslan
Sumber : Republika Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar