Rabu, 09 Maret 2016

~~ PEYAKSIAN KALIMAH SYAHADAH.~~

~ Bismillahirrahmannirrahim.~~

~~Siapa Saksi Dan Siapa Yang Meyaksikan

Syahadah Kita? ~~

~~ PEYAKSIAN KALIMAH SYAHADAH.~~

( Baca perlahan-alah Karena SHAHADAH adalah 
payung kepada segala ibadah.)

By: Tok Kenali ( H.Shaari).

Bag.1.

Tuan-tuan dan puan-puan yang dirahmati Allah sekalan.

Dikesempatan ini, saya ingin membicarakan tentang peyaksian,

yaitu apa maksud saksi dan apa makna meyaksikan!.

Sebelum kita mengucapkan berkalimah syahadah,

Awali dahulu dengan dengan do’a memohon petunjuk

dan hidayah dari Allah s.w.t,

agar lafaz yang keluar dari kalam bibir kita itu,

disetujui, diperkenan dan diredhai Allah s.w.t.

Bagi mendapatkan perkenan atau persetujuan Allah s.w.t,

hendaklah terlebih dahulu kita tanya kepada diri kita sendiri,

apakah kalimah syahadah yang telah berlangsung di kalam 
bibir kita itu,

dihayati dengan sajian ilmu atau berlangsung dengan sekadar 
dendangan alunan suara bibir?.

Hanya hati mereka-mereka yang ditunjuki, dianugerah dan 
yang dikehendaki Allah s.w.t sahaja yang dapat membuka 
simpulan iman yang tersembunyi di sebalik kalimah syahadah.

Allah s.w.t sahaja yang dapat membuka simpulan iman itu dan 
hanya Allah s.w.t sahaja yang dapat memberi petunjuk ke arah 
mengetahui rahsia di sebalik syahadah.

Simpulan iman yang tersimpul di sebalik syahadah itu, 
teramat sulit untuk dibuka oleh akal.

Syahadah itu, tersimpul disebalik simpulan iman.

Simpulan iman itu tersimpul di dalam kalimah “tahu“ 
tetapi tidak “mengetahui” (kenal).

Perkataan tahu itu, adalah simpulan yang tersimpul di sebalik 
khayalan akal atau hanya sekadar angan-angan.

Tanya: Siapa saksi dan siapa yang meyaksikan?.

Jawab: Semasa melafaz dua kalimah syahadah, 
kita dikehendaki menghadirkan saksi dan mengadakan saksi.

Barulah lafazan kita itu diterima pakai,

jika kita melafazkan dengan tidak ada saksi,

seumpama lafaz seekor burung tiung dan seumpama lafaz dari sebuah radio kaset.

Lafaz kita itu tidak obahnya seperti lafaz yang keluar dari 
bibir seorang kanak-kanak yang belum akil baligh.

Sebelum kita melafazkan kalimah syahadah, terutamanya 
di dalam solat,

kita dikehendaki menghadirkan dan menyaksikan wajah Allah terlebih dahulu di dalam hati.

Setelah wajah Allah itu benar-benar hadir di dalam lubuk hati kita,

barulah dua kalimah syahadah yang kita ucapkan itu,

ada nilai, ada makna dan ada yang menyaksikannya.

Jika Allah tidak dapat kita hadirkan, 
kepada Tuhan mana hendak kita persaksikan syahadah kita?.

Siapakah saksi dan siapakah yang menyaksikan 
di kala kita melafazkan kalimah syahadah?.

Yang bersaksi (melafaz) kalimah syahadah kita itu, adalah roh,

saksinya adalah Allah sendiri dan yang meyaksikannya atau selaku pemerhatinya,

adalah :

anggota zahir dan makhluk alam seluruhnya.

Oleh karena itu sebelum bersyahadah,

kita dikehendaki menghadirkan dan menzahirkan wajah Allah terlebih dahulu,

sebagai saksi ucapan syahadah kita.

Barulah ucapan kita itu, boleh dikatakan dilafaz melalui saksi.

Jika kita tidak dapat menghadirkan Allah sebagai saksi, 
siapa lagi yang hendak menjadi saksi kita?.

Tidak sah sesebuah kesaksian (perjanjian), 
bila kita yang melafaz,

kita tidak menyaksikan hakim dan kita juga yang menjadi saksinya.

Syahadah yang sah dan yang diterima Allah itu,

adalah syahadah yang disertai dengan saksi.

Saksi syahadah kita itu, adalah Allah sendiri,

tidak ada perantaraan dengan yang lain selain Allah.

Seandainya kita tidak mengenal Allah,

bagaimana untuk menghadirkan Allah ke dalam hati, sebagai saksi!.

Seandainya kita tidak mengenal diri, bagaimana pula untuk 
menghadirkan roh,

bagi menyaksikan perjanjian syahadah kita,

ketika mulut melafazkan syahadah?.

Selaku orang Islam,

jangan kita ambil mudah dan pandang ringan tentang syahadah,

ianya adalah payung kepada segala ibadah.

Apabila kedua-duanya tidak dapat kita hadirkan diketika bersyahadah atau diketika sembahyang,

apalah artinya sebuah kalimah syahadah

dan apalah maknanya sebuah ibadah sembahyang.

Coba buat pertanyaan ini kepada diri kita sendiri,

apakah ucapan kalimah syahadah dan sembahyang kita itu, 
sudah dihadiri oleh wajah Allah dan roh?.....

jika jawapannya memihak kepada tidak,

apalah artinya, gunanya dan nilainya sebuah syahadah 
atau solat kita itu, tanpa kehadiran keduanya!.

Seandainya kita tidak mengenal Allah,

kita tidak akan dapat memahami apa artinya sebuah kalimah tauhid
(Laila hailallah).

Manakala seandainya kita tidak mengenal diri,

kita tidak akan dapat memahami arti sebutan kalimah rasul
(Muhamadul Rasulullah).

Pokok pangkalnya di dalam sebarang ucapan kalimah syahadah yang kita lafazkan itu,

ianya memerlukan kepada perkara mengenal Allah dan Rasulnya
terlebih dahulu.

Barulah segala ibadah dan segala ucapan yang kita lafazkan itu,

penuh makna dan penuh arti serta diterima Allah Taala.

Apabila kita melafazkan ucapan dua kalimah syahadah atau bersolat,

hati kita hendaklah terlebih dahulu menghadirkan Allah.

Setelah Allah itu hadir dengan jelas dan nyata di hati kita,

barulah lafaz kita itu dianggap sah dan disertai sekali dengan 
saksi dan yang menyaksikannya.

Barulah syahadah kita itu, diakui benar oleh Allah Taala.

Bersambung.....

~ Bismillahirrahmannirrahim.~~

~~Siapa Saksi Dan Siapa Yang Meyaksikan

Syahadah Kita? ~~

~~ PEYAKSIAN KALIMAH SYAHADAH.~~

( Baca perlahan-alah Karena SHAHADAH adalah 
payung kepada segala ibadah.)

By: Tok Kenali ( H.Shaari).

Bag.2.

Kita tidak perlu menghadirkan orang lain selain Allah bagi menjadi saksi dalam berkalimah.

Antara kita dengan Allah, tidak ada hijab, dinding, tembok, sempadan atau perantara.

Segala makhluk tidak layak untuk menjadi saksi lafaz keramat syahadah, melainkan Allah sendiri.

Bagaimana untuk menzahir dan menghadirkan Allah ke dalam hati kita!, 
cara dan kaedah untuk menzahir dan menghadirkan wajah Allah ke dalam hati,

adalah dengan belajar ilmu mengenal Allah (ilmu makrifat).

Manakala semasa kita melafazkan kalimah rasul 
(Muhamad Rasulullah),

kita dikehendaki mengenal diri (mengenal roh) terlebih dahulu.

Bagi yang tidak mengenal diri, bagaimana untuk menzahir dan menghadirkan roh untuk bersaksi (berjanji).

Bagi siapa yang tidak dapat menghadir dan menzahirkan roh,

siapakah lagi yang layak untuk menyampai dan mengucapan kalimah syahadah kita kepada Allah?.

Anggota zahir seumpama bibir mulut, hanya selaku pemerhati atau selaku menyaksikannya sahaja, tidak lebih dari itu.

Diri kita yang zahir ini hanya selaku tukang sebut sahaja,

seumpama kuli angkat barang.

Selaku kuli, tugas kita hanyalah angkat, angkut dan pikul barang, 
manakala yang menerima barang itu, adalah majikan kita (roh),

selaku tuan yang empunya barang,

kita selaku kuli hanya dapat penat dan dapat pandang sahaja,

tanpa dapat rasa sedikit pun dari barang yang kita angkut.

Inilah nasib kuli dan nasib orang yang kena suruh.

Apalah yang ada pada kita, selaku hamba abdi yang fakir lagi daif untuk menjadi saksi lafaz kalimah Allah Yang Maha Tinggi.

Coba kita gerak-gerakkan bibir orang yang sudah mati,

anggota orang mati itu, boleh bergerak bila ianya digerakkan,

sebegitu jugalah taraf dan kedudukan diri kita selaku seorang hamba Allah, selaku abdi dan selaku kuli yang fakir.

Sudah tentu tidak layak menjadi saksi dan bersaksi dengan Allah, dalam melafazkan kalimah syahadah.

Yang melafazkan ucapan kalimah syahadah itu,

adalah diri rohani (roh) yang berkedudukan tinggi dan bukannya lafaz dari sifat anggota diri jasmani

yang berkedudukan rendah lagi kotor,

apa lagi dari seorang diri yang tidak kenal diri dan mengenal Allah.

Diri jasmani tidak ubah seumpama diri orang mati,

yang tidak berkuasa melafazkan kalimah Allah Yang Maha Tinggi.

Yang akan menyambut kalimah itu nantinya, adalah dari kalangan yang tinggi-tinggi kedudukannya.

Apabila yang menyambutnya berkedudukan tinggi,

semestinya yang melafazkannya juga,

seharusnya dari kalangan yang berkedudukan tinggi juga.

Rohani (roh) kitalah sebenarnya yang melafazkan kalimah syahadah Yang Maha Tinggi itu.

Kalimah syahadah yang kita lafazkan itu,

bukan sekadar main-main atau sekadar lafazan dari seekor burung tiung atau dari bibir mulut seorang yang hanya tahu menyebut sahaja?.

Apabila kedudukan yang melafaz itu berada pada kedudukan tinggi,

barulah yang berkedudukan tinggi juga akan menyambutnya. 
Yang menyambut syahadah kita itu adalah Allah sendiri.

Setiap kali syahadah yang disebut,

setiap kali itu juga bergegarnya tiang arash.

Seandainya tiang arash Allah yang menjadi pasak bumi boleh bergegar bila mengucapkan kalimah syahadah,

inikan pula hati kita yang lembut.

Sudah tentu gegaran, getaran serta sentuhan lafaz kalimah syahadah itu, teramat hebat menerjah ke dinding hati.

Tidak ada yang dapat mengegarkan tiang arash Allah,

melainkan kalimah syahadah.

Letupan gunung berapi dan laungan malaikat Israfil semasa meniup trompet sangka kala di hari kiamat,

tidak sedikitpun dapat mengegarkan tiang arash,

melainkan hanya kalimah syahadah dari hamba-hambaNya yang mengenal Allah.

Begitulah besar, tinggi, hebat serta dahsyatnya ucapan kalimah syahadah itu,

bila ianya dilafaz dengan pengetahuan dan ilmu mengenal Allah,

sehingga ianya dapat mengegar dan mengoncang pintu hati dengan rasa yang amat hebat dan dahsyat.

Kalimah syahadah yang keluar dari peti suara kita,

janganlah sama dengan suara yang keluar dari peti radio kaset atau dari peti suara seekor burung tiung.

Untuk membedakan lafaz kita itu, berbeda dengan lafaz kanak-kanak yang belum akil baliqh atau lafaz burung tiung,

kita hendaklah mengenal diri (roh) dan mengenal Allah.

Barulah lafaz kita itu, benar-benar lafaz kalimah syahadah yang sebenar-benarnya berbeda dari mereka yang tidak mengenal Allah.

Barulah lafaz syahadah kita itu ada saksi, bersaksi dan ada yang

menyaksikannya.

Bersambung....

~ Bismillahirrahmannirrahim.~~

~~Siapa Saksi Dan Siapa Yang Meyaksikan

Syahadah Kita? ~~

~~ PEYAKSIAN KALIMAH SYAHADAH.~~

( Baca perlahan-alah Karena SHAHADAH adalah 
payung kepada segala ibadah.)

By: Tok Kenali ( H.Shaari).

Bag.3.

Kalimah syahadahlah yang pas dan tepat akan membedakan apakah kita itu, benar-benar seorang Islam atau tidak.

Apabila benar dalam bersyahadah,

maka akan benarlah dalam sembahyang

dan benarlah juga menjadi seorang Islam muslim yang beriman.

Yang bersyahadah, yang berjanji dan yang bersaksi itu adalah roh.

Yang menjadi saksi dan yang menerima penyaksian kita itu, 
adalah Allah sendiri, tanpa ada makhluk perantaraan.

Manakala anggota tubuh dan makhluk sekalian alam ini,

hanya bertindak selaku pemerhati dan selaku menyaksikannya sahaja. 
Ingat hal ini !.

Sungguhpun begitu, tuan-tuan harus ingat,

pengajian ilmu syahadah belum tamat dan belum putus disini!.

Tangga pengajian sebagaimana saya nyatakan diatas

dan sebagaimana saya nyatakan dalam kitab pertama 
(mengenal makrifat atau mengenal Allah) itu,

belum tamat dan belum putus.

Pengajian dalam kitab pertama atau pengajian ilmu syahadah sebagaimana saya hujahkan diatas,

itu adalah pengajian ilmu bagi mereka-mereka yang duduk pada anak tangga syariaat atau tangga torikat!.

Penerangan ilmu pada peringkat itu,

hanya baru berlegar dalam lingkungan ilmu fiqih.

Saya belum sentuh lagi syahadah dalam bentuk ilmu hakikat dan makrifat!.

Manakala dalam kitab ketiga ini, akan saya nyatakan syahadah yang lebih tinggi!,

menurut saluran, menurut sudut pandang atau 
menurut kefahaman ilmu hakikat dan makrifat!.

Soal:

Bagaimana hakikat syahadah menurut sudut pandang ilmu makrifat?.

Jawab:

Tuan-tuan dan puan-puan yang dirahmati Allah sekalian.

Lafaz syahadah yang sebenar mengikut sudut pandang ilmu hakikat itu,

bukan lagi terletak pada saksi, diperaksi atau meyaksi lagi!.

Sebutan bersaksi, saksi dan meyaksikan itu,

adalah syahadah yang berada pada anak tangga ilmu syariaat.

Yaitu sebutan atau lafazan yang terbit,

yang keluar dan yang terzahir di bibir mulut itu,

adalah sekadar bunyi yang keluar dari suara halkum!.

Syahadah diperingkat ilmu syariaat itu,

adalah syahadah lafah yang keluar bertujuan untuk meletakkan suara menjadi saksi!.

Sedangkan suara tidak boleh menjadi saksi!.

Kebanyakkan kita, secara tidak sedar dan secara tidak sengaja,

telah meletakkan suara bagi menjadi saksi,

bersaksi dan meyaksikan dalam bersyahadah!.

Soal:

Bagaimana syahadah makam (tangga) orang Fiqih (syariaat) atau syahadah orang awam?

Jawab:

Orang syariaat menyebut kalimah syahadah “aku bersaksi atau aku naik saksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah”.

Pada peringkat permulaan (peringkat syariaat),

sebagaimana dinyatakan didalam kitab pertama

( Kitab Mengenal Makrifat),

pengarang telah meletakkan adanya perkara bersaksi, saksi dan meyaksikan. Iaitu roh itu bersaksi,

Allah itu saksi dan tubuh badan sebagai meyaksi.

Bersambung.

~ Bismillahirrahmannirrahim.~~

~~Siapa Saksi Dan Siapa Yang Meyaksikan

Syahadah Kita? ~~

~~ PEYAKSIAN KALIMAH SYAHADAH.~~

( Baca perlahan-alah Karena SHAHADAH adalah 
payung kepada segala ibadah.)

By: Tok Kenali ( H.Shaari).

Bag.4.

Soal:

Bagaimana syahadah makam (tangga) orang tarikat;

Jawab:

Adapun syahadah peringkat orang tariqat bilamana melafaz perkataan syahadah itu,

adalah lafazan yang disertai dengan “mengetahui”.

Bukan syahadah yang berpaksi/berdasarkan kepada ucapan mulut,

bukan berpaksi/berdasarkan kepada bersaksi, bukan berpaksi kepada meyaksi dan tidak berpaksi/berdasarkan kepada disaksikan!,

tetapi berpaksi/berdasarkan kepada mengetahui!.

Bilamana tingkatan ilmu sudah sampai kepada tangga hakikat,

sudah tentu lafaz syahadah kita memberi pengertian yang

lebih tinggi, berbanding tahap syariaat.

Orang syariaat berpaksi kepada “suara atau kepada bunyi”,

manakala orang torikat melafas kalimah syahadah pula,

adalah berpaksi kepada “megetahui”, aku mengetahui bahwa

Allah itu, ….. adalah Allah”.

Soal:

Bagaimana syahadah makam (tangga) orang hakikat dan makrifat;

Tidak perlu kepada bersaksi,

saksi dan tidak perlu lagi kepada peyaksian!.

Tidak perlu lagi kepada apa-apa.

Tidak perlu kepada perkara suara dan tidak perlu 
kepada perkara mengetahui.

Syahadah makam orang hakikat dan orang makrifat itu,

bukan lagi berhajat kepada niat “aku naik saksi” bahwa

tiada Tuhan lain selain Allah tetapi lebih berhajat kepada

“aku mengetahui” bahwa Allah itu, adalah Allah!.

Orang hakikat atau orang makrifat itu,

makam syahadahnya bukan lagi duduk pada sebutan mulut

atau niat hati tetapi duduk kepada kepada Allah sendiri.

Syahadahnya mereka-mereka yang mengenal Allah itu,

adalah syahadah yang disertai dengan perkara “rasa”.

Mereka-mereka yang mengenal Allah (makrifatllah) itu,

tidak lagi perlu saksi, bersaksi atau meyaksi lagi.

Bagi mereka-mereka yang sudah tamat dan sudah khatam 
dalam bidang ilmu makrifat itu,

tidak ada lagi berdalil dengan mulut, suara, saksi, bersaksi 
atau meyaksikan!.

Cukuplah Allah itu, adalah Allah.

Allah bagi orang makrifat itu, teramat jelas,

terang dan teramat nyata,

yang tidak perlu lagi berdalil dengan yang lain selain Allah!.

Apa yang hendak saksi meyaksikan lagi, bukankah Allah itu nyata!.

Setelah nyatanya Allah itu senyata-nyatanya,

apakah masih masih memerlukan kepada saksi

dan yang memerlukan kepada peyaksian lain?.

Mereka-mereka yang belum nyata Allah sahaja,

yang masih lagi mau mengadakan dalil–dalil lain,

yang masih nak disaksi atau yang terpaksa dibenar,

terpaksa disah atau terpaksa diiakan oleh orang lain.

Apakah tidak cukupkah Allah yang membenarkan ucapan kita?.

Terjemahan sebenar kalimah “La Ila haillah” itu, adalah

bermaksud “Aku mengetahui tiada lain melainkan hanya Allah”.

Jika tidak kita faham dan tidak kita ketahui makna di sebalik maksud,

seberapa banyak sekalipun kita menyebut perkataan bersaksi atau

kita menyebut perkataan naik saksi,

tidak bermakna kita sudah bersyahadah!.

Lafaz syahadah kita itu, hanyalah sekadar lafaz di bibir

yang berangan-angan atau khayalan akal semata-mata!.

Lafaz syahadah dalam keadaan tidak mengetahui,

adalah lafaz yang tidak terlafaz atau ucap yang tidak terucap.

Syahadah dari bibir mereka-mereka yang dalam berkeadaan

hilang ingatan, hilang akal, khayal atau dalam berkeadaan mabuk.

Lafaz syahadah dari bibir orang yang “tidak megetahui” itu,

seumpama garam yang tiada masin!.

Lafaz yang tidak diterima Allah s.w.t!.

Bersambung...

~ Bismillahirrahmannirrahim.~~

~~Siapa Saksi Dan Siapa Yang Meyaksikan

Syahadah Kita? ~~

~~ PEYAKSIAN KALIMAH SYAHADAH.~~

( Baca perlahan-alah Karena SHAHADAH adalah 
payung kepada segala ibadah.)

By: Tok Kenali ( H.Shaari).

Bag.5.

Maksud atau makna perkataan “mengetahui” itu,

adalah merujuk kepada “mengenal”.

Sekiranya kita tidak mengenal Allah s.w.t,

apa kesaksian yang hendak kita persaksikan atau

yang hendak kita persembahkan kepada Allah s.w.t?.

Coba anda jawab pertanyaan saya?.

Setiap yang bersaksi, hendaklah terlebih dahulu 
mengenal antara satu sama lain.

Sepatutnya yang bersaksi itu, 
mengenal dengan yang menyaksikannya!.

Sekiranya saksi tidak kenal kepada yang menyaksi

dan yang menyaksi pula tidak mengenal kepada yang bersaksi,

apakah artinya bersyahadah?.

Di antara mereka saling tidak kenal-mengenal di antara 
satu sama lain,

apa yang hendak kita persaksikan?.

~~ Kefahaman Mengenai Peyaksian Atau Kesaksian Semasa Bersyahadah Dua Kalimah Syahadah, Mengikut Suluhan Ilmu Makrifat.~~

Bagi mereka-mereka yang sudah mengenal diri 
dan mengenal Allah,

tidak ada lagi perkara saksi,

perkara bersaksi atau perkara menyaksi.

Diri kita, adalah sifat yang bersifat dengan sifat lebur,

sifat binasa dan sifat tidak ada !.

Bilamana segalanya sudah lebur, sudah binasa dan sudah fana,

apakah lagi yang tersisa pada kita?.

Setelah tidak ada lagi yang tersisa,

tidak ada yang berbekas dan tidak ada yang tertingggal,

apa lagi dan siapa lagi yang hendak meyaksi atau bersaksi?.

Sebagai makhluk, kita adalah bersifat dengan sifat binasa.

Setelah binasa segala sifat makhluk,

mana adanya lagi kita?.

Setelah diri kita semuanya tidak ada,

siapa lagi yang hendak meyaksi dan siapa lagi

yang hendak bersaksi?.

Coba jawab?……………….

Setelah kita tidak ada dan setelah sifat kita binasa,

siapa lagi yang hendak menjadi saksi?.

Seandainya tidak ada saksi,

mana mungkin untuk menyaksikan kesaksian!.

Saksi itu roh dan yang bersaksi itu tubuh badan (bibir mulut),

manakala yang menyaksikan kesaksian kita itu, adalah Allah s.w.t.

Setelah roh dan setelah segala anggta tubuh badan kita telah

selamat kita kembalikan kepangkuan Allah (mati sebelum mati),

apa lagi yang hendak Allah tagih dari kita

dan apa lagi yang hendak Allah tuntut atas kita?.

Bersambung......

~ Bismillahirrahmannirrahim.~~

~~Siapa Saksi Dan Siapa Yang Meyaksikan

Syahadah Kita? ~~

~~ PEYAKSIAN KALIMAH SYAHADAH.~~

( Baca perlahan-alah Karena SHAHADAH adalah 
payung kepada segala ibadah.)

By: Tok Kenali ( H.Shaari).

Bag.6.

Coba jawab pertanyaan saya,

setelah segalanya (jiwa dan raga) telah tidak ada (semua telah kembali menjadi milik Allah).

Apakah lagi yang hendak Allah 
tuntut?…………………………………

Seandainya sifat tubuh badan dan roh kita binasa,

kemana lagi hendak kita hadapkan penyaksian kita?.

Itulah makanya bagi mereka yang sudah sampai 
kepada tahap makrifat,

tidak ada lagi yang menjadi saksi,

tidak ada lagi yang bersaksi dan tidak ada lagi yang menyaksi,

Melainkan yang ditilik itu, adalah juga yang menilik,

yang dililhat itu, adalah yang yang melihat,

yang dipanggil itu, adalah juga yang memanggil

dan ya meyembah itu adalah

juga yang disembah!……………………..

Seumpama sifat garam sudah kembali pulang kedalam sifat masin.

Tidak ada lagi sifat garam melainkan segala-galanya masin belaka !.

Setelah segala-galanya masin, maka hilanglah keberadaan garam 
dan leburlah sifat garam kedalam masin!.

Setelah hilangnya garam dan setelah segalanya masin,

siapa lagi yang hendak menyaksi siapa?.

Coba jawab?………………………..

Inilah yang dikatakan tangga atau martabat pelajaran 
ilmu makrifat!.

Bersambung.

.
~ Bismillahirrahmannirrahim.~~

~~Siapa Saksi Dan Siapa Yang Meyaksikan

Syahadah Kita? ~~

~~ PEYAKSIAN KALIMAH SYAHADAH.~~

( Baca perlahan-alah Karena SHAHADAH adalah 
payung kepada segala ibadah.)

By: Tok Kenali ( H.Shaari).

Bag.7.

.
Bicara ilmu makrifat ini, nampaknya seperti kasar,

biadap atau bahasa yang tidak sopan,

tetapi inilah kenyataan dan inilah sebenarnya ilmu makrifat

dan inilah cara kita bersyahadah yang sebenar-benar syahadah!.

Selagi tidak binasa, tidaklah ia bersyahadah,

melainkan sekadar angan-angan atau

melainkan hanya sekadar hayalan atau mainan akal atau

dalam bahasa orang sekarang menyebut dengan perkataan

“syok sendiri”.

.
Bersaksi itu, bilamana ada dua sifat wujud.

Iaitu bilamana wujud aku dan wujud Dia !.

Setelah wujud diri yang bersifat majazi itu lebur, '

mana ada lagi wujud yang lain selain wujud hakiki 
(iaituAllah s.w.t) !. '

Maka yang lain akan dengan sendirinya menjadi lebur musnah,

bilamana penglihatan mata hati terpandang

akan wujudnya Allah s.w.t!.

Arti wujud itu, bermaksud ada.

Sifat ada itu, adalah hanya bagi Allah s.w.t.

Makhluk itu, adalah bersifat dengan sifat binasa ( tiada) !.

Setelah makhluk bersifat binasa, mana ada lagi wujudnya makhluk.

Setelah tidak wujudnya makhluk,

di situlah baru timbulnya sebenar-benar yang dikatakan Allah s.w.t

itu wujud dengan sendiri (Tunggal ,Esa ).

Tidak ada yang bersekutu dengan wujudNya Allah s.w.t itu,

dengan wujud yang lain selain dari Dia.

Bilamana sampainya kita kepada tahap ini ,

barulah boleh dikatakan bahwa saksi itu Dia, yang bersaksi itu Dia

dan yang menyaksi pun Dia. Dialah seDia-Dianya.

Allahlah seAllah-Allahnya Allah!.

Tidak adalah yang wujud, yang ujud dan yang maujud di alam ini,

selain Allah. Allah itulah Allah, Allah, Allah……………..

Inilah syahadah yang sebenar-benar syahadah,

pengakuan yang sebenar-benar pengakuan dan

tauhid yang sebenar-benar tauhid!.

Pengakuan yang bukan sahaja putus sebatas di bibir mulut,

tetapi pengakuan yang beserta dengan tasdik hati yang ikhlas,

jujur dan benar!.

Yang boleh dikatakan tasdik hati (pengakuan hati) yang ikhlas,

benar dan jujur itu, adalah setelah kita campakkan garam

ke dalam sifat masin.

Campakkan diri kedalam lautan fana’ dan baqa’ Allah.

Bersambung....

~ Bismillahirrahmannirrahim.~~

~~Siapa Saksi Dan Siapa Yang Meyaksikan

Syahadah Kita? ~~

~~ PEYAKSIAN KALIMAH SYAHADAH.~~

( Baca perlahan-alah Karena SHAHADAH adalah
payung kepada segala ibadah.)

By: Tok Kenali ( H.Shaari).

Bag.8.

~~ Apa Makna Dan Apa Gunanya Kita Naik Saksi, Jikalau Tidak Mengenal Siapa Saksi Dan Siapa Yang Meyaksi?
(apa guna bersaksi, jika tidak mengenal Allah)!.~~

Sekiranya anda masih tidak faham apa itu maksud saksi

dan apa itu maksud yang menyaksi, mari ikut saya.

Saya bawa anda masuk sekejap ke dalam mahkamah pengadilan !.

Saya mau anda menjadi seorang saksi dalam satu peristiwa

perampokan bersenjata yang mendatangkan kematian.

Secara kebetulan, anda melihat dan menyaksikan

perampokan tersebut dengan mata kepala sendiri.

Sebagai saksi, tuan hakim meminta anda mengenal

pasti pelaku yang melakukan perampokan.

Hakim mengumpulkan beberapa orang suspek untuk anda

kenal pasti,

yang mana anda akan satu perompak yang benar-benar

melakukan rompakan tersebut.

Coba tuan-tuan jawab soalan saya,

bagaimana sekiranya anda tidak dapat untuk mengenal pasti

pelaku yang melakukan rompakan tersebut.

Apakah anda bisa dipanggil sebagai seorang saksi?.

Sebagai seorang saksi itu, hendaklah mengenal orang yang disaksikannya!.

Begitu juga halnya dalam soal kita berkalimah syahadah.

Kita mengaku untuk naik saksi bahwasanya tidak ada Allah lain selain Allah!.

Coba tuan-tuan jawab pertanyaan saya,

bila masanya anda mengenali Allah s.w.t?.

Bila masanya anda pernah melihat Allah s.w.t?.

Sekiranya anda belum pernah melihat Allah dan

belum pun pernah mengenal Allah,

bagaimana anda hendak menjadikan diri anda itu sebagai seorang saksi,

sekiranya anda sendiri belum pernah menyaksikannya.

Seorang saksi yang belum pernah dipersaksikan
(belum pernah diperlihatkan),

mana mungkin dapat menjadi saksi bagi menyaksikan suatu kesaksian?.

Coba jawab, coba jawab dan coba jawab dengan hati yang jujur?.

Boleh atau tidak?.

Jika jawapannya memihak kepada tidak,

bagaimana kesaksian anda terhadap kalimah syahadah

yang anda sendiri sebut dan yang anda sendiri lafazkan?.

Tidakkah itu satu pembohongan atau satu penipuan?.

Anda adalah seorang makhluk pendusta!.

Dusta pada Allah s.w.t, dusta pada pandangan masyarakat

dan dusta juga kepada diri sendiri!.

Bersambung....

~ Bismillahirrahmannirrahim.~~

~~Siapa Saksi Dan Siapa Yang Meyaksikan

Syahadah Kita? ~~

~~ PEYAKSIAN KALIMAH SYAHADAH.~~

( Baca perlahan-alah Karena SHAHADAH adalah
payung kepada segala ibadah.)

By: Tok Kenali ( H.Shaari).

Bag.9. ( Tamat ).

Dusta pada Allah s.w.t, dusta pada pandangan masyarakat

dan dusta juga kepada diri sendiri!.

Apakah artinya tuan-tuan dan puan-puan sebagai hamba Allah s.w.t

yang berpaksi kepada kalimah syahadah?.

Coba jawab kepada diri sendiri!.

~~Kefahaman Syahadah Itu, 
Bukan Mengikut Sebagaimana Kefahaman Akal ! .~~

Maksud atau makna mengenal itu pula,

adalah merujuk kepada kefahaman Allah s.w.t,

bukan datangnya dari kefahaman atau pengertian khayalan akal

atau angan-angan!.

Setelah mengenal Allah s.w.t, barulah terbitnya perkataan sebutan bibir

yang disertai dengan perkara “rasa“.

Perkataan rasa itulah maksud mengetahui.

Lafaz dengan mengetahui itulah, baru sah melafazkan kalimah syahadah.

Mari kita sama-sama melafazkan dua kalimah syahadah dengan

mengetahui Allah s.w.t, bukannya dengan pengetahuan kita!.

Untuk melafaz sambil mengetahui Allah s.w.t,

terlebih dahulu harus kita faham apa itu pengertian perkataan “aku” !.

Bilamana menyebut perkataan “aku”, rujuklah kepada Allah s.w.t.

Perkataan “aku” di situ, bukannya merujuk kepada diri kita!.

Diri kita bersifat tidak mengetahui.

Hanya Allah s.w.t sahaja yang bersifat tahu dan mengatahui!.

Bilamana menyebut perkataan “Aku mengetahui”,

rujuklah bahwasanya yang mengetahui itu,

adalah sifat Allah s.w.t. Allah itu, tiada lain selain Allah!.

Aku itu, adalah Aku. Allah itu, adalah Allah!.

Selagi kita mengaku bahwa kita yang mengetahui dan kita yang tahu,

berartinya kita belum lagi bersyahadah.

Perkataan “Aku mengetahui” itu, adalah merujuk kepada Allah s.w.t.

Yang mengetahui itu hanya Allah s.w.t!.

Bilamana kita melafaz, tasdiklah di dalam hati dan ingatlah dengan perasaan akal yang lemah itu,

bahwasanya yang boleh mengetahui akan syahadah kita itu

hanya Allah s.w.t.

Yang mengerti dan yang faham akan syahadah kita itu, hanya Allah s.w.t.

Setelah kita faham maksud mengetahui Allah s.w.t,

barulah boleh kita tambah dengan perkataan aku bersaksi atau aku naik saksi.

Sesudah kita faham akan duduknya makna yang tersirat itu,

sebutlah apa sahaja perkataan yang terlafaz oleh bibir,

ia tidak lagi memberi bekas.

Karena yang memberi bekas itu, adalah hanya Allah s.w.t.

Cakaplah apa pun yang kita sanggup cakap,

ianya tidak sedikit pun memberi bekas kepada Allah s.w.t,

karena yang terlafaz, terucap dan terluah dari bibir itu,

adalah dengan mengetahui Allah(dalam ilmu Allah)!.

Orang yang dalam berkeadaan tidak mengetahui itu,

adalah sama dengan orang yang dalam berkeadaan mabuk,

lalai, hilang akal atau hilang ingatan.

Tidak tahu dari apa yang dilafaz atau tidak tahu dari apa yang diperkatakan.

Sekadar sedap mulut untuk berkata!.

Sekiranya sekadar sedap mulut, budak kecil atau kaset pun

boleh mengucap sebagaimana lafaz bibir mulut tuan-tuan!.

Apakah itu yang dimaksud atau yang ditakrifkan oleh syarak?.

Mengucap sekadar lepas dari bibir,

apakah itu yang disarankan oleh agama kita?.

Cuba jawab pertanyaan saya.

Jika tidak betul dari apa yang saya sangkakan,

cuba anda ceritakan bagaimana lafaz syahadah yang sebenar?.

Cuba anda jelaskan,

apa yang hendak dinafi dan apa yang hendak diisbatkan.

. ( Tamat ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar