Minggu, 06 Maret 2016

SULUK DALAM TASAWWUF

SULUK DALAM TASAWWUF.

SULUK berarti memperbaiki akhlak, mensucikan amal, dan menjernihkan pengetahuan. Suluk merupakan aktiviti rutin dalam memakmurkan lahir dan batin.
Segenap kesibukan hamba hanya ditujukan kepada Sang Rabb. 
Bahkan ia selalu disibukkan dengan usaha-usaha menjernihkan hati 
sebagai persiapan untuk sampai kepada-Nya (wusul).

Ada dua perkara yang dapat merusak usaha seorang salik (pelaku suluk); 

Pertama, 
mengikuti selera orang-orang yang mengambil aspek-aspek yang ringan dalam penafsiran. Dan 
kedua, 
mengikuti orang-orang sesat yang selalu menurut dengan hawa nafsunya.

Barangsiapa yang menyia-nyiakan waktunya, 
maka ia termasuk orang bodoh. 
Dan orang yang terlalu mengekang diri dengan waktu 
maka ia termasuk orang lalai. 

Sementara orang yang melalaikannya, dia adalah orang-orang lemah. 
Keinginan seorang hamba untuk melakukan laku suluk 
tidak dibenarkan kecuali ketika ia menjadikan Allah SWT dan Rasul-Nya 
sebagai pengawas hatinya. 

Siang hari ia selalu puasa dan bibirnya pun diam terkatup tanpa bicara. 
Sebab terlalu berlebihan dalam hal makan, bicara, dan tidur 
akan mengakibatkan kerasnya hati. 

Sementara punggungnya senantiasa terbungkuk rukuk, keningnya pun bersujud, 
dan matanya sembab berlinangan air mata. 
Hatinya selalu dirundung kesedihan (karena kehinaan dirinya di hadirat-Nya), 
dan lisannya tiada henti terus berdzikir.

Dengan kata simpul, 
seluruh anggota tubuh seorang hamba disibukkan demi untuk melakukan suluk. 

Suluk dalam hal ini adalah segala yang telah dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya 
dan meninggalkan apa yang dibenci olehnya. 

Melekatkan dirinya dengan sifat wara', 
meninggalkan segala hawa nafsunya, dan 
melakukan segala hal yang berkaitan erat dengan perintah-Nya. 

Semua itu dilakukan dengan segala kesungguhan hanya karena Allah SWT, 
bukan sekadar untuk meraih balasan pahala, dan 
juga diniatkan untuk ibadah bukan hanya sekadar ritual kebiasaan. 

Karena sesungguhnya orang yang asyik dengan amaliyahnya, 
tidak lagi memandang bentuk rupa zahir amalan itu, 
bahkan jiwanya pun telah menjauh dari syahwat keduniaan. 

Maka satu hal yang benar adalah 
meninggalkan segala bentuk ikhtiar 
sekaligus menenangkan diri dalam hilir mudik takdir Tuhan.

Dalam sebuah syair dinyatakan:
Aku ingin menemuinya,
Namun Dia menghendakiku untuk menghindar
Lalu kutanggalkan semua hasratku
Demi apa yang Kau kehendaki
Sirnakan semua makhluk darimu dengan hukum Allah SWT 
dan binasakan hawa nafsumu atas perintah-Nya. 

Demikian halnya, 
tanggalkan seluruh hasratmu demi perbuatan-perbuatan-Nya (af'al). 
Dengan demikian, 
maka kau telah mampu menangkap ilmu Allah SWT.

Kebebasanmu dari ketergantungan dengan makhluk 
ditandai dengan perpisahanmu dengan mereka, 
kau tidak akan kembali dengan mereka, dan 
kau pun tidak akan menyesali semua yang ada dalam genggaman mereka.

Adapun tanda kebebasanmu dari hawa nafsu adalah 
dengan tidak memasang harapan yang berlebihan dari semua usahamu, dan 
tidak pula bergantung dengan urusan kau salitas 
untuk meraih sebuah kemanfaatan ataupun untuk menghindari kebinasaan.

Maka kau jangan hanya bergulat dengan dirimu sendiri, 
jangan terlalu percaya diri, 
jangan mencelakan atau membahayakan dirimu sendiri.
Namun pertama-tama yang harus kau lakukan adalah 
menyerahkan semuanya pada Yang Berhak,
 agar Dia berkenan memberikan kuasa-Nya kepadamu. 
Seperti kepasrahanmu kepada-Nya saat kau berada dalam rahim ibumu, 
atau saat kau masih dalam susuan ibumu.

Sementara tanggalnya seluruh hasrat iradah-mu, 
lebur dalam iradah-Nya ditandai dengan 
tidak adanya sifat menghendaki dalam dirimu (murid), 
dalam hal ini kau hanyalah sebagai objek yang dikehendaki (murad).

Bahkan dalam setiap lakumu ada intervensi aktiviti-Nya 
maka jadilah kau sebagai objek yang dikehendaki-Nya. 
Adapun aktiviti-Nya menempati semua anggota ragamu, 
menenteramkan jiwa, 
melapangkan dada, 
menyinari wajahmu, dan 
memeriahkan suasana batinmu.

Takdir menjadi nuansa dalam hatimu, 
azali senantiasa akan menyerumu. 
Rabb yang Maha Menguasai mengajarimu dengan ilmu-Nya, 
menyematkan pakaian untukmu dari cahaya hulul, dan 
memposisikanmu pada derajat generasi orang terdahulu 
di antara para ulama yang soleh (ulu al-'ilm).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar