Kamis, 04 Februari 2016

Kalam Sulthoonul auliya Maulana Syeikh Muhammad Nazim Aadil alhaqqani.

Kalam Sulthoonul auliya Maulana Syeikh Muhammad Nazim Aadil alhaqqani.

Allah (swt) berfirman, 
‘Barang siapa yang bersabar dengan Kami, ia akan mencapai Kami.’”

“Jika takwa tertanam di dalam hati, 
lidah tidak akan berbicara hal-hal yang tidak ada manfaatnya.”

“Tasawuf adalah penyucian terus-menerus 
dalam menuju Hadirat Ilahiah Allah (swt) dan 
inti sarinya adalah meninggalkan kehidupan materialistik ini.”

“Suatu saat Junaid (q) melihat Iblis dalam suatu penglihatan, 
dan Iblis itu dalam keadaan telanjang. 

Junaid (q) berkata, 
‘Wahai yang terkutuk, apakah kau tidak malu terlihat telanjang oleh manusia?’ 
Ia menjawab, ‘Oh Junaid, mengapa aku harus malu kepada orang-orang, 
sementara mereka sendiri tidak merasa malu pada dirinya sendiri.”

“Bila kalian bertemu dengan seorang pencari di jalan Allah (swt), 
dekatilah dia dengan ketulusan, kesetiaan dan kasih sayang. 
Jangan mendekatinya dengan ilmu. 
Ilmu akan membuatnya menjadi liar pada awalnya, 
tetapi kasih sayang akan cepat membawanya kepadamu.”

“Seorang pencari haruslah seseorang yang telah meninggalkan dirinya sendiri dan menghubungkan kalbunya kepada Hadirat Ilahi. 
Ia berdiri di Hadirat-Nya melakukan kewajiban-kewajibannya 
sambil membayangkan Hadirat Ilahi dengan kalbunya. 

Cahaya Ilahi telah membakar kalbunya 
yang membuatnya kehausan akan nektar mawar, 
dan menarik tirai dari matanya agar ia dapat melihat Tuhannya. 

Jika ia membuka mulutnya, itu adalah atas perintah dari Hadirat Ilahi. 
Jika ia bergerak, itu adalah atas perintah Allah, 
dan jika ia merasa damai, itu adalah atas perbuatan dari Atribut Ilahiah. 
Ia berada dalam Hadirat Ilahi dan bersama Allah.”

“Seorang Sufi adalah orang yang menjaga kewajiban-kewajiban 
yang telah Allah sampaikan kepada Nabi (s), 
dan berjuang untuk meningkatkan dirinya menuju Maqamul Ihsan, 
yang merupakan Makrifatullah, ilmu untuk mengenal Allah.”

“Tasawuf adalah sebuah ilmu 
di mana orang belajar mengenai keadaan jiwa manusia, 
apakah terpuji atau tercela. 

Jika keadaannya tercela,
 ia belajar bagaimana membersihkannya 
hingga menjadi terpuji dan menjadikannya mampu menempuh perjalanan 
menuju Hadirat Ilahiah Allah. 
Buahnya adalah perkembangan kalbu: Makrifatullah, 
melalui pengalaman langsung; 
keselamatan di akhirat; 
memperoleh kemenangan dengan meraih rida Allah; 
pencapaian kebahagiaan yang kekal; dan 
pencerahan dan penyucian 
sehingga hal-hal yang mulia menyingkapkan dirinya sendiri, 
maqam-maqam yang luar biasa menjadi terbuka 
dan ia dapat melihat apa yang tidak dapat dilihat 
oleh mata batin orang lain.”

“Tasawuf bukanlah semacam ibadah tertentu, 
tetapi lebih pada mengaitkan kalbu kepada Allah. 

Dalam pelaksanaannya 
bila ada sesuatu yang lebih disukai (mandub) 
menurut standard Syariah, 
bagi seseorang dalam situasi tertentu, 
maka orang itu dapat melakukannya. 
Inilah sebabnya mengapa kita melihat bahwa 
kaum Sufi telah berkhidmah di dalam Islam 
dalam kapasitas yang beragam. 

Para cendikiawan Muslim harus mendapat pendidikan mengenai Sufisme ini.”

Almadaad Ya Maulana.
‪#‎almunawwaroh‬
‪#‎MSH‬.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar