Rabu, 20 April 2016

Fihi Ma Fihi: Kata-Kata Bijak dari Negeri Rum (8)

Seseorang mengguncang buah aprikot agar jatuh dari pohonnya, 
lalu memakan buah itu. 
Ketika pemilik kebun menangkap basah dan mengatakan, 
“Apakah engkau tidak takut pada Tuhan?” 
Orang itu menjawab, 
“Untuk apa aku merasa takut? 
Pohon ini milik Tuhan
 dan aku ini pelayan Tuhan 
yang sedang memakan milik-Nya.

Engkau mesti mendapat ganjaran atas perbuatanmu,” 
kata sang pemilik pohon sambil menyuruh pegawainya 
untuk mengambil beberapa potong tali. 
Lalu lelaki itu diikat dan dipukulinya. 

“Apakah engkau tidak takut pada Tuhan?” teriak lelaki itu.

“Untuk apa aku takut? 
Bukankah engkau pelayan Tuhan? 
Dan ini adalah tongkat Tuhan 
yang aku pukulkan pada pelayannya,” 
kata pemilik kebun. (159)

Engkau dapat melihat jejak nafasmu pada musim dingin, 
namun tidak pada musim panas. 
Ini bukan karena pada musim panas nafasmu berhenti. 
Tetapi karena pada saat musim panas, 
di mana udara sangat panas 
sehingga nafasmu yang sangat lembut 
tidak bersedia menampakkan diri. 
Sama halnya, 
seluruh sifat dan hakikatmu 
juga terlalu lembut untuk dapat dilihat. 
Itu hanya bisa diraba 
lewat segala perbuatanmu. (161)

Tunjukkan kepadaku kejahatan di dunia ini 
yang tidak berisi sejumlah kebaikan 
dan kebaikan mana yang tidak mengandung sejumlah kejahatan. 
Sebagai contoh, 
seseorang merencanakan melakukan pembunuhan 
dan oleh sang korban dibelokkan menjadi perzinaan 
hingga pembunuhan itu tidak sempat dilakukannya.

Pada satu sisi perzinaan itu jahat, 
namun pada sisi lain, karena ia menghalangi pembunuhan, 
ia menjadi sesuatu yang baik. 

Maka baik dan jahat adalah satu hal, 
tidak mungkin melepaskan diri. 
Dari sinilah kami tidak sepakat dengan Zoroaster 
yang mengajarkan bahwa tuhan itu dua. 
Satu pencipta kebaikan dan yang lain pencipta kejahatan. (162)

Pendurhaka dan orang suci, 
orang yang taat dan ingkar, 
setan dan malaikat, 
sesungguhnya sama-sama melakukan penghambaan kepada Tuhan. 

Penjelasannya bisa menggunakan analogi 
tentang raja yang berhasrat menguji budaknya. 
Ia ingin memilih mana budak yang taat dan yang tidak. 
Juga mana yang layak dipercaya serta beriman dan yang pengkhianat. 
Tentu mesti ada yang menjadi penghasut, 
agar raja bisa memilah budak-budaknya. 
Bagaimana raja menetapkan golongan budak-budaknya?

Si penghasut, bertindak sebagai budak raja, 
dan melakukan apa-apa yang raja perintahkan. 
Ia bagaikan angin yang dikirim 
untuk memisahkan ngengat dari elang. 
Angin mengeluarkan ngengat dari pepohonan di taman.
 Namun burung elang akan bertahan dalam taman.

Sebagaimana juga, 
raja yang memerintahkan budak perempuannya untuk berhias secantik mungkin. 
Setelah itu, 
dia disuruh keluar dan memperlihatkan diri di hadapan budak-budak laki-laki. 
Hal itu dilakukan untuk mengetahui 
siapa di antara para budak itu yang layak dipercaya 
dan siapa yang menjadi pengkhianat. 

Meskipun perilaku budak perempuan itu 
jika dilihat dari luar merupakan pengkhianatan pada sang raja, 
tetapi pada hakikatnya tidak.
 Semua yang diperbuat oleh budak itu adalah 
penghambaan terhadap sang raja. (164)

Seorang lelaki berteriak meratap selama shalat.
 Apakah shalat itu batal? 
Jawabannya bergantung untuk apa dia berteriak dan apa yang dia lihat. 
Apakah dia berteriak untuk dunia lain, melampaui dunia wujud? 
Dan apa yang ia lihat? 
Apabila yang dia lihat adalah keadaan shalatnya yang buruk 
sehingga ia bisa menyempurnakannya, 
maka teriakannya justru membuat shalatnya benar dan lebih lengkap.

Namun apabila sebaliknya, 
matanya menangis karena dunia ini 
atau teriakannya timbul karena rasa sengsaranya 
melihat musuh yang mengungguli dirinya, 
maka shalatnya tidak lengkap dan tidak sah. 
Tidak sah juga apabila,
 teriakan itu terlahir dari kecemburuan pada seseorang 
yang memiliki sesuatu yang tidak dimilikinya. (166)

Apabila engkau hanya menanam biji aprikot 
yang sudah kehilangan tempurung, 
maka ia tidak akan tumbuh. 
Namun jika engkau menanam dengan tempurungnya, 
baru engkau bisa mengharapkannya tumbuh besar. 
Maka kami menjadi sadar, 
bentuk itu penting juga. (167)

Ada di antara hamba-hamba-Nya 
yang jika melihat seorang perempuan bercadar, 
memerintahkan kepadanya, 
“Angkat cadarmu hingga kami dapat melihat wajahmu! 
Siapakah engkau? 
Jika kau memakai cadar itu, kami tak dapat melihatmu, 
dan bingung sehingga berkata pada diri sendiri, 
‘Siapakah itu? 
Siapakah dia?’”

Aku bukanlah orang yang akan terpesona dan tertarik kepadamu, 
hanya dengan melihat wajahmu.
 Setelah sekian waktu, 
kini Tuhan menjadikan suci 
dan aku terbebas dari godaan seperti kalian semua. 
Aku aman dari bahaya melihatmu 
sehingga tidak akan terpana.
 Justru dengan tidak melihatmu pikiranku jadi kacau, 
‘Siapakah itu?’”

Mereka itulah golongan yang bertolak belakang dengan golongan lain, 
yaitu orang-orang yang dikendalikan oleh nafsunya. 
Sebab mereka yang dikendalikan nafsunya,
 jika melihat wajah-wajah kesaksian 
akan terpana dan kacau karenanya. 
Lebih baik saksi-saksi itu tetap terhijab dari mereka,
 agar mereka tidak menjadi bingung. 
Namun bagi orang-orang yang memiliki kedalaman hati, 
lebih baik bagi mereka saksi tak terselubungi 
sehingga mereka tidak menjadi kacau. (171)

Celakalah orang-orang yang shalat, 
namun lalai dengan shalatnya. 
Merekalah orang-orang munafik, 
yang menolak untuk menolong orang yang membutuhkan. 
Ayat itu merangkum semuanya.


Engkau memiliki cahaya, 
tetapi engkau melalaikan kemanusiaan. 
Kejarlah kemanusiaan, 
karena itulah tujuannya. 
Selebihnya hanyalah gerutuan yang tak kunjung habis. 
Sebab ketika kata-kata sudah terlampau jauh, 
tujuan yang hendak dicapai mudah untuk dilupakan.

Seorang tukang sayur pernah mencintai seorang perempuan 
dan mengirim pesan kepada pelayan perempuan itu. 
Ia berkata, 
“Aku begitu, aku begini. 
Aku sedang jatuh cinta dan aku menjadi terbakar. 
Aku selalu risau dan tersiksa. 
Termasuk kemarin, semalaman aku sangat gelisah.” 
Kemudian dia pergi dengan penuh rasa bangga.

Ketika pelayan datang pada majikannya dia berkata, 
“Tukang sayur mengirimkan salam 
dan berkata bahwa dia ingin melakukan sesuatu denganmu.”

“Begitu terus terang?” Tanya perempuan itu.

“Sebenarnya,” jawab pelayan, 
“dia bercerita panjang lebar, tetapi itulah inti ceritanya.” 

Itulah pokok yang terpenting. 
Selebihnya, 
sekadar membuat kalian sakit kepala. (175)

Musa telah dipaksa untuk melibatkan dirinya dengan manusia 
meskipun dia bersungguh-sungguh dengan perintah Tuhan 
dan asyik dengan-Nya. 
Memang, 
satu sisi dari tubuhnya 
dibuat untuk memperhatikan kesejahteraan manusia. (180)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar