Kamis, 25 Februari 2016

CARA MENDAPATKAN ILMU

CARA MENDAPATKAN ILMU 
(dari kitab Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly)

Ketahuilah bahwa ilmu manusia diperoleh melalui dua jalan, yaitu;

1. Pengajian Insani
2. Pengajian Rabbani

Jalan Yang Pertama
Jalan pertama adalah 
jalan yang umum dan saluran yang dapat dirasa, 
diakui oleh semua ahli logika.

Adapun Pengajian Rabbani terbagi pada dua bagian yaitu;
Mendapatkan ilmu dengan belajar dan;
Mendapatkan ilmu dari dalam iaitu 
dengan menghabiskan waktu untuk bertafakur.
Berfikir dari batin sama dengan pengajian pada lahir.

Pergajian adalah pengambilan faedah seorang peribadi(Al-Syakhos) 
dari seorang peribadi bagian(Al-Syakahosul-Juz'ii) yang lain.

Berfikir adalah 
pengambilan faedah suatu Jiwa(Al-Nafs) dari Jiwa Keseluruhan (Al-Nafsul-Kulli). 
Jiwa Keseluruhan(Al-Nafsul-Kulli) lebih kuat kesannya 
dan lebih kuat pengajarannya dari sekelian ulama-ulama dan para ahli akal.

Ilmu-ilmu adalah terhunjam dalam jiwa secara kekuatan, 
seperti benih dalam bumi dan 
seperti tambang pada dasar lautan atau dalam benda galian.

Belajar ialah 
menuntut keluar sesuatu dari kekuatan kepada tindakan
(Minal Quwwati Ila Fi'li) dan 
Mengajar ialah 
mengeluarkan sesuatu itu dari kekuatan kepada tindakan.

Maka jiwa pelajar adalah serupa dengan jiwa pengajar 
dan hampir di antara keduanya dalam nisbah; 
seorang Alim dipandang dari segi memberi faedah seperti seorang petani dan 
seorang pelajar pula dari segi mengambil faedah seperti tanah 
dan ilmu yang mana ketika dalam kekuatan adalah seperti benih 
dan ketika dalam tindakan adalah seperti tumbuh-tumbuhan. 

Bila sempurna jiwa pelajar, 
ia menjadi sebagai pokok yang berbuah 
atau seperti tambang yang keluar dari dasar lautan.

Bila kekuatan-kekuatan badaniah dapat menguasai jiwa, 
pelajar itu perlu menimbakan pengajiannya, 
memperlanjutkan waktu, memikul kesulitan-kesulitan, 
kepenatan dan berusaha dalam mencari faedah. 

Bila Nur Akal menguasai atasa sifat-sifat perasaan, 
seorang penuntut tidak memerlukan pengajian yang banyak. 
Hanya dengan sedikit berfikir atau sesaat berfikir 
ia mendapat faedah-faedah yang tiada didapati oleh jiwa yang tekun 
dengan pengajian selama setahun. 
Oleh itu sebagian orang 
mendapat ilmu-ilmu dengan hanya belajar dan berfikir sejenak.

Pengajian memerlukan pula berfikir, 
karena manusia tiada dapat mempelajari segala sesuatu
 baik berupa bagian-bagian dan keseluruhan-keseluruhan, 
juga tidak dapat mempelajari semua yang diketahui, 
bahkan sebagiannya dapat dengan pengajian 
dan sebagiannya pula didapati dengan berfikir. 

Kebanyakan ilmu-ilmu teorikal dan ilmu-ilmu teknikal 
diruntun keluar oleh Jiwa-jiwa para Hukama'(ahli bijak) 
dengan kemurnian hati, kekuatan fikiran, dan ketajaman bashirah mereka 
dengan tidak menambahkan pengajian.

Andaikata manusia tidak menghasilkan sesuatu 
melalui berfikir dari maklumat pertama 
niscaya habislah waktu manusia (untuk mendapatkan sesuatu) dan 
niscaya tidak akan lenyap kegelapan jahiliyah dari Qalbu-qalbu manusia; 
kerana jiwa tidak akan mampu mengetahui seluruh persoalannya sendiri 
baik yang berupa bagian atau keseluruhan melalui belajar; 
malah sebagiannya ia dapati dengan pengajian 
dan sebagiannya pula ditarik keluar dari hati nurani 
dengan kemurnian fikiran.

Inilah cara yang biasa terjadi di kalangan para ulama 
dan cara inilah yang menimbulkan kaedah-kaedah segala ilmu 
hingga seorang arsitek tidaklah belajar seluruh apa yang diperluinya 
dalam sepanjang usiannya, 
malah ia belajar garisan-garisan kasar ilmunya 
dan kandungan-kandungannya; 
kemudian ia menarik keluar(sesuatu) 
dan mengqiaskan (menghubungkan) antara satu dengan yang lain.

Begitu juga seorang dokter tidak dapat belajar tentang penyakit-penyakit 
setiap orang dengan perinciannya, 
juga tidak mampu belajar tentang obat-obat untuk mereka; 
malah ia berfikir tentang maklumat secara umum 
dan menyelaraskan dengan tiap-tiap seorang menurut keadaan tubuhnya. 
Juga seorang ahli nujum, 
ia hanya belajar ilmu nujum secara umum saja, 
kemudian ia berfikir dan memberikan bermacam-macam ketetapan.

Begitu juga ahli fiqih dan seorang sastrawan dan seterusnya 
begitu juga yang terjadi dalam kalangan para ahli perusahaan, 
seorang pembuat alat musik, yaitu
 gambus dapat mereka (mencipta) dengan fikirannya, 
manakala yang lain menghasilkan dari alat itu suatu alat yang lain pula. 
Begitu juga seluruh barang-barang perusahaan; 
baik untuk keperluan badan atau untuk keperluan jiwa 
pada mulanya didapati melalui belajar 
dan untuk seterusnya dia dapati melalui fikiran.

Apabila pintu fikiran pada jiwa sudah terbuka, 
ketahuilah ada cara jalan berfikir 
dan cara menggunakannya untuk mencapai tujuan. 
Maka 
Qalbu seseorang menjadi lega dan terbukalah mata batinnya, 
lalu keluar apa yang ada di dalam jiwanya dari kekuatan kepada tindakan 
tanpa penambahan usaha pencarian dan kepenatan yang berlanjutan.

Jalan Yang Kedua.
Pengajian Rabbani terbagi pada dua bagian yaitu;

Yang Pertama : 
Penancapan Wahyu.

Jiwa itu bila telah sempurna zatnya,
maka hilanglah kotoran-kotoran tabiat dan kecemaran loba dan angan-angan.
Terpisahlah pandangan daripada syahwat keduniaan,
putus hubungan dari cita-cita yang tidak abadi,
mengarahkan mukanya kepada pencipta dan penjadiNya,

Bergantung kepada kemurahan penciptaan 
dan berpegang pada karunia faedah daripadaNya dan limpahan NurNya.

Manakala Allah Taala pula dengan keelokkan InayahNya 
mengarahkan kepada jiwa itu secara keseluruhan,
memandang kepadanya secara pandangan Ilahi 
dan menjadikan sebagai Luh,

Menjadikan Jiwa Keseluruhan(Al-Nafsul Kulli) sebagai Qalam 
dan menuliskan pada Luh itu seluruh ilmu, 
ketika itu Akal Keselurahan (Al-'Aqlu Kulli) menjadi sebagai guru 
dan Jiwa Suci (Al-Nafsul Qudsiah)
[Jiwa suci ialah Jiwa Kenabian yang telah sempurna zatnya] sebagai pelajar, 
lalu terdapatlah semua ilmu pada jiwa itu 
dan terukir padanya seluruh rupa tanpa pengajian dan fikiran. 

Ini dibuktikan kebenarannya oleh firman Allah Taala kepada Nabi SAW:

وَأَنزَلَ اللَّهُ عَلَيكَ الكِتٰبَ وَالحِكمَةَ وَعَلَّمَكَ ما لَم تَكُن تَعلَمُ

Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, 
dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. 
(Surah Al-Nisaa';113)

Oleh karena itu ilmu para Nabi lebih mulia tingkatannya 
dari ilmu seluruh makhluk, 
karena ia didapati langsung dari Allah Taala 
tanpa perantaraan atau wasilah.

Ini dapat dlihat contohnya dari kisah kisah Nabi Adam AS. dan malaikat, 
Malaikat adalah belajar sepanjang usia mereka 
dan meniti berbagai jalan mereka mendapat banyak ilmu 
hingga mereka menjadi makhluk yang paling mengetahui, 
sedangkan Adam AS. tidaklah Alim, 
karena ia tidak pernah belajar dan tidak pernah menemui seorang guru. 
Para malaikat melahirkan kesombongan dan takbur mereka dengan berkata;

وَنَحنُ نُسَبِّحُ بِحَمدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ

"padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau 
 dan menyucikan Engkau?" 
{Surah Al-Baqarah;30}.

Dan berkata bahwa kami mengetahui hakikat-hakikat segala sesuatu. 
Maka Adam AS. 
pun kembali kepada penciptanya, 
mengeluarkan Qalbunya dari sifat-sifat makhluk 
dan mengarahklan permintaan tolongnya kepada Allah Taala, 
lalu Allah mengajarkannya seluruh Nama;

وَعَلَّمَ ءادَمَ الأَسماءَ كُلَّها ثُمَّ عَرَضَهُم عَلَى المَلٰئِكَةِ فَقالَ أَنبِـٔونى بِأَسماءِ هٰؤُلاءِ إِن كُنتُم صٰدِقينَ

"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, 
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: 
""Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu 
jika kamu memang orang-orang yang benar 
{Surah Al-Baqarah;31}.

Maka malaikat pun merasa kecil di samping Adam, 
merasa kurang ilmu mereka 
dan pecahlah kepala kesombongan mereka 
lalu tenggelam dalam lautan kelemahan;

قالوا سُبحٰنَكَ لا عِلمَ لَنا إِلّا ما عَلَّمتَنا ۖ إِنَّكَ أَنتَ العَليمُ الحَكيمُ

"Mereka menjawab:
 ""Maha Suci Engkau, 
tidak ada yang kami ketahui 
selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; 
sesungguhnya 
Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" 
{Surah Al-Baqarah; 32}.

Allah berfirman lagi :
قالَ يٰـٔادَمُ أَنبِئهُم بِأَسمائِهِم

"Hai Adam, 
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". 
{Surah Al-Baqarah;33).

Adam AS pun memberitahu kepada mereka 
beberapa ilmu yang terpendam 
dan beberapa perkara yang tersembunyi.

Dari ini jelaslah bagi orang-orang yang berakal bahwa 
Ilmu Ghoibi yang tercetus dari jiwa ialah 
lebih kuat dan lebih sempurna dari ilmu-ilmu yang didapati dengan usaha
(Al-Uluumul Maktasabah). 

Ilmu Wahyu ini menjadi pusaka Nabi-Nabi dan kepunyaan Rasul-Rasul. 
Allah telah menutup pintu wahyu ini 
sejak dari zaman penghulu kita Nabi Muhammad SAW. 
Ia adalah Rasul Allah SAW. dan Nabi yang penghabisan. 
Ia adalah manusia yang paling mengetahui, 
orang Arab dan 'Ajam yang paling fasih. 

Nabi SAW pernah bersabda yang artinya:

"Akulah yang paling tahu di antara kamu dan yang paling takutkan Allah Taala".

Ilmunya lebih sempurna, 
lebih mulia dan lebih kuat, 
karena ia dapati ilmu ini dari Pengajaran Rabbani 
dan ia tiada sekali-kali berkecimpung 
dalam Pengajian dan Pengajaran Insani. 

Allah Taala berfirman :

عَلَّمَهُ شَديدُ القُوىٰ
"Iyang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat". 
{Surah Al-Najm;05}.

Yang Kedua : Ilham.

Ilham ialah pemberitahuan oleh Jiwa Keseluruhan (Al-Nafsul Kulliah) 
kepada Jiwa Bahagian (Al-Nafsul Juz'iyah) manusia 
menurut kadar kemurnian, penerimaan dan kekuatan persediaan.

Ilham adalah kesan Wahyu. 
Wahyu adalah penerangan Urusan Ghoibi 
manakala Ilham ialah pemaparannya. 
Ilmu yang didapati melalui Ilham dinamakan Ilmu Laduni.

Ilmu Laduni ialah 
ilmu yang tidak ada perantaraan 
dalam mendapatkannya di antara jiwa dan Allah Taala. 

Ia adalah seperti cahaya yang datang dari lampu Qhaib 
jatuh ke atas Qalbu yang bersih, kosong lagi halus(Lathif). 

Terjadinya demikian karena ilmu-ilmu seluruhnya adalah 
terterap lagi dimaklumi dalam Jauhar Jiwa Keseluruhan Yang Pertama
(Jauharul Nafsul Kulliyatul Uula) 
yang mana beradanya(jauhar ini) 
dalam jauhar-jauhar Abstrak Yang Pertama Lagi Mutlak 
(All-Jawaahirul Mujarridatul Awwaliyatul Mahdhoh) 
dinisbahkan kepada Akal Pertama(Al-Aqlu Awal) adalah 
serupa dengan nisbah Hawa kepada Adam AS.

Sesungguhnya telah nyata bahwa 
Akal Keseluruhan(Al-Aqlul Kulli) adalah 
lebih mulia, lebih sempurna, lebih kuat dan lebih hampir 
dengan Allah Taala daripada Jiwa Keseluruhan(Al-Nafsul Kulliyah) adalah 
lebih teguh, lebih halus dan lebih mulia daripada seluruh makhluk. 

Dari limpahan Akal Keseluruhan tercetusnya Ilham. 
Wahyu adalah pakaian Nabi-Nabi dan Ilham adalah hiasan Wali-Wali.

Mengenai Ilmu Wahyu(Ilmu Nabawi) pula sebagaimana Jiwa bukannya Akal, 
orang Wali bukannya Nabi, 
maka begitu juga Ilham bukannya Wahyu. 

Ilham adalah lemah dibandingkan dengan Wahyu, 
tetapi lebih kuat dibandingkan dengan mimpi-mimpi(mimpi yang benar), 
sedangkan ilmu (Ilham atau Ilmu Laduni) adalah ilmu Nabi-Nabi dan Wali-Wali.

Adapun Ilmu Wahyu hanya khas untuk Rasul-Rasul, 
terbatas mereka saja seperti 
Ilmu Nabi Adam dan Nabi Musa AS., Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad SAW. 
dan Rasul-Rasul yang lain. 

Perbedaan di antara "Kerasulan" dan "Kenabian" terletak pada bahwa 
"Kenabian" itu ialah 
penerimaan jiwa suci akan hakikat-hakikat maklumat 
dan ma'quulah dari Jauhar Akal Yang Pertama dan 
"Kerasulan" ialah 
menyampaikan maklumat dan ma'quulat itu 
kepada orang-orang yang mau mengambil faedah 
dan yang mahu menerimanya.

Kadang-kadang ada penyesuaian 
untuk menyampaikan pada jiwa seseorang, 
tetapi tidak mungkin mau disampaikan 
karena ada halangan atau sebab yang tertentu.

Ilmu Laduni adalah untuk ahli Kenabian dan Kewalian, 
sebagaimana yang terjadi pada Nabi Khaidir AS.
 Hal ini ada tersebut dalam firmanNya;
وَعَلَّمنٰهُ مِن لَدُنّا عِلمًا

"Dan Kami telah ajarkan ilmu dari sisi Kami". {Surah Al-Kahfi;65}

Berkata Amir Mukminin Ali bin Abi Thalib Karramallaha Wajhahu;

"Aku memasukkan lidahku ke dalam mulutku(mengunci mulutku) 
lalu terbuka dalam Qalbuku seribu pintu ilmu, 
tiap-tiap pintu terdapat seribu pintu pula", 
seterusnya ia berkata,
 "Andaikan disuratkan kepadaku suatu bantal 
dan kududuk di atasnya 
nescaya ku dapat menghukumkan 
ahli Taurat 
dengan Taurat mereka 
dan ahli Injil 
dengan Injil mereka dan 
ahli al-Qur'an 
dengan Qur'an mereka".

Ini adalah tingkat 
yang tiada dapat dicapai dengan Pengajian Insani semata-mata 
malah dapat dicapai dengan kekuatan Ilmu Laduni. 

Berkata lagi Sayyidina Ali lagi 
dalam menceritakan tentang Kitab Taurat Nabi Musa AS., bahwa
syarah kitab ini dapat dibawa dengan empat puluh ekor unta, 
katanya;

Jika diizinkan Allah mensyarahkan makna-makna Surah Al-Fatihah(saja) 
niscaya aku dapat melaksanakannya hingga sampai seperti itu juga". 
artinya 40 bebanan unta.

Kebanyakan, keluasan dan kebukaan dalam ilmu ini tdak terjadi, 
melainkan ilmu itu adalah Laduni, Ilahi lagi tinggi.

Bila Allah hendak menjadikan hambanya seseorang yang baik,
 Ia(Allah) menyingkapkan hijab di antara ZatNya dan jiwa yang menjadi Luh, 
lalu lahirlah pada jiwa itu sebagian dari rahsia-rahsia yang terpendam 
dan tertulis makna-makna segala rahasia yang terpendam ini. 

Dengan ini 
dapatlah jiwanya mengucapkan rahasia-rahasia yang terpendam ini 
menurut kehendak kepada siapa yang dikehendakinya.

Hakikat hikmah adalah diambil dari Ilmu Laduni, 
selagi seseorang itu tidak sampai kepada tingkat ini, 
tidak dapat dianggap sebagai seseorang yang HAKIM (bijak), 
karena hikmah adalah dari karunia Allah Taala 
sebagaimana firmanNya dalam Surah Al-Baqarah;269

يُؤتِى الحِكمَةَ مَن يَشاءُ ۚ وَمَن يُؤتَ الحِكمَةَ فَقَد أوتِىَ خَيرًا كَثيرًا ۗ وَما يَذَّكَّرُ إِلّا أُولُوا الأَلبٰبِ

" Allah menganugrahkan al hikmah 
(kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah) 
kepada siapa yang Dia kehendaki. 
Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, 
ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. 
Dan hanya orang-orang yang berakallah 
yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)."

Ini adalah karena orang-orang yang sampai kepada tingkat Ilmu Laduni 
tidak memerlukan penumpahan tenaga yang banyak 
untuk mendapatkan ilmu dan tidak payah dalam pengajian. 
Mereka belajar sedikit dan mengetahui banyak, 
berpenat sedikit dan beristirahat banyak.

Ketahuilah 
bila Wahyu itu telah terhenti dan pintu Kerasulan telah ditutup, 
manusia tidak perlu lagi kepada rasul-rasul dan menyebarkan agama baru., 
kerana segala yang berhubung dengan agama 
telah lengkap sempurna sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Maidah;3 :

اليَومَ أَكمَلتُ لَكُم دينَكُم وَأَتمَمتُ عَلَيكُم نِعمَتى وَرَضيتُ لَكُمُ الإِسلٰمَ دينًا
:"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, 
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, 
dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu"

Ada pun pintu Ilham tidak tertutup, 
perbekalan Nur Jiwa Keseluruhan(Al Nafsu Kulliah) tidaklah terhenti, 
karena berlanjutan keperluan jiwa-jiwa 
kepada penguatan, pembaharuan dan pengingatan.

Manusia tidak memerlukan rasul-rasul, 
tetapi karena mereka tenggelam dalam was-was dan syahwat, 
mereka memerlukan pengingatan dan penyadaran. 
Oleh itu 
Allah Taala mengunci pintu Wahyu 
dan membuka pintu Ilham sebagi rahmatNya.
 Ia merancang dan menyusun segala-galanya 
supaya manusia tahu bahwa 
Allah adalah lembut dengan para hambaNya. 
mengaruniakan rizki kepada siapa yang dikehendaki 
tanpa batas.

KESIMPULAN:

Sebelum ini telah diterangkan mengenai Ilmu Tasawuf 
sebenarnya termasuk dalam jenis-jenis ilmu, 
malahan Ilmu Tasawuf itu mempunyai sifat-sifat yang lebih istimewa lagi 
di banding dengan ilmu-ilmu lain.

 Dalam fasal ini Imam Ghazali akan menerangkan kepada kita 
bagaimana cara-cara dan kaedah untuk mendapatkan segala jenis ilmu itu.

Ia membaginya cara-cara itu kepada dua bagian penting yaitu;

1. Pengajian Insani dan
2. Pengajian Rabbani

Pengajian Insani adalah dengan dua cara pula yaitu;

1. Dari Luar (Mendapatkan ilmu dengan pengajian biasa)
2. Dari Dalam 
(Mendapatkan ilmu dengan berfikir hingga dapat dicungkil ilmu itu dari batin jiwa yaitu jiwa keseluruhan [An-Nafs Al-Kulli] atau [Al-Luh Al-Mahfuz], 
kemudian barulah ilmu itu terukir pada jiwa.

Pengajian Rabbani juga terbagi kepada dua cara yaitu;

1. Menerusi Wahyu dan
2. Menerusi Ilham.

Kedua-dua cara ini lebih tinggi tingkatnya 
dari cara mendapatkan ilmu dari cara berfikir 
seperti yang dinyatakan di atas. 

Wahyu dan Ilham adalah datang dari Zat Allah dan akal keseluruhan (Al-'Aqlul Kulli) menerusi Jiwa Keseluruhan (Al-Nafs Al-Kulli), 
kemudian baru terukir pada jiwa.

Meskipun kedua-duanya mempunyai saluran yang sama, 
Wahyu itu lebih tinggi dari daripada Ilham. 
Wahyu untuk Nabi-nabi dan Rasul-rasul 
dan Ilham untuk Nabi-nabi dan Wali-wali Allah.

Ilmu yang didapati menerusi Ilham inilah dinamakan 'ILMU LADUNI'.

Pintu Wahyu telah tertutup sekarang 
dan pintu Ilham masih terbuka sebagai rahmat dari Allah.

Wallahu A'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar