MEMILIH SEORANG MURSYID
" Lawlaa murobbi maa 'araftu robbi "
( Tanpa Guruku, aku takkan mengenal Tuhanku )
Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili mengatakan,
“Siapa yang menunjukkan dirimu kepada dunia,
maka ia akan menghancurkan dirimu.
Siapa yang menunjukkan dirimu pada amal,
ia akan memayahkan dirimu.
Dan barangsiapa menunjukkan dirimu kepada Allah Swt.
maka, ia pasti menjadi penasehatmu.”
Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengatakan,
“Janganlah berguru pada seseorang
yang yang tidak membangkitkan dirimu
untuk menuju kepada Allah dan
tidak pula menunjukkan wacananya kepadamu,
jalan menuju Allah”.
Seorang Mursyid yang hakiki,
menurut Asy-Syadzili adalah
seorang Mursyid yang tidak memberikan beban berat
kepada para muridnya.
Dari kalimat ini menunjukkan bahwa
banyak para guru sufi yang tidak mengetahui kadar bathin para muridnya,
tidak pula mengetahui masa depan kalbu para muridnya,
tidak pula mengetahui rahasia Ilahi di balik nurani para muridnya,
sehingga guru ini, dengan mudahnya dan gegabahnya
memberikan amaliyah atau tugas-tugas
yang sangat membebani fisik dan jiwa muridnya.
Jika seperti demikian,
guru ini bukanlah guru yang hakiki dalam dunia sufi.
Jika secara khusus,
karakteristik para Mursyid sedemikian rupa itu,
maka secara umum,
mereka pun berpijak pada lima (5) prinsip thariqat itu sendiri:
1. Taqwa kepada Allah swt. lahir dan batin.
2. Mengikuti Sunnah Nabi Saw. baik dalam ucapan maupun tindakan.
3. Berpaling dari makhluk (berkonsentrasi kepada Allah) ketika mereka datang dan pergi.
4. Ridha kepada Allah, atas anugerah-Nya, baik sedikit maupun banyak.
5. Dan kembali kepada Allah dalam suka maupun duka.
Manifestasi Taqwa, melalaui sikap wara’ dan istiqamah.
Perwujudan atas Ittiba’ sunnah Nabi melalui pemeliharaan dan budi pekerti yang baik. Sedangkan perwujudan berpaling dari makhluk melalui kesabaran dan tawakal.
Sementara perwujudan ridha kepada Allah, melalui sikap qana’ah dan pasrah total.
Dan perwujudan terhadap sikap kembali kepada Allah adalah
dengan pujian dan rasa syukur dalam keadaan suka,
dan mengembalikan kepada-Nya ketika mendapatkan bencana.
Secara keseluruhan, prinsip yang mendasari di atas adalah:
1) Himmah yang tinggi,
2) Menjaga kehormatan,
3) Bakti yang baik,
4) Melaksanakan prinsip utama; dan
5) Mengagungkan nikmat Allah Swt.
Dari sejumlah ilusttrasi di atas,
maka bagi para penempuh jalan sufi hendaknya memilih seorang Mursyid
yang benar-benar memenuhi standar di atas,
sehingga mampu menghantar dirinya dalam penempuhan menuju kepada Allah Swt.
Rasulullah saw. adalah teladan paling paripurna.
Ketika hendak menuju kepada Allah dalam Isra’ dan Mi’raj,
Rasulullah Saw. senantiasa dibimbing oleh Malaikat Jibril as.
Fungsi Jibril di sini identik dengan Mursyid di mata kaum sufi.
Hal yang sama, ketika Nabiyullah Musa as, yang merasa telah sampai kepada-Nya, ternyata harus diuji melalui bimbingan ruhani seorang Nabi Khidir as.
Hubungan Musa dan Khidir adalah hubungan spiritual antara Murid dan Syekh.
Maka dalam soal-soal rasional Musa as sangat progresif,
tetapi beliau tidak sehebat Khidir dalam soal batiniyah.
Karena itu lebih penting lagi,
tentu menyangkut soal etika hubungan antara Murid dengan Mursyidnya,
atau antara pelaku sufi dengan Syekhnya.
Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani, (W. 973 H)
secara khusus menulis kitab
yang berkaitan dengan etika hubungan antara Murid dengan Mursyid tersebut,
dalam “Lawaqihul Anwaar al-Qudsiyah fi Ma’rifati Qawa’idus Shufiyah”.
Mursyid Kamil Mukammil
Oleh: KH. Wahid Zuhdi
(pengasuh Ponpes al-Ma’ruf, Bandungsari, Ngaringan, Grobogan, Jateng;
juga sebagai wakil Syuriyah NU wilayah Jateng
dan sebagai anggota lajnah tashhih NU Pusat
dan di persatuan thariqat se-Indonesia)
Mursyid kamil mukammil adalah
seorang mursyid yang sudah sempurna dalam wushulnya kepada Allah
dan dapat menyempurnakan muridnya untuk juga wushul kepada Allah.
Mursyid kamil mukammil pastilah seorang waliyullah,
tetapi sebaliknya,
seorang waliyullah belum tentu seorang mursyid.
Karena seoarang mursyid mempunyai otoritas
mematrikan/menghunjamkan dzikir
ke dalam qolbu seorang murid untuk mensucikan qolbunya
dan sebagai biji iman yang siap dicangkul, dipupuk, dirawat, disirami
sampai tumbuh dan berkembang yang akhirnya akan berbuah manisnya iman.
Dengan biji iman yang ditanamkan ke dalam qolbu
yang telah disucikan oleh mursyid kamil mukammil
dan diiringi dengan ketekunan,
keistiqomahan seorang murid dalam menjalankan petunjuk mursyid,
insya Allah akan terjadi perubahan secara simultan dalam diri seorang murid
menuju kemerdekaan yang hakiki yaitu bebas dari segala belenggu penghambaan/perbudakan kepada dan terhadap apapun kecuali hanya kepada ALLAH.
Mursyid akan senantiasa
mendoakan, membimbing, mengingatkan, mengarahkan, menata
perjalanan murid menuju Allah
yang sungguh sangat banyak tipu dayanya.
Wali Mursyid Itu Perlu
Seorang saudaraku bertanya:
APAKAH ADA PERADABAN YG LEBIH BAIK DARI ISLAM? TIDAK!!
Hmm..kadang aku berpikir,
apa kunci Rasulullah hingga mampu membangun satu peradaban baru
hanya dalam waktu 23 tahun...?
Barangkali kuncinya seperti tergambar dalam surat al-Jum'ah / 67:2.
Beliau menjalankan tiga tugas utama:
1. Tilawah, membacakan ayat-ayat Allah.
Memperkenalkan kepada orang-orang tentang adanya petunjuk 'langit',
dan meyakinkan mereka tentang kebanaran ayat-ayat 'langit' itu.
2. Tazkiyah, mensucikan jiwa pengikutnya.
Tanpa kesucian jiwa maka makna ayat-ayat yang dibacakan
tak akan terpahami dengan baik,
tak juga ayat-ayat itu terasakan sebagai penggerak
yang memotivasi orang untuk mengamalkannya.
3. Taklim, mengajarkan ketentuan-ketentuan Allah (hukum, kitab)
juga tujuan dan manfaat dari ketentuan-ketentuan tersebut (hikmah).
Sekarang ini fungsi tilawah telah banyak tergantikan oleh berbagai media.
Kalau dulu hanya dibacakan oleh orang,
sekarang ayat-ayat telah dibukukan, dikasetkan, di-CD/ VCD-kan, didigitalkan.
Orang dapat mengaksesnya secara langsung.
Untuk membacanya pun sudah banyak tersedia kursus-kursus
yang dapat melatihkannya dengan berbagai metode yang sangat cepat.
Fungsi taklim masih berjalan terus,
bahkan makin banyak ustadz yang memimpin majlis-majlis taklim,
baik langsung maupun menggunakan fasilitas distance learning
melalui radio/tv dan internet.
Yang jadi masalah adalah fungsi tazkiyah.
Rasulullah s.a.w. mentazkiyah jiwa para sahabat sebelum mentaklim mereka.
Jiwa para sahabat sudah tersucikan lebih dulu sebelum mendapatkan taklim.
Tapi siapa yang mentazkiyah diri kita saat ini?
Untuk tilawah kita dapat menggunakan berbagai multi media ayat
yang banyak tersebar dengan harga murah.
Untuk taklim kita dapat mendatangi majlis taklim, halaqah, liqa', dan mabit;
menjumpai para ustadz dan murabbi.
Tapi semua itu kita lakukan dengan qalbu yang kotor
karena tidak mengalami tazkiyah lebih dulu.
Adakah para ustadz/kyai itu dapat mentazkiyah jiwa kita.
Apakah para murabbi kita juga sudah tersucikan jiwanya
sehingga mampu mentazkiyah kita?
Kadang kita katakan, tak perlu tazkiyah secara formal,
lakukan saja ibadah-ibadah yang ada dengan ikhlas dan tekun,
nanti jiwa akan tertazkiyah sendiri. Betulkah?
Bagaimana kita dapat ikhlas kalau belum tazkiyah.
Bagaimana akan termotivasi dan tekun beribadah
kalau masih banyak kototan jiwa?
Jadi berputar-putar dong, untuk tazkiyah perlu ibadah,
tapi untuk ikhlas dan tekun ibadah diperlukan tazkiyah lebih dulu...
Kita katakan tak perlu ada tazkiyah secara formal,
juga tak perlu ada orang yang mentazkiyah kita,
karena kita memang belum mengetahui pentingnya dua hal itu.
Rasulullah s.a.w. mendapatkan tilawah, tazkiyah, dan taklim dari malaikat Jibril.
Para sahabat mendapatkannya dari Rasul s.a.w.
Para tabi'in dari para sahabat... begitu seterusnya.
Tapi lagi-lagi, siapa yang mentazkiyah kita saat ini?
Kadang kita terlalu arogan dengan mengatakan tak perlu tazkiyah
dan orang yang mentazkiyah,
karena hubungan kita dengan Allh SWT bersifat langsung dan individual,
tak memerlukan perantara.
Tapi betulkah kita,
dengan segala kekotoran kita dapat terhubung langsung dengan Allah?
Bukankah Rasulullah s.a.w.
sebelum mikraj pun ditazkiyah dulu qalbunya oleh Jibril?
Masukilah rumah lewat pintunya.
Pelajarilah agama melalui sumbernya.
Seraplah cahaya ilahiah melalui salurannya.
Mursyid itu perlu...
Kita gak kan pandai tanpa guru
(bukankah dikatakan, siapa yang belajar tanpa guru maka gurunya adalah setan...).
Jiwa tak kan terbersihkan tanpa ada yang men-tazkiyah-nya.
Tentu jangan sembarang orang kita jadikan mursyid.
Bagaimana ia akan men-tazkiyah diri kita
kalau dia pun belum tersucikan jiwanya.
Carilah mursyid yang berkualifikasi wali.
Bukan wali murid, atau wali nikah, tapi wali Allah...
Tapi bagaimana kita mengetahui seseorang itu wali Allah,
jangan-jangan kita malah terjebak oleh pengkultusan yang menyesatkan?
Eksistensi Seorang Mursyid
Dalam setiap aktivitas rintangan itu akan selalu ada.
Hal ini dikarenakan Tuhan menciptakan syetan
tidak lain hanya untuk menggoda dan menghalangi setiap aktivitas manusia.
Tidak hanya terhadap aktivitas yang mengarah kepada kebaikan,
bahkan terhadap aktivitas yang sudah jelas mengarah menuju kejahatan pun,
syetan masih juga ingin lebih menyesatkan.
Pada dasarnya kita diciptakan oleh Tuhan hanya untuk beribadah
dan mencari ridla dari-Nya.
Karena itu kita harus berusaha untuk berjalan sesuai dengan kehendak
atau syari’at yang telah ditentukan.
Hanya saja keberadaan syetan yang selalu memusuhi kita,
membuat pengertian dan pelaksanaan kita terkadang tidak sesuai dengan kebenaran.
Dengan demikian,
kebutuhan kita untuk mencari seorang pembimbing merupakan hal yang essensial.
Karena dengan bimbingan orang tersebut,
kita harapkan akan bisa menetralisir setiap perbuatan
yang mengarah kepada kesesatan sehingga bisa mengantar kita pada tujuan.
Thariqah
Thariqah adalah jalan.
Maksudnya, salah satu jalan menuju ridla Allah
atau salah satu jalan menuju wushul (sampai pada Tuhan).
Dalam istilah lain orang sering juga menyebutnya dengan ilmu haqiqat.
Jadi,
thariqah merupakan sebuah aliran ajaran dalam pendekatan terhadap Tuhan.
Rutinitas yang ditekankan dalam ajaran ini adalah
memperbanyak dzikir terhadap Allah.
Dalam thariqat,
kebanyakan orang yang terjun ke sana adalah
orang-orang yang bisa dibilang sudah mencapai usia tua.
Itu dikarenakan tuntutan atau pelajaran yang disampaikan adalah
pengetahuan pokok atau inti
yang berkaitan langsung dengan Tuhan dan aktifitas hati
yang tidak banyak membutuhkan pengembangan analisa.
Hal ini sesuai dengan keadaan seorang yang sudah berusia tua
yang biasanya kurang ada respon dalam pengembangan analisa.
Meskipun demikian,
tidak berarti thariqah hanya boleh dijalankan oleh orang-orang tua saja.
Lewat thariqah ini orang berharap bisa selalu mendapat ridla dari Allah,
atau bahkan bisa sampai derajat wushul.
Meskipun sebenarnya thariqah bukanlah jalan satu-satunya.
Wushul
Wushul adalah derajat tertinggi atau tujuan utama dalam ber-thariqah.
Untuk mencapai derajat wushul (sampai pada Tuhan),
orang bisa mencoba lewat bermacam-macam jalan.
Jadi, orang bisa sampai ke derajat tersebut tidak hanya lewat satu jalan.
Hanya saja kebanyakan orang menganggap thariqah adalah
satu-satunya jalan atau bahkan jalan pintas menuju wushul.
Seperti halnya thariqah,
ibadah lain juga bisa mengantar sampai ke derajat wushul.
Ada dua ibadah
yang syetan sangat sungguh-sungguh dalam usaha menggagalkan atau menggoda,
yaitu shalat dan dzikir.
Hal ini dikarenakan shalat dan dzikir merupakan dua ibadah
yang besar kemungkinannya bisa diharapkan akan membawa keselamatan
atau bahkan mencapai derajat wushul.
Sehingga didalam shalat dan dzikir
orang akan merasakan kesulitan untuk dapat selalu mengingat Tuhan.
Dalam sebuah cerita,
Imam Hanafi didatangi seorang yang sedang kehilangan barang.
Oleh Imam Hanafi orang tersebut disuruh shalat sepanjang malam
sehingga akan menemukan barangnya.
Namun ketika baru setengah malam menjalankan shalat,
syetan mengingatkan/mengembalikan barangnya yang hilang
sambil membisikkan agar tidak melanjutkan shalatnya.
Namun oleh Imam Hanafi orang tersebut tetap disuruh untuk melanjutkan shalatnya.
Seperti halnya shalat,
dzikir adalah salah satu ibadah yang untuk mencapai hasil maksimal
harus melewati jalur yang penuh godaan syetan.
Dzikir dalam ilmu haqiqat atau thariqat,
adalah mengingat atau menghadirkan Tuhan dalam hati.
Sementara Tuhan adalah dzat yang tidak bisa diindera
dan juga tiak ada yang menyerupai.
Sehingga tidak boleh bagi kita
untuk membayangkan keberadaan Tuhan dengan disamakan sesuatu.
Maka dalam hal ini besar kemungkinan kita terpengaruh dan tergoda oleh syetan, mengingat kita adalah orang yang awam dalam bidang ini (ilmu haqiqat)
dan masih jauh dari standar.
Karena itu,
untuk selalu bisa berjalan sesuai ajaran agama,
menjaga kebenaran maupun terhindar dari kesalahan pengertian,
kita harus mempunyai seorang guru.
Karena tanpa seorang guru,
syetanlah yang akan membimbing kita.
Yang paling dikhawatirkan adalah kesalahan yang berdampak pada aqidah.
Mursyid
Mursyid adalah seorang guru pembimbing dalam ilmu haqiqat atau ilmu thariqat.
Mengingat pembahasan dalam ilmu haqiqat atau ilmu thariqat adalah
tentang Tuhan yang merupakan dzat yang tidak bisa diindera,
dan rutinitas thariqah adalah dzikir yang sangat dibenci syetan.
Maka untuk menjaga kebenaran,
kita perlu bimbingan seorang mursyid untuk mengarahkannya.
Sebab penerapan Asma’ Allah atau pelaksanaan dzikir yang tidak sesuai
bisa membahayakan secara ruhani maupun mental,
baik terhadap pribadi yang bersangkutan maupun terhadap masyarakat sekitar.
Bahkan bisa dikhawatirkan salah dalam beraqidah.
Seorang mursyid inilah yang akan membimbing kita
untuk mengarahkannya pada bentuk pelaksanaan yang benar.
Hanya saja bentuk ajaran dari masing-masing mursyid
yang disampaikan pada kita berbeda-beda,
tergantung aliran thariqah-nya.
Namun pada dasarnya
pelajaran dan tujuan yang diajarkannya adalah sama,
yaitu al-wushul ila-Allah.
Melihat begitu pentingnya peranan mursyid,
maka tidak diragukan lagi
tinggi derajat maupun kemampuan dan pengetahuan
yang telah dicapai oleh mursyid tersebut.
Karena ketika seorang mursyid memberi jalan keluar
kepada muridnya dalam menghadapi kemungkinan godaan syetan,
berarti beliau telah lolos dari perangkap syetan.
Dan ketika beliau membina muridnya untuk mencapai derajat wushul,
berarti beliau telah mencapai derajat tersebut.
Paling tidak,
seorang mursyid adalah orang yang tidak diragukan lagi
kemampuan maupuan pengetahuannya.
Urgensi Mursyid Dalam Tarekat
Allah Swt. berfirman:
“Barangsiapa mendapatkan kesesatan,
maka ia tidak akan menemukan (dalah hidupnya)
seorang wali yang mursyid”
(Al-Qur’an).
Dalam tradisi tasawuf,
peran seorang Mursyid (pembimbing atau guru ruhani)
merupakan syarat mutlak
untuk mencapai tahapan-tahapan puncak spiritual.
Eksistensi dan fungsi Mursyid atau
wilayah kemursyidan ini ditolak oleh sebagaian mereka
yang memahami tasawuf dengan cara-cara individual.
Mereka merasa mampu menembus jalan ruhani
yang penuh dengan rahasia menurut metode dan cara mereka sendiri,
bahkan dengan mengandalkan pengetahuan yang selama ini
mereka dapatkan dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.
Namun karena pemahaman terhadap kedua sumber ajaran tersebut terbatas,
mereka mengklaim bahwa dunia tasawuf
bisa ditempuh tanpa bimbingan seorang Mursyid.
Pandangan demikian hanya layak secara teoritis belaka.
Tetapi dalam praktek sufisme, bisa dipastikan,
bahwa mereka hanya meraih kegagalan spiritual.
Bukti-bukti historis akan kegagalan spoiritual tersebut
telah dibuktikan oleh para ulama sendiri
yang mencoba menempuh jalan sufi
tanpa menggunakan bimbingan Mursyid.
Para ulama besar sufi, yang semula menolak tasawuf,
seperti
Ibnu Athaillah as-Sakandari,
Sulthanul Ulama Izzuddin Ibnu Abdis Salam,
Syeikh Abdul Wahab asy-Sya’rani, dan
Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali
akhirnya harus menyerah pada pengembaraannya sendiri,
bahwa dalam proses menuju kepada Allah
tetap membutuhkan seorang Mursyid.
Masing-masing ulama besar tersebut memberikan kesaksian,
bahwa seorang dengan kehebatan ilmu agamanya,
tidak akan mampu menempuh jalan sufi,
kecuali atas bimbingan seorang Syekh atau Mursyid.
Sebab dunia pengetahuan agama,
seluas apa pun, hanyalah “dunia ilmu”,
yang hakikatnya lahir dari amaliah.
Sementara,
yang diserap dari ilmu adalah produk dari amaliah ulama
yang telah dibukakan jalan ma’rifat itu sendiri.
Jalan ma’rifat itu tidak bisa begitu saja ditempuh begitu saja
dengan mengandalkan pengetahuan akal rasional,
kecuali hanya akan meraih Ilmul Yaqin belaka,
belum sampai pada tahap Haqqul Yaqin.
Alhasil mereka yang merasa sudah sampai kepada Allah (wushul)
tanpa bimbingan seorang Mursyid,
wushul-nya bisa dikategorikan sebagai wushul
yang penuh dengan tipudaya.
Sebab,
dalam alam metafisika sufisme,
mereka yang menempuh jalan sufi tanpa bimbingan ruhani seorang Mursyid,
tidak akan mampu membedakan
mana hawathif-hawathif (bisikan-bisikan lembut)
yang datang dari Allah,
dari malaikat atau dari syetan dan bahkan dari jin.
Di sinilah jebakan-jebakan dan tipudaya penempuh jalan sufi muncul.
Oleh sebab itu ada kalam sufi yang sangat terkenal:
“Barangsiapa menempuh jalan Allah tanpa disertai seorang guru,
maka gurunya adalah syetan”.
Oleh sebab itu, seorang ulama sendiri,
tetap membutuhkan seorang pembimbing ruhani,
walaupun secara lahiriah pengetahuan yang dimiliki oleh sang ulama tadi
lebih tinggi dibanding sang Mursyid.
Tetapi, tentu saja, dalam soal-soal Ketuhanan, soal-soal bathiniyah,
sang ulama tentu tidak menguasainya.
Sebagaimana ayat al-Qur’an di atas, seorang Syekh atau Mursyid Sufi,
mesti memiliki prasyarat yang tidak ringan.
Dari konteks ayat di atas menunjukkan bahwa
kebutuhan akan bimbingan ruhani bagi mereka yang menempuh jalan sufi,
seorang pembimbing ruhani mesti memiliki predikat seorang yang wali,
dan seorang yang Mursyid.
Dengan kata lain,
seorang Mursyid yang bisa diandalkan adalah
seorang Mursyid yang Kamil Mukammil, yaitu seorang
yang telah mencapai keparipurnaan ma’rifatullah sebagai Insan yang Kamil,
sekaligus bisa memberikan bimbingan jalan keparipurnaan
bagi para pengikut thariqatnya.
Tentu saja,
untuk mencari model manusia paripurna setelah wafatnya Rasulullah saw.
terutama hari ini, sangatlah sulit.
Sebab ukuran-ukuran atau standarnya
bukan lagi dengan menggunakan standar rasional-intelektual,
atau standar-standar empirisme, seperti
kemasyhuran, kehebatan-kehebatan atau pengetahuan-pengetahuan ensiklopedis misalnya. Bukan demikian.
Tetapi, adalah penguasaan wilayah spiritual yang sangat luhur,
dimana, logika-logikanya,
hanya bisa dicapai dengan mukasyafah kalbu atau akal hati.
Karenanya,
pada zaman ini, tidak jarang Mursyid Tarekat yang bermunculan,
dengan mudah untuk menarik simpati massa,
tetapi hakikatnya tidak memiliki standar sebagai seorang Mursyid yang wali
sebagaimana di atas.
Sehingga saat ini banyak Mursyid yang tidak memiliki derajat kewalian,
lalu menyebarkan ajaran tarekatnya.
Dalam banyak hal,
akhirnya, proses tarekatnya banyak mengalami kendala yang luar biasa,
dan akhirnya banyak yang berhenti di tengah jalan persimpangan.
Lalu siapakah Wali itu?
Wali adalah kekasih Allah Swt.
Mereka adalah para kekasih Allah
yang senanatiasa total dalam taat ubudiyahnya,
dan tidak berkubang dalam kemaksiatan.
Dalam al-Qur’an disebutkan:
“Ingatlah, bahwa wali-wali Allah itu tidak pernah takut, juga tidak pernah susah.”
Sebagian tanda dari kewalian adalah tidak adanya rasa takut sedikit pun
yang terpancar dalam dirinya,
tetapi juga tidak sedikit pun merasa gelisah atau susah.
Para Wali ini pun memiliki hirarki spiritual yang cukup banyak,
sesuai dengan tahap atau maqam
dimana mereka ditempatkan dalam Wilayah Ilahi di sana.
Paduan antara kewalian dan kemursyidan inilah
yang menjadi prasyarat bagi munculnya seorang Mursyid
yang Kamil dan Mukammil di atas.
Dalam kitab Al-Mafaakhirul ‘Aliyah, karya Ahmad bin Muhammad bin ‘Ayyad,
ditegaskan,
-- dengan mengutip ungkapan Sulthanul Auliya’ Syekh Abul Hasan asy-Syadzily ra, -- bahwa syarat-syarat seorang Syekh atau Mursyid yang layak – minimal –ada lima:
1. Memiliki sentuhan rasa ruhani yang jelas dan tegas.
2. Memiliki pengetahuan yang benar.
3. Memiliki cita (himmah) yang luhur.
4. Memiliki perilaku ruhani yang diridhai.
5. Memiliki matahati yang tajam untuk menunjukkan jalan Ilahi.
Sebaliknya kemursyidan seseorang gugur
manakala melakukan salah satu tindakan berikut:
1. Bodoh terhadap ajaran agama.
2. Mengabaikan kehormatan ummat Islam.
3. Melakukan hal-hal yang tidak berguna.
4. Mengikuti selera hawa nafsu dalam segala tindakan.
5. Berakhal buruk tanpa peduli dengan perilakunya.
Syekh Abu Madyan – ra- menyatakan,
siapa pun yang mengaku dirinya mencapai tahap ruhani
dalam perilakunya di hadapan Allah Swt.
lalu muncul salah satu dari lima karakter di bawah ini,
maka, orang ini adalah seorang pendusta ruhani:
1. Membiarkan dirinya dalam kemaksiatan.
2. Mempermainkan taat kepada Allah.
3. Tamak terhadap sesama makhuk.
4. Kontra terhadap Ahlullah
5. Tidak menghormati sesama ummat Islam sebagaimana diperintahkan Allah Swt.
Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili mengatakan,
“Siapa yang menunjukkan dirimu kepada dunia,
maka ia akan menghancurkan dirimu.
Siapa yang menunjukkan dirimu pada amal,
ia akan memayahkan dirimu.
Dan barangsiapa menunjukkan dirimu kepada Allah Swt.
maka, ia pasti menjadi penasehatmu.”
Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengatakan,
“Janganlah berguru pada seseorang
yang tidak membangkitkan dirimu
untuk menuju kepada Allah dan
tidak pula menunjukkan wacananya kepadamu,
jalan menuju Allah”.
Seorang Mursyid yang hakiki,
menurut Asy-Syadzili adalah seorang Mursyid
yang tidak memberikan beban berat kepada para muridnya.
Dari kalimat ini menunjukkan bahwa banyak
para guru sufi yang tidak mengetahui kadar batin para muridnya,
tidak pula mengetahui masa depan kalbu para muridnya,
tidak pula mengetahui rahasia Ilahi di balik nurani para muridnya,
sehingga guru ini,
dengan mudahnya dan gegabahnya memberikan amaliyah
atau tugas-tugas yang sangat membebani fisik dan jiwa muridnya.
Jika seperti demikian, guru ini bukanlah guru yang hakiki dalam dunia sufi.
Jika secara khusus,
karakteristik para Mursyid sedemikian rupa itu,
maka secara umum,
mereka pun berpijak pada lima (5) prinsip thariqat itu sendiri:
1. Taqwa kepada Allah swt. lahir dan batin.
2. Mengikuti Sunnah Nabi Saw. baik dalam ucapan maupun tindakan.
3. Berpaling dari makhluk (berkonsentrasi kepada Allah) ketika mereka datang dan pergi.
4. Ridha kepada Allah, atas anugerah-Nya, baik sedikit maupun banyak.
5. Dan kembali kepada Allah dalam suka maupun duka.
Manifestasi Taqwa, melalaui sikap wara’ dan istiqamah.
Perwujudan atas Ittiba’ sunnah Nabi melalui pemeliharaan dan budi pekerti yang baik. Sedangkan perwujudan berpaling dari makhluk melalui kesabaran dan tawakal.
Sementara perwujudan ridha kepada Allah,
melalui sikap qana’ah dan pasrah total.
Dan perwujudan terhadap sikap kembali kepada Allah adalah
dengan pujian dan rasa syukur dalam keadaan suka,
dan mengembalikan kepada-Nya ketika mendapatkan bencana.
Secara keseluruhan, prinsip yang mendasari di atas adalah:
1) Himmah yang tinggi,
2) Menjaga kehormatan,
3) Bakti yang baik,
4) Melaksanakan prinsip utama; dan
5) Mengagungkan nikmat Allah Swt.
Dari sejumlah ilusttrasi di atas,
maka bagi para penempuh jalan sufi hendaknya memilih seorang Mursyid
yang benar-benar memenuhi standar di atas,
sehingga mampu menghantar dirinya dalam penempuhan
menuju kepada Allah Swt.
Rasulullah saw. adalah teladan paling paripurna.
Ketika hendak menuju kepada Allah dalam Isra’ dan Mi’raj, Rasulullah Saw.
senantiasa dibimbing oleh Malaikat Jibril as.
Fungsi Jibril di sini identik dengan Mursyid di mata kaum sufi.
Hal yang sama, ketika Nabiyullah Musa as,
yang merasa telah sampai kepada-Nya,
ternyata harus diuji melalui bimbingan ruhani seorang Nabi Khidir as.
Hubungan Musa dan Khidir adalah hubungan spiritual antara Murid dan Syekh.
Maka dalam soal-soal rasional Musa as sangat progresif,
tetapi beliau tidak sehebat Khidir dalam soal batiniyah.
Karena itu lebih penting lagi,
tentu menyangkut soal etika hubungan antara Murid dengan Mursyidnya,
atau antara pelaku sufi dengan Syekhnya.
Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani, (W. 973 H)
secara khusus menulis kitab
yang berkaitan dengan etika hubungan antara Murid dengan Mursyid tersebut,
dalam “Lawaqihul Anwaar al-Qudsiyah fi Ma’rifati Qawa’idus Shufiyah”.
Ada sebagian Masyaikh yang menetapkan
sebelas tingkatan dalam perjalananTasawwuf seperti berikut:
1. Muwafiqat
Murid mula memusuhi segala musuh Allah iaitu
Syaitan, Dunia,Hawa dan Nafsu.
Dirinya mula mengasihi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
2. Mail
Murid mula cenderung terhadap Allah
dan melenyapkan segala sesuatu selain Allah pada permukaan hatinya.
3. Muwanisat
Murid mula meninggalkan segala sesuatu
dan mula mencari AllahSubhanahu Wa Ta’ala.
4. Mawaddat
Murid menyibukkan dirinya
dengan penyerahan, tangisan, cinta dan pengharapan di dalam hatinya.
5. Hawa
Murid memelihara hatinya
dengan penuh kesungguhan dengan bermujahadah
meninggalkan perkara dosa dan hatinya menjadi lembut.
6. Khullat
Murid menjadikan seluruh anggotanya dalam ketaatan
mengingati Allah Ta’ala dan
melenyapkan segala ingatannya terhadap yang lain.
7. Ulfat
Murid mula mengenepikan dirinya dari segala sifat-sifat yang terceladan menggantikannya dengan sifat-sifat yang mulia.
8. Syaghaf
Murid dengan kesungguhan yang ada dalam dirinya
telah berupaya menyingkap tabir hijab
dan menganggap bahawa
membongkarkan rahsia cintanya terhadap Allah Ta’ala
sebagai suatu perkara yang boleh menimbulkan Syirik,
lalu mereka memelihara segala rahasia tersebut
dengan penguasaan Wajd yakni
penerimaan penghasilan segala faedah yang bersifat Batin.
9. Taym
Murid menjadikan dirinya sebagai hamba cinta
dan menggabungkan dirinya dalam Tajrid dan Tafrid.
Tajrid bererti mengasingkan diri dari khalayak,
manakala Tafrid bererti berkhalwat dalam diri.
10. Walsh
Murid memelihara cermin hatinya
di hadapan keagungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala
dan menjadi mabuk cinta denganNya.
11. ‘Ishiq
Murid sentiasa menyibukkan lidahnya dengan Zikirullah,
hatinyadengan memikiri tentang Allah Ta’ala
dan Ruhnya menikmati Musyahadah
melihat tanda-tanda Kebesaran Allah Ta’ala
sehingga dia merasakan dirinya sendiri tidak wujud.
ENGKAULAH GURU RUHANIKU
Dulu,
aku hanyalah seorang anak muda putus yang nakal,
kemudian aku datang kepadamu
menyerahkan diri untuk dibimbing
menjadi orang yang berguna.
Datang dengan niat untuk mengobati luka hati
yang tercampakkan oleh dunia yang kejam.
Masih aku ingat malam itu,
Engkau wahai Guruku membentakku dengan keras
karena aku tidak setuju dengan Tarekat
karena bagiku Tarekat itu sebuah kata yang tabu,
sebuah aliran yang penuh bid’ah dan kesesatan.
Hampir saja Engkau mengusirku dan s
yukur sekali malam itu aku bertahan dan tidak keluar dari Suraumu.
Mengingat kenangan itu,
aku ingin selalu menangis, air mataku mengalir tanpa bisa tertahan,
syukur kepada Tuhan yang Maha Pemurah
telah memperkenalkan dirimu wahai Guruku,
kekasih Allah dimuka bumi.
Sungguh,
andai malam itu aku merajuk dan keluar dari suraumu,
saat ini aku tidak tahu menjadi apa.
Menjadi hamba setan dan
Yang pasti aku menjadi orang yang menyembah Tuhan
tanpa pernah kenal dengan Tuhan yang disembah.
Seperti sindiranmu kepadaku, “menyembah tuhan kira-kira”.
Aku datang kepadamu, wahai Guruku,
dengan kubangan dosa dan masih tersisa lumpur-lumpur kenistaan.
Aku tahu jubahmu terpecik oleh kenistaanku dan
yang membuat aku selalu menangis
karena Engkau berkenan menerima diri hina ini.
Menerima manusia yang sakit jasmani dan rohani.
Ampuni aku Wahai Guruku,
karena malam itu aku berbohong padamu.
Karena ketika engkau bertanya,
“apakah niat kamu menempuh jalan ini karena Allah?”.
Aku jawab, “Iya”, padahal jujur wahai Guru,
niat aku malam itu hanya untuk berobat saja.
Maka aku bisa menerima bentakanmu karena niatku memang tidak tulus.
Syukur kepada Tuhan Yang Maha Tinggi,
yang telah memperkenalkan dirimu Wahai Guruku,
karena kemudian setelah Allah berkenan membukakan hijabnya,
ternyata aku baru sadar bahwa engkau adalah Guru Sejati,
Wali Qutub,
pemimpin para Wali dan cuma ada satu orang disetiap zaman.
Sungguh syukur yang tidak terhingga
karena engkau yang sungguh teramat mulia
berkenan menerima aku sebagai muridmu.
Maka disetiap langkah hidup ini,
ketika ada yang menanyakan kepadaku
apa kebahagiaan dan kemulyaan paling tinggi didunia ini?
Tanpa ragu aku jawab,
“kebahagiaan dan kemulyaan tertinggi bagiku adalah
diterima menjadi murid wali,
diterima menjadi muridmu wahai guruku”.
Wahai Guruku teramat mulia,
sungguh dirimu adalah kekasih yang disembunyikan Allah
sehingga manusia akan terhijab oleh kesederhanaanmu.
Manusia pastilah mencari Guru yang jenggotnya panjang,
jubahnya meriah sampai ke tanah dan surbannya tebal
serta bahasa Arabnya lebih fasih dari orang Arab.
Orang pasti mencari kekasih Allah dalam wujud orang
yang suka pamer ilmu dan pamer ayat
bahkan tanpa sadar menjual ayat-ayat Tuhan.
Engkau wahai Guruku,
benar-benar sosok yang selalu menjaga kesucian jiwa,
tidak ingin disanjung dan dihormati oleh manusia.
Engkau hadir ditengah-tengah manusia layaknya mereka
sehingga kami selalu merasa damai bersamamu.
Engkau benar-benar sosok yang kami kenal,
bukan sosok suci yang menjauh dari kehidupan duniawi.
Engkau Wahai Guruku,
mengingatkan aku akan Rasulullah SAW, junjungan alam,
yang dalam dirinya tersempunyi Nur Allah
yang lewat Beliau
para sahabatnya bisa berhubungan dengan Allah SWT.
Dalam dirimu aku temukan getaran itu.
Getaran yang membuat roh ini melayang sampai kehadirat Allah SWT.
Engkau wahai Guruku,
mengingatkan aku akan Imam Para Sufi,
Saidina Abu Bakar As-Shiddiq yang sangat dermawan
yang seluruh harta dan hidupnya diserahkan untuk kejayaan Islam.
Dirimu wahai Guruku mengabdi 50 tahun kepada jalan kebenaran ini
tanpa memperdulikan harta
bahkan selama puluhan tahun
engkau tidak mempunyai tempat tinggal sama sekali
sampai engkau menjadi Guru Sejati.
Engkau wahai Guruku,
mengingatkan aku kepada kemegahan Islam,
Saidina Umar bin Khattab yang gagah berani mempertahankan agama Islam.
Dalam dirimu aku temukan keberanian Umar,
yang tidak pernah mengenal kata menyerah dan putus asa.
Engkau Wahai Guruku,
mengingatkan aku akan Sang Corong Ilmu,
Saidina Ali bin Abi Thalib Karamalluhu wajhah.
Setiap kata yang kau ucapkan penuh makna
dan sarat dengan hakikat ketuhanan.
Belum pernah engkau tidak bisa menjawab pertanyaanku
bahkan sebelum aku bertanyapun telah engkau jawab.
Engkau wahai Guruku,
mengingatkan aku akan Syekh Abu Yazid Al-Bisthami
yang sempurna wahdatul wujudnya
dan setiap ucapannya bisa membuat orang awam
geram dan menuduh sesat.
Dalam dirimu aku temukan sosok Abu Yazid,
karena setiap ucapanmu tidak lain keluar dari mulutmu
yang telah menyatu dengan Allah SWT.
Engkau wahai Guruku,
mengingatkan aku akan kisah Syekh Amir Kulal
yang masa mudanya gagah berani,
tidak pernah kalah dalam bermain gulat
sampai bertemu dengan Syekh Muhammad Baba Samasi.
Engkaupun di masa mudamu gagah perkasa tak tertandingi.
Engkau wahai Guruku,
mengingatkan aku kepada Syekh Bahauddin Naqsyabandi
yang selalu disalahkan oleh teman-teman seperguruan
dan dijauhkan dari pergaulan sampai Guru Beliau
menganjurkan Bahauddin muda untuk keluar dari tempat wiridnya
untuk menyenangkan hati khalifah-khalifah yang lain.
Dirimu wahai Guruku
yang selalu menjunjung amanah Guru
sehingga membuat orang lain iri dan benci kepadamu.
Engkau Wahai Guruku,
mengingatkan aku akan Maulana Saidi Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi,
akan keteguhan hati dalam berdakwah tanpa peduli sakit dan terus semangat.
Dalam dirimu aku temukan itu Guruku,
karena dalam sakitpun engkau tetap membesarkan nama Tuhan.
Engkau wahai Guruku Syech Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin
yg suci hatinya, junjunganku, pujaan hatiku,
dalam dirimu bersemayam Nur Muhammad
karena itu namamu menjadi Muhammad pula,
Engkau wahai Guruku adalah MUHAMMAD
yang selalu pandai Ber-SYUKUR…Al Fatihah —
RASA
Rasa adalah anugerah Yang Maha Agung dari Guru Agung,
beliaulah pemilik Rasa itu (Mursyid),
Rasa yang mendorong manusia
kedalam keadaan yang sesungguhnya dari tiada ke ada,
dari sifat ADAM (tiada) kesifat Nur Muhammad (Mursyid),
beliaulah (Mursyid) yang membolak balikan
rasa ruhaniyah muridnya
menuju nur muhammad yang hakiki...
rohman rohimullooh yg terpancar
dalam pantulan guru kita tercinta,
bersihkan wadah itu,
untuk menerima limpahan yg Agung
Istiqomah rasa dalam robithoh adalah
kewajiban yg mengaku muridnya.
Karena didalam Istiqomah Rasa itulah
mengandung kecintaan,
yg disertai rasa kasih sayang yg mendalam
dalam kehidupan yang fana ini,
leburkanlah bersama para utusannya (Mursyid) menuju yang SATU
yaitu keabadian yang hakiki.
Rasa ini membangkitkan kesadaran
untuk lebur bersamanya kedalam lautan yg sangat luas tanpa tepi ,
yang membersihkan segala kotoran yang menempel,
Penyatuan jiwa dgn utusannya (mursyid) menuju keindahan yg maha indah..
Seorang Mursyid ingin semua muridnya begitu..
Menuju Baldatun thoyibatun wa Robbun ghofur..
Sehingga menjadi pelita yg besar dan menerangi dunia lahir dan dunia ruhani
dari masrik sampai magrib ila yaumil qiyamah.
Semoga Alloh menjaga diri kita seperti Alloh menjaga para Guru-Guru kita,,
dgn kuasa/ Karsa-Nya...aamiin
RAHMATAN LIL'AALAMIN
" Wa maa arsalnaaka illaa rahmatan lil 'aalamiin ". ( QS. Al-Anbiyaa: 107 )
Artine :
Kami tiada mengutus engkau ( Muhammad )
melainkan menjadi rahmat untuk semesta alam.
Beruntunglah orang yg telah mengambil wasilah dari syech Mursyid.
Karena beliau itu menyalurkan RAHMAT ALLOH
melalui WASILAH ALLOH yg berada pada dirinya ( Mursyid )
Alloh berkata :
Tiada AKU turunkan engkau ya Rosul kedunia,
melainkan untuk membawa rahmat-Ku keseluruh alam...
tanpa perantara yg langsung dari-Ku.
Nah bersyukurlah orang yg telah menerima Rahmat yg berupa talqin dzikir.
Kebanyakan dari kita yg sudah menerima rahmat dari yg Maha Agung,
kok tidak bersyukur...
lain jika kita menerima rahmat dari makhluk
yg berupa hadiah mobil atau motor
atau yg lainnya...
Syukurnya ini luar biasa,
gembiranya luar bisa,
senangnya luar biasa,
bahagiannya luar biasa.
Pantas Iblis yg dulunya adalah pemimpin malaikat
tidak mau bersujud kepada ADAM...
karena tidak mengetahui Rahmat ( wasilah Agung )
yg berada diqolbu ADAM.
Hakikat Talqin Dzikir
Orang yg mengambil Talqin dzikir dari seorang Mursyid,
ia mendapatkan hakikat Idul Fitri ( kembali ke Pencipta ).
Itulah proses pembelajaran ruhani kita baik lahir maupun bathin.
Proses kembalinya manusia ke Pencipta dikiaskan dg bahasa simbol,
sebagaimana awal mula kejadian manusia (yaitu seperti bayi dalam kandungan)
Hal ini sesuai dg Firman Alloh swt :
" Dan sesungguhnya kamu datang kepada kami sendirian
sebagaimana kami ciptakan kamu pd mulanya (awal penciptaan)...."
( QS. AL-ANAM 6: 94 )
" Kamu akan kembali menemui-Nya,
sebagaimana ia menciptakan pada mulanya (bayi dalam kandungan) "
( QS. Al-A'Araf 7: 29 )
Karena Itu semua adalah kewajiban bagi setiap makhluk
untuk mendapatkan Idul Fitri ( hakikat talqin dzikir ),
Karena itu Mursyid sedang membolak-balikan diri kita.
Maka dari itu tinggalkan Anjing peliharaan kita ( sifat mazmummah/hewani )
dipintu Gua Hiro ( qolbu )
karena didalam itu ada hakikat mursyid ( sifat mahmudah )
sehingga kita akan terbebas dari hijab ( Khulu jannah bighoiri hisab )
Dengan dibersihkannya sifat-sifat Egoisme / Akuisme ( syifat mazmummah )
maka munculah sifat mahmudah yaitu
hadirnya Guru ( lambang dari syifat Mahmudah )
itulah wasilah seorang Mursyid
Seorang yg mendapatkan talqin dzikir
dari seorang Mursyid
ia mendapatkan 4 macam hidangan minuman
yg penuh dg barokah :
1. AIR
2. SUSU
3. ANGGUR
4. MADU
Dan juga bersama orang2 yg diberi nikmat
oleh Alloh Swt yaitu :
1. Sholihin
2. Syuhada
3. Shiddiqin
4. Nabiyyin
Dan engkau akan diberikan
pemahaman ma'rifat :
1. Af'al
2. Asma
3. Sifat
4. Zat
Segeralah raih hidangan
yg dibawa oleh seorang Mursyid
hakikatnya adalah dari Alloh Swt.
jika ada ỳğ belum kita fahami,
berarti memang belum haq kita untuk memahaminya.
HAKIKAT MIM
Mim ila mim...tidak ada mim yg ada hanya alif....tidak ada alif yg ada hanya mim.
Tidak ada Muhammad yg ada hanya Alloh...Tidak ada Alloh yg ada hanya Muhammad.
Mim adalah huruf pembuka nama Muhammad Saw dan huruf penutup nama Adam As.
Mim ini mengisyaratkan pd kepemimpinan Insan Kamil sebagai kholifah Swt dimuka bumi.
Alloh berfirman :
" Aku menjadikan kholifah dimuka bumi." ( Al Baqarah: 30 )
Rosululloh bersabda:
" Barangsiapa yg melihatku, ia melihat Al-Haq."
( Shohih Bukhari 8, Kitab Ta'bir, halaman 72 )
Jika engkau mengenal kedua mim ( Murid-Murod )
tentu engkau akan melihat hakikat perwujudan cahaya alif. "
Barangsiapa yg mengenal dirinya ( nafsu-nya ) ia mengenal Tuhannya."
Ketika sesuatu memiliki wujud
dalam bentuk-bentuk tulisan, lafadz, rasional, wujud real
maka ia menunjukan bahwa
adanya tulisan berarti menunjukan adanya alat tulis.
Wujud lafadz menunjukn pd adanya suara.
Wujud rasional menunjukan adanya konsep.
Dan konsep rasional menunjukan pd adanya wujud eksternal.
SEMUA DARI GURU MURSYID
Asy-Syajarah al-Mubarokah (pohon ỳğ penuh berkah).
Apa itu?
Tidak disebelah Timur dan tidak pula disebelah barat itu adalah
mengisyaratkan toleransi berilmu.
Jangan memeriksa dαn menyalahkan pengajaran orang lain,
ini dilambangkan seperti " Minyak Zaitun",
yg minyaknya sedemikian jernih adalah menggambarkan ilmu syariat (hukum)
yg harus tertib, sedangkan "dun zaitun" melambangkan kedamaian..
jadi orang yg sudah mendapatkan "Tuntunan" dr Guru Mursyid
hatinya menjadi tentram lahir batin (cageur-bageur)
dan meninggalkan kebiasaan buruk masa lalu
dari hati yg lalai menjadi hati salim
"Laqinu mautakum" tuntunan orang yg mau mati,
Siapa itu?
KITA ini yg sehat yg pasti mati,
bukan orang yg sedang syokratul maut.,
ITIQODKAN DALAM SIRR(RASA) !
Dan ingatlah sesungguhnya yg bisa beramal itu GURU,
yg bs berdzikir itu GURU,
yg bs semua dαn Tαhu itu GURU.
Sehingga Kita bs beramal karena GURU,
bisa Ilmu-amal-ma'rifat karena GURU
dαη itu semua adalah adab kepada GURU,
tanpa WASILAH GURU kita seperti MAYAT yg berjalan didunia !
Kita tidak mungkin bisa sampai (Wushul),
karena hati kita penuh dg duri beracun,
sebelum duri beracun itu dicabut dari tempatnya,
oleh seorang Guru Mursyid yg
telah mencapai derajat Insan kamil mukamal itu
tidak akan mungkin bisa mengobati apalagi mencabut diri kita...
Makanya jangan sok mengaku-ngaku kita bisa ibadah.
Dzikir adalah alat yg telah ditetapkan oleh seorang guru
yg harus di istiqomahkan oleh seorang murid,
sehingga setiap amalan itu
akan membalik kepada Guru itulah Wasilah,
Karena Ruh kita muhdhob (menumpang) dgn Ruh Guru (Kamil mukamal)
maka dari itu Kembalikan semua ke GURU,
ampunan kita ke Alloh belum tentu diterima,
karena kita tidak tahu Sang Pemberi Ampunan
maka kembalikan ke Guru.
Mulailah cinta (mahabbah) kepada Guru
dan terus berusaha sehingga kita menjadi seorang Pecinta (Muhibbin)
serta berharap mendapatkan Kecintaan Guru (Mahbubbah)
karena itulah kita bs cinta.
Karena itu Robithoh dzohir bathin
adalah kewajiban pertama seorang murid kepada Guru.
Lisannya mengucap "Bibarokati Syeikh" dhomirnya ke Guru Pangersa Abah,
dari awal inilah lisan ( insya Alloh berbuah) menghujam keqolbu.
Hakikat fi'linya (geraknya) adalah menjadi gerak Guru
sehingga kita meperoleh sebuah Wasilah yg Agung
dari Ruh Muqodhosah sampai ke Ilahi Robbi
Semua itu adalah hasil dari gerak dαη diam (dlm kebaikan/ ibadah)
dari semua amal Guru,,,
itulah Hakikat LAAILAHA ILLALLOH (tiada yg lain termasuk kita)
MUHAMMADUR RASULULLOH [ Hanya Muhammad (Mursyid) ỳğ bisa ibadah ].
Sekarang pertanyaannya kita dimana ?
Syuhud wal masyhud (Menyaksikan dαn dipersaksikan)
Janganlah engkau menyangka bahwa kita bisa berdzikir,
kita hanya menyaksikan dan dipersaksikan oleh Guru.
Kalau ada ke kurangan dan salah akuilah bahwa itu adalah kita.
Untuk mengetahui kekurangan dan salah
jalan satu-satunya harus mujahadah dgn mahabbah
ќεpada Pangersa Pangersa Agung,
dengan alat dzikrulloh yg diistiqomahkan.
NIAT
Adapun niat itu tidak berhuruf,
tiada berupa dan tiada bersuara.
Ia merupakan kerja hati ( Ruhul Yaqazah )
dan niat itu meliputi kemesraan
seluruh anggota badan jasmani dan ruhani.
Dan Niat itu sendiri mengandung empat perkara
yg nantinya akan menjadi satu huruf.
Dan niat itu akan pulang kepada hakikat.
Dan hakikat itu pulang kepada ma'rifat.
Tiga perkara Niat yg menjadi kerja syaithon:
1. Hajis
Artinya Tergerak hati karena sesuatu faedah
2. Khatir
Artinya terlintas hati kepada tujuan yg berganda
3. Waham
Artinya was-was, lemah ilmu dan iman
Empat perkara yg menjadi niat wajib:
1. Huzur
Artinya roh tetap menunaikan janji ( Alam Roh )
2. 'Azam
Artinya Sadar dan tanggung jawab
3. Duhul
Artinya Sedia atau tiada halangan
4. Kasad
Artinya Hajat ( menunaikan amanah )
Didalam Niat itu ada empat perkara:
1. Takbir
Artinya meleburkan sifat hamba kedalam asma Alloh, Af'al Alloh, Sifat Alloh dan tenggelamkan Dzat hamba kepada Dzat Alloh.
Maka tinggalah: Asma, sifat, af'al dan dzatulloh.
2. Munajat empat perkara niat menjadi satu dan niat itu pulang
3. Tabdal kepada hakikat dan hakikat pulang kepada ma'rifat.
Menyerahkan diri dan menghapus sifat tercela kedalam sifat terpuji.
4. Mi'raj
Yaitu naik ketempat yg tinggi
untuk mengembalikan amanah kepada yg tinggi
untuk mengembalikan amanah kepada yg punya amanah
.Ketika berlaku Tabdal menyerahkan jasad dan ruhani kita kepada Yg Haqulloh.
Maka HANYA KERJA DIA yg ada bukan bukan kerja kita.
Dan inilah yg dinamakan ALIF MUTTAKALLIMUN WAHID.
Subhanalloh,
Inilah bukti cintanya Rosululloh ( Mursyid ) kepada Umatnya,
yg sedikitpun tidak pernah meninggalkan umatnya.
Laa ilaaha illalloh tidak ada yg lain termasuk kita
dan Muhammadur rosululloh dan
yang ada hanya muhammad ( mursyid )
karena kecintaan kepada umatnya
maka kita dimasukan kedalam
Laa ilaaha illalloh Muhammad Rosululloh
melalui Niat ( hanya kerja Dia )
yg dinamakan KHAS UL KHAS dan
kalam itu menjadi ALIF MUTTAKALLIMUN WAHID.
Pahami dan
pahami kalau belum paham perbanyak dzikir
minta petunjuk agar diberi pemahaman...
semoga bermanfaat.
Bismilah...
Semoga kita semua diberi pemahaman tentang ALIF yg berjumlah 7. Yang tiada lain adalah hakikat Alloh dan Muhammad. Hakikat dari segala rahasia, hakikat dari pd lafal, hakikat dari pd Al-Qur'an, hakikat dr pd As-sirr, hakikat dari pd ruh, hakikat dari pd Cageur-Bageur.
Tetapi tidak mudah untuk mengurai tentang Bab ini,
disebabkan,
ilmu masih dangkal,
nafsu memonopoli hati,
akal masih bimbang (ragu),
Ruh terikat dunia.
Laa ilaaha illallah tidak ada yg lain termasuk kita,
Muhammad Rosululloh Hanya Muhammad ( Mursyid ) yg ada.
Dimana kita?
Ada di Alif yg berjumlah 7 yaitu:
1. Alif Asli
2. Alif Nafsi
3. Alif Jariyah
4. Alif Tamsur
5. Alif Muttakallimun Wahid
6. Alif Muttakalimun ma'al ghoer
7. Alif Khuruful Wahid.
Hanya ini saja yg saya bisa jelaskan,
untuk menjabarkannya perlu seorang yg Arif yaitu seorang Mursyid.
MENGENAL AMALIYAH GURU
Mengenal guru
berarti kita harus mengenal amaliyahnya(ibadahnya) subhanallooh.
Ingin dekat dgn guru maka kerjakan amaliyahnya
sesuai kemampuan kita masing-masing.
Mujahadatun nafsi dalam amaliyah dan Istiqomah rasa dalam robithoh
Musyahadah terhadap asma' sifat 'af'al nya guru ,
maka akan bisa muroqobah dgn guru dan bersama guru m
enuju nur hadroh ilahiyah .
Allohu Akbar, subhanalloh walhamdulillah
wa laa ilaaha illallooh mu hammadurrosulullooh
Ma'rifat dzat bisa dicapai
melalui jalan ma'rifat asma, ma'rifat sifat, ma'rifat af'al dan
Ma'rifat dzat didunia hanya bisa dicapai oleh guru.
Buat kita ma'rifat dzat jatahnya kelak di akhirat.
Di dunia ini jatah kita ma'rifat asma, sifat, af'al.
Itu juga dima'rifatkan oleh guru.
Guru yg udah ma'rifat, kita ma'rifatnya keguru saja,
nanti akan dima'rifatkan oleh guru kpd Alloh.
Ingin ma'rifat kpd Alloh
tapi sama guru belum ma'rifat
maka akan jauh dari ma'rifat.
Kenalilah diri ini
Kenalilah guru-Mu
Maka kau akan kenal Alloh
Siapakah orangnya yang Ma'rifat tanpa thoriqoh, ???
(ini kehendak Alloh (hak prerogatipnya) terhadap hambanya)
PESAN GURU SUCIKU
Hati yg tenang diliputi pikiran yg jernih membuat doa terkosentrasi.
Kata-kata yg ada dalam kalimat doa teresapi.
daya dari pengucapan doa bangkit,
dan doa menjadi nyata,
maka datanglah rizqi yg datangnya tak disangka-sangka.
Ingat rizqi bukan semata-mata uang.
Kesehatan dan keselamatan dalam hidup itu juga rizqi namanya.
Jadi benarlah ungkapan dari barat,
bahwa bekerja itu berdoa dan berdoa itu bekerja
Mohon hampura Pangersa Abah...
Baru sekarang aku mengerti kata-kata sucimu
POHON KEBIJAKSANAAN
SEORANG MURID
bertanya pada Bawa Muhaiyaddeen,
“Bisakah Guru menjelaskan kondisi spiritualku,
di mana aku sedang berada saat ini?”
Sang Guru menjawab,
“Sebuah benih haruslah ditanam di saat yang tepat.
Ketika ia mulai tumbuh,
akarnya menyelusup jauh ke dalam tanah,
memeluk dari semua penjuru.
Segera benihnya tumbuh menjadi sebuah pohon.
Seiring perjalanan waktu,
pohonnya akan semakin membesar,
lalu berbunga dan berbuah.
Tatkala berbuah,
buahnya tampak tidak lagi memiliki ikatan dengan tanah.
Walaupun pohonnya terikat ke tanah,
namun buahnya justru terhubung kepada manusia
dan seluruh makhluk hidup.
Anakku,
hidupmu pun demikian.
Walaupun kau telah tumbuh begitu tinggi, sama seperti pohon:
keterikatan akalmu,
pemikiranmu, dan
hasratmu masih pada bumi dan keduniaan.
Seperti itulah kondisimu saat ini.
Tapi anakku,
kau memiliki sebuah penghubung dalam qalb-mu,
di dalam hatimu,
yang berfikir tentang Tuhan dan mencari-Nya.
Akan aku jelaskan cara mengembangkan hubungan tersebut.
Ikutilah arahan ini baik-baik.
Sebanyak apa pun keterikatanmu pada dunia,
jika kau ingin menemukan Tuhan,
jika kau ingin menapaki jalan menuju-Nya;
engkau,
doa-doamu dan ibadahmu harus seperti pohon.
Walaupun sebuah pohon terikat ke tanah,
ia memberikan buahnya untuk semua mahluk.
Walaupun kau terikat pada dunia seperti pohon,
niatmu harus seperti niat sebuah pohon terhadap buahnya:
doa-doamu,
pengabdianmu,
ibadah-ibadahmu,
keunggulan-keunggulanmu
maupun semua yang kau lakukan
harus terhubung dengan Tuhan, dan
kau harus melakukan pekerjaanmu
dengan diniatkan untuk kemaslahatan semua makhluk,
bukan untuk dirimu sendiri.
Maka setelah itu,
barulah kau akan berjalan dengan baik
ketika menapaki jalan menuju-Nya.
Diposkan oleh Adi Nurhadi di 23.10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar