Selasa, 01 Maret 2016

Suatu Hari, Musim Semi Di Konya

Taman bunga mawar dan tumbuhan basil
Yang manis, segala macam anemone
Tempat tumbuhan bunga violet pada debu,
Dan angin serta air dan api, duhai hati!

Tanah-tanah kosong di kota 
dipenuhi dengan tanaman semak kacang polong; 
alu berbagai dedaunan akan tumbuh 
di tepi sungai-sungai yang mengalir ke lereng gunung di Meram

Salju selalu berkata: 
“Aku akan meleleh,
Menjadi sungai,
Aku akan ke laut, 
sebab aku bagian dari lautan!
Aku sendirian, keras, lagi membeku,
Dan lagi gigi penderitaan dikunyah seperti es!” (D 1033)

Ungkapan tentang taman kepunyaan Husamuddin Syalabi

Dalam kefanaan penuh aku berkata:
“Duhai rajanya raja, 
semua citra meleleh
Dalam api ini!”
Dia berkata: 
“Sapaanmu tetap merupakan sisa
Salju ini-
Selagi ada salju,
tersembunyilah bunga mawar merah!” (D 1033)

Maulana mengerti bahwa 
sedikit saja condong pada kehidupan materi 
bisa menghalangi manusia 
dari sepenuhnya persatuan dengan sang Tercinta

Bawang, bawang bakung dan bunga apiun
Akan mengungkapkan rahasia musim dingin-
Sebagian akan segar
(harfiahnya “dengan kepala berwarna hijau”),
Sebagian lagi menundukkan kepala
Seperti bunga violet! (M V 1801)

Ini bukanlah perkataan Rumi 
melainkan perkataan penafsir modernya yang utama, 
Muhammad Iqbal. 
Dalam perubahan ini, yaitu 
dari khalwah ke jilwah, 
Muhammad Iqbal melihat rahasia sejati kehidupan manusia

Kalau burung gagak tahu bahwa dirinya buruk,
Ia akan meleleh seperti salju karena sedih!

Selama musim dingin, 
benih-benih yang tampak berjejalan 
di bawah debu mempersiapkan kebangkitan-
kembalinya pada musim semi

Burung bangau “Jiwa” telah tiba;
Telah tiba pula musim semi!-dimana kamu?
Dunia semarak dengan dedaunan
Dan bunga mawar nan cantik! (D 25854)

Orang amat senang menyaksikan petunjuk hidup bahwa 
musim semi sudah dekat

Wajah air yang bak berisi di musim dingin
Telah menjadi baju rantai (lemena) berkat angin-
Musim semi yang baru ini
Bisa jadi Daudnya masa kini,
Yang menenun lemena dari es! (D 2120)

Ketika mentari sudah masuk ke dalam Aries, 
maka musim semi, seperi nabi, 
dapat memperlihatkan mukjizatnya; 
mukjizat yang hanya dimiliki oleh nabi-nabi seperti Daud

Tanpa kedua mata-dua awan-penerang hati:
Api ancaman Tuhan, 
mana mungkin terpadamkan?

Bagamana dedaunan akan tumbuh dari persatuan,
Yang manis rasanya?

Bagaimana mata air 
akan memancarkan air murni?

Bagaimana tempat tumbuhnya belukar bunga mawar
Akan membeberkan rahasianya
Kepada padang rumput?

Bagaimana bunga violet akan membuat ikatan
Dengan bunga melati?

Bagaimana pohon plane
Akan mengangkat tangan-tangannya dalam doa?

Bagaimana pucuk-pucuk pohon
Akan meliuk-liuk di udara Cinta?

Bagaimana bunga-bunga
Akan mengguncang-guncangkan lengan bajunya
Pada musim semi
Untuk menebarkan butiran-butiran indahnya
Di taman yang luas?

Bagaimana pipi bunga tulip akan merah warnanya
Seperti api dan darah?

Bagaimana bunga mawar akan mengulurkan emasnya
Dari pundi-pundinya?

Bagaimana burung bulbul
Akan mengendus keharuman bunga mawar?

bagaimana suara merpati
Akan seperti sang pencari 
“Dimana,
Duhai dimana?”

Bagaimana burung bangau akan mengulang
Lak-laknya dari jiwanya,
Untuk mengatakan: 
“Duhai Yang Maha Penolong,
Milik-Mulah kerajaan, milik-Mulah!”

Bagaimana debu akan mengungkapkan rahasia hatinya?

Bagaimana langit
Akan menjadi taman yang mandi cahaya? (M II : 1655-64)

Bagaimana alam pada musim semi 
amat serupa dengan perilaku manusia 

Engkaulah langitku, 
dan aku buminya,
Yang kebingungan
Apa yang membuatmu terus mengalir dari hatiku?
Akulah tanah berbibir kering!
bawakan air
Yang akan menumbuhkan bunga mawar 
dari tanah ini!

Bagaimana bumi tahu
Apa yang dikau taburkan dalam hatinya?
Karena kamulah, tanah ini mengandung,
Dan kamu pun tahu bebannya! (D 3048)

Rumi menspiritualisasikan dan, 
menerapkannya pada keadaannya sendiri

Ranting pun mulai menari 
seperti orang yang bertobat
(yang baru saja menapak dijalan tasawuf),
Dedaunan pun bertepuk tangan
Seperti penyanyi pengembara (M IV 3264)

Karunia itu dari Tuhan, 
namun orang
Takkan menemukan karunia tanpa tabir “Taman” (M V 2338)

Semua bunga mawar, 
meski sisi luarnya
Kelihatan seperti duri;
Itulah cahaya dari Belukar Terbakar,
Meski keliatannya seperti api! (D 859)

Seperti kucing yang membawa anaknya
Dengan mulutnya
Kenapa tak kau lihat ibu-ibu ditaman? (D 2854)

Maulana memandang taman 
dengan mata cinta 
dan mengajak teman-temannya 
untuk bersama-sama mengagumi tunas-tunas 
yang baru tumbuh

“Kami menyembah-Mu!”-
itulah doa taman
Dimusim dingin.

“Kami minta tolong hanya pada-Mu!”
Itulah rengeknya di musim semi.

“Kami menyembah-Mu!-
itu arti aku datang

Memohon pada-Mu:
“Jangan tinggalkan diriku dalam kesedihan ini, Tuhan,
Bukalah lebar-lebar pintu kegembiraan!

“Kami minta tolong pada-Mu, Tuhan”-yaitu
Kelimpahan buah yang masak lagi manis rasanya.
Nah patahkanlah dahan dan rantingku-
Lindungilah daku, Ya Alloh Ya Tuhanku! (D 2046)

Kamilah bayi merpati
Yang berada dalam perlindunganmu,
Kami kelilingi serambi rerantingan (D 1673)

Kisah pemimpin spiritual-unta itupun bergerak gembira 
mengarungi padang pasir dan stepa:

Lihatlah anting-anting hidung pencinta di tanganmu
Siang malam aku ada di barisan unta ini! (D 302) 

Di taman ada beratus-ratus kekasih nan menawan
Bunga mawar dan bunga tulip menari berputar-putar
Di anak sungainya mengalir air bening,
Semuanya ini hanyalah helat (dalih)-
itulah Dia!

Jika itu kedengarannya penteistik, 
akan timbul pertanyaan mengapa putra Maulana, 
yang sekaligus penulis riwayat hidup Maulana, 
yaitu Sultan Walad, menjelaskan pandangan ini:

Barang siapa memiliki cahaya yang dimiliki malaikat,
dia tidak akan tertegun dengan lempung Adam,
malahan dia melihat dalam diri Adam cahaya Tuhan,
Memang barang siapa semakin sempurna, 
diaakan melihat dalam batu, jerami, kayu,
dalam segala sesuatu dan dalam atom, 
adanya Tuhan,
seperti yang dilihat dan diucapkan Bayazid:

“Tidak pernah aku melihat sesuatu tanpa kulihat di dalamnya Tuhan.” (VN 171)

Taman dan buah-buahan ada dalam hati
Dalam air dan lempung ini yang ada
Hanyalah pantulan kemurahan hati-Nya (M IV 1357f.)

Namun baris sajak yang terakhir ini 
tidak seperti ini 
tidak sepenuhnya mencerminkan sikap personal Maulana. 
Sebab;

Berkat pandangan mentari,
Tanah menjadi tumbuhnya bunga tulip
Kini duduk di rumah adalah bencana, bencana! (D 1346)


Diambil dari buku Akulah Angin Engkaulah Api 
(hidup dan karya Jalaluddin Rumi), 
Pengarang Annemarie Schimmel, Mizan, 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar