Senin, 07 Maret 2016

Mutiara Yang Tersembunyi (Pemikiran Maulana tentang Tuhan dan Ciptaan-Nya)

Akulah Angin Engkaulah Api 

Segala yang dapat kamu pikir itu fana.
Yang tidak dapat terpikirkan, itulah Tuhan! (M II 3107)

Yang menjadi basis, pusat, dan tujuan pemikiran Maulana adalah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Tak Terbatas, yang Zat-Nya tak pernah dapat dijangkau, tetapi tak pernah harus menjadi tema pemikiran dan diskusi

Dari materi perdana, hayula dan Sebab Pertama
Tak kau temukan jalan untuk menghadap Tuhan!

Maulana mengikuti modelnya yang dikagumi, yaitu Sana’i yang menulis diatas

Di neraka, para penghuni neraka akan merasa lebih bahagia dibanding di dunia,
sebab di dunia mereka tidak ingat kepada Allah,
sedangkan di neraka mereka ingat kepada-Nya
dan tidak ada yang lebih manis selain mengenal Allah. (Fihi ma fihi, Bab 63)

Argumentasi Maulana diatas terdengar berani

Lautan berombak, dan
Tampaklah Kearifan Abadi
Dan suaranya pun berkumandang...
Begitulah ia.
Lautan penuh buih
Dan dari tiap-tiap buih ini
Muncul bentuk seperti ini,
Dan bintik itu tak lain seperti itu,
Dan tiap-tiap bintik yang berbentuk jasadi
Yang terdengar isyarat dari lautan itu,
Lebur dan kemudian kembali
Ke lautan jiwa....(D 649)

Maulana menggambarkan bagaimana dia memandang lautan yang tidak terukur dalamnya itu, dan dari lautan itu muncul bintik-bintik buih yang kemudian akan sirna kembali

Tiada henti-hentinya muncul darinya
Gelombang-gelombang wujud,
Sehingga berkat gerakan gelombang-gelombang itu,
Berputarlah seratus kincir. (D 155)

Wujud dan nonwujud bersaudara,
Sebab dalam satu irama lainnya
Tersembunyi pertentangan-pertentangan:
Bukankah Al-Quran mengatakan:
“Dia menjadikan yang hidup dari yang mati”
(QS Al-Anam [6]: 95) (MV 1018-19)

Kembalilah menghadap-Nya, lalu menjadi adam,
Sebab adam itu adalah tambang jiwa
Kalau adam itu lautan, maka kita ikannya,
Dan Wujud adalah jaringnya...(D 734)

Cinta menggenggam telinga adam, keduanya
Noneksistensi dan eksistensi
Bergantung padanya, tufail (D 1019)

Meskipun dari adam akan muncul seribu alam,
Bagi halaman Cinta (Tuhan),
Alam-alam itu seperti bintik-bintik yang indah,
Tidak lebih dari itu. (D 2234)

Engkau sendiri pun tahu bahwa aku, tanpa-Mu
Cuma ketiadaan (adam).
Ketiadaan tak mungkin menjadi ada
Aku kurang tahu itu! (D 1432)

Maulana mengungkapkan perasaannya bahwa dirinya mutlak bergantung kepada Sang Tercinta dalam baris yang menjadi ciri khas pendekatan non rasionalnya

Hatiku jadi seperti pena
Diantara jari-jari Sang Tercinta:
Malam ini Dia Tulis Z,
Barangkali besok B.
Dia persiapkan baik-baik pena-Nya
Untuk menuliskan perbaikan (riqa)
Dan penghapusan (naskh);
Kata pena: “Aku taat,
Karena Dikau mahatahu apa yang harus diperbuat.”
Kadang Dia hitamkan wajahnya,
Lalu Dia hapus dengan rambut-Nya,
Kini Dia memegangnya terbalik,
Kadang Dia menulis dengannya juga....(D 2530)

Sikap Maulana yang menyamakan Allah dengan pakar kaligrafi ini juga didukung oleh hadist yang mengatakan bahwa “hati seorang Mukmin itu berada di antara dua jari Sang Pengasih.”

Janganlah membuat sarang, seperti laba-laba,
Dari air liur dukacita
Di mana pakan lungsin pasti hancur.
Namun, serahkan dukacita
Kepada Dia yang menganugerahkannya
Dan janganlah diperbincangkan lagi.
Bila kamu diam, bicara-Nya adalah bicaramu;
Bila kamu tidak menenun,
Maka penenunnya adalah Dia. (D 922)

Maulana, yang tinggal disebuah daerah yang terkenal dengan produk permadaninya yang bagus, menggunakan simbol tukang tenun dengan sangat piawai ketika menghibur mereka yang berupaya menurut keinginan-keinginan mereka sendiri dan harus menghadapi kehancuran rencana-rencana mereka.

Dan jika semua lintasan dan jalan
Yang terbentang di hadapanmu ditutup-Nya,
Akan diperlihatkan-Nya jalan tersembunyi
Yang belum pernah dilihat oleh siapa pun.

Dia tahu dalam minggu-minggu, bulan-bulan, dan tahun-tahun penderitaan dalam Cinta bahwa dibalik semua cobaan duniawi ada sesuatu pola rahasia dan dalam kehidupannya sendiri dia melihat kebenaran

Meski tuan sangat murah hati,
Namun, Ya Tuhan,
Itu tak dapat dibandingkan dengan karunia-Mu.
Dia memberikan topi,
Sedangkan Engkau kepala dengan akal,
Dia memberikan mantel,
Sedangkan Engkau anggota badan, tubuh.
Dia memberikan bagal,
Sedangkan Engkau pengendaranya, Akal.
Tuan memberikan lilin,
Sedangkan Engkau penglihatan,
Dia memberikan makanan lezat,
Sedangkan Engkau selera....

Perasaan bahwa segalanya itu ada di tangan Tuhan, yang paling mengetahui bagaimana memanfaatkan makhluk-makhluk-Nya

Jika Dia memberikan aku cawan,
Jadilah aku cawan,
Jika Dia menjadikan aku pisau,
Jadilah aku pisau,
Jika Dia menjadikan aku sumber air,
Akan kualirkan air,
Jika Dia menjadikan aku api,,
Aku akan memberikan panas.
Jika Dia menjadikan aku hujan,
Akan aku tumbuhkan musim panen,
Jika Dia menjadikan aku jarum,
Kutembus tubuh.
Jika Dia menjadikan aku ular,
Akan kukeluarkan bisa,
Jika Dia menjadikan aku sahabat-Nya,
Hanya Dia yang akan kuabdi. (M V 1686)

Maulana dalam fase terakhir dalam hidupnya, ingin mengikhtisarkan perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalamannya diluar berbagai kisah yang telah disampaikannya kepada pendengarnya

Tangkaplah kelim (tepi) karunia-Nya,
Karena Dia akan mendadak lari!
Tapi jangan hunus Dia seperti anak panah,
Karena dari busur Dia akan meluncur.
Lihat bagaimana rupa-Nya, dan
Bagaimana jurus yang dimainkan-Nya!
Kiranya dia hadir dalam bentuk
Namun Dia akan lari dari jiwa.
Kau cari Dia jauh tinggi di langit-Nya
Dia bercahaya bak rembulan di danau,
Namun jika kau menyelam ke dalam airnya,
Dia akan berikan tanda-tanda tempat-Nya:
Namun jika kau cari Dia di tempat,
Dia akan terbang ke Tak-Bertempat.
Seperti anak panah meluncur dari tali busurnya
Dan seperti burung pikiranmu....
Kau pasti tahu: dari yang ragu
Yang maha Mutlak akan lari.
“Aku akan lari dari yang ini dan yang itu,
Namun bukan karena lelah:
Aku takut keindahan-Ku, yang amat indah,
Akan lari dari yang ini dan dari itu,
Karena Aku terbang bak angin,
Dan Aku cinta bunga mawar, seperti desiran,
Tapi karena takut akan musim rontok,
Bunga mawar juga akan lari, bukan!”
Nama-Nya akan lari
Ketika tahu kau bermaksud mengucapkannya
Sehingga kau tak bisa kau katakan kepada orang lain:
“Lihatlah ke sini, orang seperti itu akan lari!”
Dia akan lari darimu jika kau coba mensketsakan
Bagaimana rupa dan bentuk-Nya
Goresan akan lari dari loh,
Tanda akan lari dari hati!

Dalam ungkapan yang lebih liris, Maulana mengungkapkan kebenaran yang sama dalam kata-kata yang agak jenaka

Para pencari tidak mencari dan tidak merindu
Di seluruh dunia tiada yang mencari kecuali Dia! (D 425)

Keyakinan Maulana kepada-Nya tidak dapat diganggu gugat, sebab dia tahu bahwa segala yang sudah dan akan terjadi disebabkan oleh Tuhan.

Bukan saja yang akan kehausan yang mencari air
Air pun mencari yang kehausan. (M 11704)

Maulana mengikhtisarkan pusat teologinya ini (jika bisa disebut demikian) dalam sebuah baris yang sudah termaktub dalam literatur-literatur mistik islam, diulang dalam fihi ma fihi:

Seorang guru sekolah yang amat miskin, 
sampai-sampai yang dapat dipakainya hanya sebuah baju katun, dan pada musim dingin pun hanya memakai baju ini, sedang berdiri di sebuah sungai pegunungan yang deras airnya ketika tiba-tiba dia melihat seekor beruang berada dia air. Binatang itu tercebur ke dalam gelombang air deras dari pegunungan dan terseret sampai ke dusun. Anak-anak sekolah, yang kasihan melihat gurunya, menyuruhnya terjun ke air untuk mengambil sebuah mantel bulu yang bagus yang hanyut di air yang merupakan karunia yang amat berharga. Karena putus asa, dia pun terjun ke air. Namun, beruang, yang sebenarnya masih segar bugar, menangkapnya dan menarik sang guru kearah dirinya. Ketika anak-anak yang ketakutan itu menyaksikan kejadian ini, mereka melepaskan mantel bulu yang bagus itu, tetapi sang guru menyahut, “Memang akan kulepaskan mantel bulu ini, tetapi mantel ini tidak mau melepaskan diriku!”

Dalam fihi ma fihi, Maulana selanjutnya berkata, “Begitu Rahmat Allah menangkap dirimu, kamu takkan dibiarkannya lepas!”Rumi mengatakan:

Akal senantiasa gelisah siang dan malam dan tidak pernah menikmati kedamaian karena berpikir dan khawatir, dan karena mencoba memahami Allah, padahal Allah itu tidak mungkin dapat dipahami dan jauh diluar pemahaman kita. Akal seperti itu ngengat, sedang Sang Tercinta seperti lilin. Meskipun ngengat menceburkan dirinya kedalam api dan terbakar hingga binasa, ngengat sejati adalah ngengat yang tidak mungkin ada tanpa adanya lilin, persis sebagaimana ia akan menderita karena pedihnya pengorbanannya. Jika ada makhluk seperti ngengat yang dapat berbuat tanpa api lilin dan yang tidak akan menceburkan dirinya ke dalam api, tentu ia bukanlah ngengat sejati. Dan jika ngengat menceburkan diri ke dalam api lilin, lalu lilin membakarnya, itu bukanlah lilin sejati.

Oleh karena itu, manusia yang hidup tanpa Tuhan, dan yang tidak berupaya sama sekali, dia bukanlah manusia sejati. Adapun Allah, Dialah yang membinasakan dan menyirnakan manusia dan akal tidak mungkin dapat memahami-Nya


Diambil dari buku Akulah Angin Engkaulah Api (hidup dan karya Jalaluddin Rumi), Pengarang Annemarie Schimmel, Mizan, 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar