Selasa, 15 Maret 2016

Terbukanya Hati Untuk  Menerima Makrifatullah

| Terbukanya Hati Untuk Menerima Makrifatullah

“APABILA ALLAH SWT BERKEHENDAK MEMBUKAKAN WIJHAH HATIMU 
 UNTUK MENERIMA MAKRIFAT, 
 MAKA TIDAK PEDULI LAGI WALAU AMALMU SEDIKIT. 

HAL ITU KARENA ALLAH SWT 
MEMBUKA HATIMU SEMATA-MATA KARENA ALLAH SWT BERKEHENDAK 
MEMPERKENALAN DIRI-NYA KEPADAMU. 

KETAHUILAH BAHWA SESUNGGUHNYA MAKRIFAT ITU 
DIDATANGKAN UNTUK MU DAN AMALMU ADALAH 
BENTUK PERSEMBAHAN UNTUK-NYA, 
MANA YANG LEBIH TINGGI NILAINYA BAGIMU, A
PA YANG DATANG DARIMU ATAU 
APA YANG DIDATANGKAN DARIMU?”

WIJHAH adalah semata pemberian Allah SWT kepada hamba yang dikehendaki. 
Letaknya didalam hati sebagai buah ibadah yang dilakukan.

Dengan Wijhah itu seorang hamba dapat melaksanakan tawajjuh 
(menghadap dan wushul) 
kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya, 
yang artinya:

“Sesungguhnya aku menghadapkan hadapanku kepada Tuhan 
yang menciptakan langit dan bumi 
dengan tidak menoleh kepada yang selain-Nya (hanifa) 
dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Tuhan.” 
(QS: Al-An’am: 79)

Dengan WIJHAH itu pula seorang hamba akan mendapatkan kemuliaan dan kedekatan disisi Tuhan-Nya: “Seorang terkemuka (mempunyai wijhah) didunia dan diakhirat dan termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah SWT).” (QS: Ali-Imran: 45).

Yang demikian itu, 
apabila pintu Wijhah itu telah dibuka (didalam hati), 
atau seorang hamba itu telah mendapatkan futuh, 
maka seorang hamba akan dapat bermakrifat dengan-Nya..
Makrifat artinya mengenal dan yang dimaksud adalah mengenal Allah SWT 
(Makrifatullah).

Orang yang Makrifatullah adalah orang yang kenal kepada Allah SWT. 
Kenal kepada nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, kekuasaan dan pengaturan-Nya, 
dan akhlaq dan perbuatan-Nya. 

Kenal baik secara rasional (teori ilmiah) maupun secara spiritual (perasaan dalam hati). Namun yang dimaksud makrifatullah adalah lebih dominan kepada kenal secara spiritual.

Seorang hamba yang Makrifat adalah seorang hamba yang bertaqwa kepada Tuhannya, dan sanggup berbuat benar (shiddiq) dan tidak salah dihadapan Tuhannya. 
Demikian itu karena ia tahu apa yang dikehendaki Tuhannya untuk dirinya.
Semakin seorang hamba bermakrifat kepada Allah SWT 
maka ia akan menjadi semakin mencintai-Nya, 
karena ia semakin mengetahui dan semakin merasakan, 
bahwa Allah SWT telah berbuat kebaikan yang sangat banyak kepada dirinya:

“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah SWT 
 telah berbuat baik kepadamu.” (QS: Al-Qoshosh: 77)

Semakin seorang hamba mencintai Tuhannya, 
semakin itu pula ia mampu melaksanakan pengabdian yang hakiki. 
Sebab, 
hanya kepada yang dicintailah 
seseorang akan mampu melaksanakan pengabdian yang benar.

Demikian juga, 
semakin seorang hamba itu 
mampu melaksanakan pengabdian yang hakiki 
kepada Tuhannya berarti derajatnya disisi Allah SWT 
akan menjadi semakin tinggi.

Oleh karena itu, orang yang paling bermakrifat 
dan paling bertaqwa dan paling mulia disisi Allah SWT adalah Rasulullah SAW.
Hal itu karena beliau paling mencintai dan paling dicintai oleh Allah SWT.

Untuk mencapai makrifatullah secara terori, 
seorang hamba akan diperjalankan oleh tarbiyah Allah SWT 
dengan dua cara:

1. Kehendak yng datangnya dari atas kebawah. 
Artinya, semata-mata wijhah yang ada didalam hati 
yang asalnya tertutup dibuka oleh Allah SWT. 
Hijab-hijab mata hati dihapuskan. 
Penutup pintu rahasia dibukakan. 

Seperti orang menyalakan lampu, maka yang asalnya gelap menjadi terang, 
yang asalnya tidak kenal kemudian menjadi kenal. 
Bagaikan mendung ketika sirna matahari kemudian berada diatas kepala. 
Hal itu karena Allah SWT memang berkehendak mengenalkan diri kepada hamba-Nya, tidak dengan sebab yang lain, 
tidak dengan sebab amal ibadah yang telah dikerjakan. 
Yakni, seorang hamba menjadi mengenal kepada-Nya semata-mata karena Allah SWT adalah dzat yang Maujud.

Allah SWT berfirman: 
“Katakanlah: 
Allah-lah kemudian biarkan mereka bermain-main dalam kesesatannya”. 
(QS: Al-An’am: 91)

2. Kehendak dari bawah kemudian keatas. 
Artinya terlebih dahulu seorang hamba dikenalkan kepada makhluq-mahkluqnya, 
baru kemudian dikenalkan kepada Al-Khaliq (penciptanya), 
sebagaimana firman Allah SWT:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar dilautan dan membawa apa yang berguna bagi manusia, 
dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, 
lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi setelah mati 
(kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, 
dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; 
Sungguh (terdapat ) tanda-tanda (Keesaan dan Kebesaran Allah SWT) 
bagi kaum yang memikirkan,” 
(QS: Al-Baqarah: 163)

Yakni pengenalan hamba kepada Sang Pencipta langit dan bumi, 
silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar serta kemanfaatan 
yang dapat dimanfaatkan bagi manusia, 
dan apa yang Allah SWT turunkan dari langit berupa air, 
lalu dengan air itu Allah SWT hidupkan bumi setelah matinya 
dan Dia sebarkan dibumi itu segala jenis hewan, 
dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi.

Perhatian dan penelitian seorang hamba terhadap semua itu 
menghasilkan suatu kesimpulan bahwa Allah SWT telah banyak berbuat baik 
kepada umat manusia dan betapa banyak manusia yang tidak mengetahui 
dan tidak menyadarinya dan bahkan kafir kepada-Nya.

Hasilnya, 
kemudian mendorongnya untuk bertaubat dengan TAUBATAN NASHUHA 
dan meningkatkan diri dalam melaksanakan pengabdian kepada Allah SWT.

Makrifat yang pertama adalah Makrifat yang langsung memancar dari hati dan roh (spiritual) yang kemudian dipancarkan lagi didalam akal dan fikir (rasional ilmiah) 
yang selanjutnya dapat selalu teraktualisasikan melalui akhlak dan perbuatan. 
Itu boleh terjadi karena seorang hamba 
memang telah terlebih dahulu dicintai oleh Allah SWT 
kemudian ia mencintainya.

Makrifat yang pertama ini lebih kuat daripada Makrifat yang kedua 
karena ia lebih hakiki adanya 
dan karena sesungguhnya letak Makrifat itu adalah didalam hati.

Makrifat yang kedua adalah Makrifat hati (spiritual) juga, 
akan tetapi masuknya terlebih dahulu melalui akal dan fikir (rasional). 

Yakni pengenalan seorang hamba kepada kejadian yang ada dibumi dan dilangit menjadikannya mengenal kepada Sang Pencipta. 
Seperti orang yang mengenal buah karya penulis, 
ketika semakin dalam pengenalannya akhirnya ia ingin kenal kepada penulisnya.

Walau jalan masuknya Makrifat yang kedua ini melalui rasional, 
akan tetapi ketika masuk kedalam spritual (hati), 
masuknya Makrifat itu semata kehendak Allah SWT. 

Hanya saja kehendak itu telah didahului oleh kehendak yang sebelumnya, 
sebagai sebab-sebab yang tersusun tertib 
untuk mendapatkan akibat yang baik, 
iaitu pahala dari amal ibadah yang telah dilakukan. 
Bukan karena semata-mata amal ibadah seorang hamba 
yang menjadikannya bermakrifat kepada Allah SWT, 
akan tetapi sesungguhnya amal ibadah itulah, 
yang dijadikan sebagai sebab-sebab 
untuk dapat terpenuhi suatu proses pematangan ilmu pengetahuan 
secara rasional, kemudian supaya sampai kepada suatu akibat yang baik, iaitu 
pendewasaan ilmu dan akhlak secara spiritual.

Amal ibadah adalah persembahan seorang hamba kepada Tuhannya 
sedangkan Makrifat adalah pemberian Allah SWT langsung kepada hamba-Nya; 
manakah yang lebih tinggi nilainya?

Oleh karena itu,
 apabila Allah SWT membukakan pintu WIJHAH hati seorang hamba 
untuk menerima Nur Makrifat, 
tidak peduli walau hamba-Nya sedang lemah dan sedang sedikit amal ibadahnya, 
ia pasti akan menerima Nur itu.

| Syarah Hikam, Ibnu Athaillah ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar