Jumat, 15 April 2016

HIDUP DIBUANG SEBANYAK 3 KALI

Bissmillahirahmannirahiim ( Bagi Yang Benar Benar Lupa )
HIDUP DIBUANG SEBANYAK 3 KALI

Kesenangan hidup ini dibuang sebanyak tiga kali. 

Pada mulanya, 
seorang hamba Allah berada dalam kegelapan kejahilannya 
dan dalam keadaan yang yang tidak tentu arah, 
ia bertindak sewenang-wenang dalam seluruh tindak-tanduk hidupnya 
dengan menuruti hawa nafsu kebinatangannya semata-mata, 
tanpa mau mengabdikan dirinya kepada Allah dan 
tanpa pegangan agama yang mengawal dirinya. 

Dalam keadaan seperti ini, Allah melihatnya dengan penuh kasih sayang. 

Oleh karena itu, 
Allah mengutus seorang penasehat kepadanya 
dari orang-orang yang termasuk dalam golongannya 
yang juga seorang hamba Allah yang baik, 
dan satu penasehat lagi yang terdapat dalam dirinya sendiri. 
Kemudian, 
kedua penasehat ini mempengaruhi dirinya. 
Sehingga, hamba itu dapat melihat cacad yang ada pada dirinya 
seperti mengikuti hawa nafsu saja dan tidak mengikuti yang haq (benar). 
Dengan demikian, 
ia cenderung untuk mengikuti peraturan-peraturan atau hukum-hukum Allah 
di dalam semua tindak-tanduknya.

Kemudian hamba itu menjadi seorang Muslim yang berdiri tegak 
di dalam hukum-hukum Allah, keluar dari keadaannya yang jahil 
dan meninggalkan hal-hal yang haram dan meragukan. 
Hamba itu hanya mengambil perkara-perkara yang halal saja 
seperti makan, minum, bepergian, kawin dan lain sebagainya 
yang kesemuanya diperlukan untuk menjaga kesehatan dan kekuatan 
untuk patuh kepada Allah, asalkan ia menerima sepenuhnya 
apa yang diberikan Allah kepadanya dan 
tidak boleh melampaui batas serta tidak boleh keluar dari kehidupan dunia ini 
sebelum ia pergi mendapatkannya dan menyempurnakannya.

Maka berjalanlah ia di dalam hal-hal yang halal dalam seluruh keadaan hidupnya ini, sehingga ia mencapai peringkat kewalian (wilayah) 
dan masuk ke dalam golongan orang-orang yang membenarkan hakekat 
dan orang-orang pilihan Allah yang menghendaki berdampingan dengan Allah SWT.

Setelah itu, 
iapun hanya berjalan di dalam perintah Allah saja, 
dan di dalam dirinya ia mendengar firman Allah yang maksudnya kurang lebih, 
“Buanglah dirimu sendiri dan marilah ke mari; 
buanglah kelezatan dan kemewahan mahluk,
 jika kamu menghendaki Allah. 
Buanglah dunia dan akhirat 
serta kosongkanlah diri dari segala-galanya.
 Merasa senanglah dengan ke-Esa-an Allah. 
Buanglah syirik dan bersikap ikhlaslah. 
Kemudian,
 masuklah ke dalam majlis ke-Tuhan-an 
dan mendekatlah kepada-Nya dengan bersujud 
dan menghinakan diri 
serta tidak lagi mempedulikan hal-hal keduniaan dan keakhiratan, 
atau mahluk atau kemewahan hidup.”

Apabila ia telah sampai kepada peringkat ini 
dan telah teguh di dalamnya, 
maka ia akan menerima pakaian kemuliaan dan kehormatan dari Allah, 
dan Allah akan melimpahkan nur dan berbagai karunia. 
Lalu dikatakan kepadanya, 
“Pergunakanlah rahmat dan nikmat-Ku, 
dan janganlah bersikap angkuh
 serta jangan pula membuang kehendak atau kemauan, 
karena menolak pemberian-Ku itu bisa memberatkan Aku 
dan memperkecil kekuasaan-Ku”. 
Kemudian,
 iapun diberi pakaian yang mulia dan terhormat itu, 
tanpa ia sendiri memainkan peranan di dalam perkara tersebut. 
Sebelum itu,
 ia diselimuti oleh kemauan hawa nafsunya sendiri saja, 
lalu dikatakanlah kepadanya, 
“Selimutilah dirimu dengan rahmat dan karunia Allah.”

Jadi, bagi dia, 
ada empat peringkat di dalam mencapai kebahagiaan dan bagiannya. 

Peringkat pertama, ialah
 kehendak hawa nafsu kebinatangan semata dan ini adalah diharamkan. 

Peringkat kedua, ialah 
menuruti hukum dan undang-undang Allah, dan ini diperbolehkan. 

Peringkat ketiga adalah 
peringkat-peringkat batin, 
dan ini adalah peringkat kewalian (wilayah) dan membuang hawa nafsu kebinatangan. 

Peringkat keempat adalah 
peringkat keridhaan dan karunia Illahi, 
di sini lenyaplah kehendak dan maksud diri. 
Inilah peringkat Badaliyyat. 
Hamba itu masuk ke dalam majlis ke-Tuhan-an Yang Maha Tinggi,
 ia berserah bulat kepada Allah dan menuruti perbuatan Allah semata-mata. 

Inilah peringkat di mana ia terus mendapatkan ilmu Allah 
dan mempunyai sifat-sifat yang baik. 
Seorang hamba tidak boleh dikatakan benar dan baik, 
jika ia belum mencapai peringkat ini.

Ini sesuai dengan firman Allah yang maksudnya lebih kurang,
 “Sesungguhnya kawanku ialah 
Allah yang menurunkan Al Qur’an dan Dia menolong orang-orang yang baik.”

Oleh karena itu, 
hamba yang telah mencapai peringkat keempat ini 
tidak lagi mempergunakan apa-apa yang memberikan manfaat kepada dirinya 
dan tidak pula menghindarkan apa-apa yang memberikan mudharat kepada dirinya. 

Ia seperti bayi di pangkuan ibunya atau 
seperti mayat di tagan orang-orang yang sedang memandikannya. 
Ia hanya bergantung kepada qadha’ dan qadar Allah semata-mata, 
tanpa memilih dan tanpa berusaha apa-apa. 
Ia kembali kepada Allah untuk melakukan apa saja karena-Nya.
 Ia tidak mempunyai apa-apa lagi. 
Kadang-kadang Allah memberinya kesusahan 
dan kadang-kadang memberinya kesenangan. 
Kadang-kadang ia kaya dan kadang-kadang ia miskin papa. 
Ia tidak mau memilih 
atau menginginkan suatu posisi atau pertukaran posisi. 
Sebaliknya, 
ia ridha dan senang hati 
kepada apa saja yang diperbuat Allah terhadapnya.
 Inilah peringkat terakhir dalam pengembaraan kerohanian 
yang dicapai oleh para Abdal dan Aulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar