Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menuturkan bahwa Nabi Saw.
diriwayatkan telah bersabda:
“Dalam setiap keahilan khusus,
engkau harus mencari bantuan dari ahlinya yang memenuhi syarat.”
Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani,
“Ibadah adalah keahlian khusus,
dan ahli-ahlinya yang memenuhi syarat adalah
mereka yang tulus (mukhlishin) berkenaan dengan pekerjaan mereka,
mereka yang berilmu tentang hukum dan yang mempraktikkannya,
mereka yang mengucapkan selamat tinggal kepada makhluk-makhluk
setelah maʽrifah mereka tentang-Nya,
mereka yang lari
dari diri mereka sendiri, dari harta dan anak-anak mereka
dan dari segala sesuatu selain Tuhan mereka,
yang lari dengan kaki hati mereka dan wujud terdalam mereka (asrar)
menuju hadirat Rabb Al-Haqq.
Allah SWT telah berfirman:
وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ. [ص:٤٧
“Dan sesungguhnya mereka di mata Kami
termasuk orang-orang pilihan yang paling baik,” (QS. Shad (38) : 47)
Seorang yang beriman tak pernah berhenti merasa takut
sampai jaminan keamanan (kitab al-aman)
diberikan kepada wujud terdalamnya (sirr),
yang kemudian menyembunyikannya dari hatinya
dan tidak membiarkannya menjadi sadar akannya.
Tetapi ini hanya diberikan kepada segelintir individu saja.”
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Celakalah engkau, wahai orang yang musyrik terhadap makhluk!
Seberapa sering engkau akan mengetuk pintu-pintu
yang tak dimiliki rumah-rumahmu sendiri di belakangnya?
Seberapa sering engkau akan menempa besi tanpa api (untuk melelehkannya)?
Engkau tidak punya akal sehat;
engkau tidak punya fakultas nalar;
engkau tidak punya kesadaran akan ketertiban dan arah.
Celakalah engkau!
Mendekatlah kepadaku,
dan makanlah makanan yang bukan milikku (tapi milik Allah).
Jika engkau pernah mencicipi makanan Sang Pencipta,
maka hati dan wujud terdalammu (sirr)
pasti akan menghindari makanan makhluk.
Ini adalah sesuatu yang hanya bisa dialami dalam hati
di belakang pakaian, bukan oleh daging dan bukan oleh kulit.
Tetapi hati ini tidak cocok untuk apa pun
selama ia masih terikat kepada makhluk.
Keyakinan masih belum pasti
selama hati masih mengandung satu zarah pun
dari rasa cinta kepada dunia ini.
Manakala
iman telah menjadi keyakinan,
keyakinan telah menjadi maʽrifah dan
maʽrifah telah menjadi pengetahuan (ilm),
maka
engkau akan menjadi seorang ahli (jahbadz),
demi Allah.
Engkau akan mengambil dari tangan orang-orang kaya
dan memberi kepada orang-orang miskin.
Engkau akan menjadi pemilik rumah makan,
memberikan makanan bergizi dengan tanganmu,
hatimu dan wujud terdalammu (sirr).
Engkau tak layak mendapat penghormatan sama sekali,
wahai munafik,
sampai engkau seperti ini.
Aduhai engkau!
Engkau belum menerima pengajaran
dari seorang syaikh yang takwa dan zuhud,
yang berilmu dalam syariat Allah.
Aduhai engkau!
Engkau menginginkan sesuatu dengan gratis.
Itu tidak akan jatuh ke tanganmu.
Jika hal-hal duniawi tidak bisa diperoleh tanpa upaya yang keras,
bagaimana dengan sesuatu yang berada di hadirat Allah
Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung?
Di mana engkau berdiri berkenaan dengan mereka y
ang telah dipuji oleh Allah dengan kata-kata yang tepat dalam kitab-Nya,
karena mereka begitu sering beribadah kepada-Nya?
Mengenai mereka Allah SWT berfirman:
كَانُوا قَلِيلًا مِّنَ الَّيلِ مَا يَهْجَعُونَ. وَبِالۡاَسۡحَارِ هُمۡ يَسۡتَغۡفِرُوۡنَ. [الذاريات :١٧ـ١٨]
“Mereka biasa tidur hanya sedikit di malam hari,
dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampunan,”
(QS. Adz-Dzariyat [51]: 17-18)
Apabila Dia melihat ketulusan (shidq) pengabdian mereka kepada-Nya,
maka Dia lalu menunjuk seorang perantara
untuk membangunkan mereka dari tempat tidur mereka.
Sebagaimana dikatakan oleh Nabi Saw.:
“Allah akan berkata:
‘Wahai Jibril, bangunkanlah si fulan, dan biarkanlah orang lainnya tidur.”
Mengenai manusia-manusia (pilihan Tuhan),
manakala langkah-langkah kaki dari hati-hati mereka
akhirnya telah membawa mereka kepada Tuhan mereka,
maka mereka akan melihat dalam mimpi
apa yang tidak pernah mereka lihat dalam keadaan jaga.
Hati dan wujud terdalam mereka
akan melihat sesuatu yang tidak mereka lihat
ketika mereka dalam keadaan bangun.
Mereka telah berpuasa dan shalat,
mereka telah menerangi diri rendah mereka
dengan mengenakan kepadanya rasa lapar dan kehinaan,
dan mereka telah bekerja keras siang dan malam
untuk melaksanakan segala macam ibadah,
sampai surga menjadi milik mereka.
Tetapi setelah ia menjadi milik mereka,
kepada mereka akan dikatakan:
“Jalan itu bukanlah ini.
Ia adalah pencarian kepada yang Maha Benar.”
Kerja mereka harus dilakukan dalam ranah hati mereka.
Maka apabila kerja itu mencapai-Nya,
maka ia akan dikukuhkan dan diotentikkan
dalam pandangan-Nya.
Apabila seseorang tahu apa yang dicarinya,
maka dia akan menganggap kurang penting energi dan upaya
yang dicurahkannya untuk mengabdi dan melayani Tuhannya.
Seorang mukmin tidak akan pernah berhenti bekerja keras
sampai dia bertemu dengan Tuhannya.
Nabi SAW telah bersabda:
“Apabila seorang manusia mati dan memasuki kuburnya,
dan manakala dia sudah ditanyai oleh dua orang malaikat
yang bernama Munkar dan Nakir,
dan manakala dia telah menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka,
maka ruhnya akan diizinkan naik kepada Allah dan bersujud di hadapan-Nya,
bersama kumpulan malaikat.
Dengan demikian ruh-Nya akan berjumpa dengan-Nya,
dan untuknya akan dibuka semua
yang sebelumnya ditabiri dari penglihatannya.
Kemudian ruh itu akan dibawa ke Surga,
untuk bergabung dengan ruh-ruh orang-orang yang saleh.
Berbagai ruh akan maju ke depan
dan mengucapkan selamat datang kepadanya.
Mereka akan menanyakan kepadanya
tentang situasi dan kondisinya
dan tentang urusan-urusan dunia di bawah sana.
Maka,
ia akan menceritakan kepada mereka segala sesuatu yang diketahuinya.
Kemudian mereka akan bertanya kepada ruh yang baru tiba itu:
‘Apa yang dilakukan si fulan?’
dan ruh itu akan menjawab:
‘Dia mati sebelum aku.’
Mendengar jawaban itu, ruh-ruh itu akan berkata:
‘Dia tidak pernah mencapai kami.
Tidak ada daya dan kekuatan
kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung,
yang tentunya sudah mengirimnya langsung kepada ibunya,
Neraka Hawiyah.”
Kemudian ruh-ruh itu akan ditempatkan di tembolok
salah seekor burung hijau yang makan dari tanam-tanaman di surga,
dan yang mengungsi ke sebuah lampu yang tergantung di bawah Arasy.
Sebuah penuturan yang lebih lengkap
mengenai burung-burung hijau dari Surga
telah diberikan oleh Syaikh Abdul Qâdir
dalam kitab Al-Ghuniyah Tharîq al-Haqq,
di mana beliau menulis:
“Kami juga tahu bahwa ruh-ruh para syuhada
dan semua orang beriman akan ditempatkan
di dalam tembolok-tembolok burung-burung hijau,
yang terbang bebas di Surga,
dan mereka akan mengungsi ke lampu-lampu
yang terang benderang di bawah Arasy.
Kemudian,
manakala tiupan sangkakala yang kedua terdengar,
mereka akan kembali bergabung
dengan jasad-jasad mereka di bumi,
untuk menghadapi hisab
dan perhitungan pada Hari Kebangkitan.
Kami mengetahui semua ini
dari hadis yang telah sampai kepada kita melalui riwayat Ibn ‘Abbâs r.a.,
yang menurutnya Rasulullah Saw. pernah berkata:
“Manakala saudara-saudaramu (yang beriman)
dibunuh oleh seseorang (dari pihak kaum kafir),
maka Allah akan menempatkan ruh-ruh mereka
di dalam tembolok burung-burung hijau, yang terbang bebas di Surga,
dan mereka akan mengungsi ke lampu-lampu
yang terbuat dari emas dalam bayang-bayang ‘Arsyi.
Kemudian,
ketika mereka menemukan kualitas kenikmatan
makanan, minuman dan tempat tinggal mereka,
mereka akan berkata:
‘Siapa yang akan memberitahukan kepada saudara-saudara kita bahwa
kita sebenarnya hidup, menikmati rezeki di Surga,
sehingga mereka tidak menghindari jihad,
sehingga mereka tidak lari dari peperangan suci?’
Maka Allah (Yang Maha Kuasa dan Maha Agung)
akan mengatakan kepada mereka,
sebab
Dia adalah Yang Maha Benar
di antara orang-orang yang berkata
(Huwa ashdaqyl qâ’ilîn):
‘Aku akan memberitahu mereka!”
Di sini kita mendapatkan gambaran
tentang perjumpaan seperti yang akan dialami
oleh kebanyakan orang beriman.
Semoga kedamaian Allah dilimpahkan kepada mereka semua,
dan juga sambutan selamat datang dari-Nya!
Ya Allah,
jadikanlah kami termasuk golongan mereka!
Hidupkanlah kami dengan kehidupan yang mereka jalani,
dan matikanlah kami dengan kematian
seperti yang mereka alami!
Amin.”
Sumber:
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar