HAKIKAT KEMATIAN MENURUT IMAM AL-GHAZALI
Dalam kitab Dzikr Al-Maut, Ihya Ulumuddin,
Imam Al-Ghazali mengungkapkan,
"Ketahuilah bahwa
manusia memendam gagasan yang lancang dan keliru
tentang hakikat kematian.
Sebagian orang mengira kematian sebagai
kesirnaan atau kelenyapan.
Dianggap tidak.ada kebangkitan atau pengumpulan,
juga tidak ada pembalasan atas kebaikan ataupun kejahatan.
Kematian manusia dianggap seperti kematian hewan
dan atau seperti keringnya daun atau tanaman.
Ini adalah pandangan kaum ateis (al-Mulhidin)
dan mereka tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir.
Ada juga kelompok yang berpendapat bahwa
manusia yang mati itu akan sirna
sehingga selama tinggal di dalam kabut
dia tidak menderita siksaan ataupun menikmati pahala
suatu amal baik sampai dia dibangkitkan kembali
di hati Pengumpulan.
Kelompok yang lain berpandangan bahwa ruh manusia itu abadi
dan tidak musnah bersama kematian,
bahkan ruh itulah yang menjadi objek pemberian pahala
atau penjatuhan siksa tanpa jasad yang sama sekali
tidak dibangkitkan kembali.
Semua anggapan ini adalah keliru dan menyimpang dari kebenaran.
Hal ini karena akal sehat,
ayat-ayat Al-Qur'an dan banyak Hadis bersaksi bahwa
kematian berarti perubahan keadaan, dan
bahwa setelah kematian jasad,
ruh manusia tetap hidup dan merasakan siksaan ataupun kebahagiaan.
Maka,
perpisahan ruh dengan jasad adalah bahwa
ruh sama sekali tidak lagi efektif bagi jasad.
Karena itu,
jasad pun tak lagi tunduk pada perintah-perintahnya.
Sesungguhnya,
anggota badan adalah alat ruh,
yang dipakai ruh untuk menggerakkan tangan,
mendengar dengan telinga, melihat dengan mata, dan
mengetahui hakikat dengan kalbunya.
Kalbu disini hanya ungkapan lain untuk "ruh".
Sedangkan ruh sendiri mampu mengungkapkan berbagai hal
tanpa harus menggunakan perantara alat tertentu.
Itulah sebabnya dia bisa mengenyam rasa sedih dan duka nestapa.
Dengan cara yang sama,
dia juga mengecap rasa senang dan gembira.
Semua itu tidak bergantung pada anggota tubuh.
Jadi, semua yang inheren pada ruh akan tetap berada bersamanya setelah dipisahkan dari jasad. Sedangkan yang timbul sebagai akibat keterkaitannya dengan anggota-anggota tubuh akan lenyap bersamaan dengan matinya jasad hingga tiba saatnya ruh dikembalikan pada jasadnya.
Bukanlah hal yang mustahil untuk mengatakan bahwa
di alam kubur,
ruh akan dipersatukan kembali dengan jasad,
dan tidak mustahil pula bahwa penyatuan itu akan ditunda
hingga datangnya hari kiamat.
Allah lebih mengetahui hal yang telah ditetapkan-Nya
atas setiap hamba.
Tidak lagi berfungsinya jasad setelah kematian
sama dengan tidak berfungsinya anggota-anggota tubuh tertentu
semasa hidup seseorang karena telah rusaknya daya keseimbangan,
atau adanya kehancuran pada urat-urat atau sel-sel
sehingga menghalangi ruh untuk meresap ke dalamnya.
Dengan demikian,
ruh yang mempunyai daya pengetahuan,
berpikir dan merasa tetaplah ada, dan
tetap memfungsikan sebagian anggota badan
tapi tak mampu mengfungsikan sebagian yang lain.
Kematian adalah
ungkapan tentang tak berfungsinya semua anggota tubuh
yang memang merupakan alat-alat ruh.
Yang dimaksud dengan ruh disini adalah
abstraksi yang dengannya manusia menyarap pengetahuan, rasa sakit,
dan lezatnya kebahagiaan.
Lalu, meskipun daya kerjanya pada anggota-anggota badan telah hilang,
namun pengetahuan dan pemahaman tersebut tidaklah rusak.
Begitu pula kemampuannya mencerap rasa gembira, sedih, rasa sakit, atau senang.
Ruhlah yang menjadi esensi manusia,
dan karena itu ruh bersifat abadi.
Dan,
pada saat kematian,
ruh mengalami dua perubahan.
Pertama,
ruh terpisah dari mata, telinga, kaki.dan semua anggota tubuh,
seperti halnya dia
terpisah dari keluarga, anak dan istri, rekan, pelayan dan semuanya.
Tak.ada perbedaan
antara apakah dia meninggalkan mereka
atau mereka meninggalkannya.
Sesungguhnya makna kematian adalah
terpisahnya seseorang dari kekayaannya
sehubungan dengan perpindahannya ke alam lain
yang sama sekali berbeda dengan dunia ini.
Jika di dunia ini dia memiliki sesuatu yang disenangi,
dia nikmati dan selalu dia cari,
maka rasa sesalnya setelah mati
akan bertambah besar dan perpisahan dengannya
akan semakin berat.
Perubahan kedua terletak pada kenyataan bahwa
dengan kematian,
terungkaplah segala hal yang tidak bisa diungkapkan kepadanya
pada masa hidup,
seperti yang sering kali terungkap
kepada orang yang terbangun dari tidur,
banyak hal-hal yang masih tersembunyi baginya
pada saat dia masih tertidur,
karena
"semua manusia dalam keadaan tidur dan
kematianlah yang akan menyadarkannya."
---Imam Al-Ghazali dalam kitab Dzikr al-Mawt, Ihya Ulumuddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar