Kewajiban Shalat
Ilahi anta maqsudi waridhoka matlubi a'tini mahabbataka wama'rifataka...
Apabila Allah mengasihi hambaNYA DIA akan memberi kefahaman dalam agama.
Semoga kita semua memahami betul-betul apa yang diisyaratkan oleh kalam Allah,
kalam rasul dan juga kalam para aulia' dan para sufi.
Karena ilmu hakikat ini tak boleh kita fahami dengan aKal semata.
Ia nya ilmu rasa ,
sungguh mendalam maksud dan tujuannya serta pengertiannnya.
Shalat merupakan tiang agama yang dilaksanakan apabila kita telah melaksanakan kewajiban pertama dan kedua, sebab tujuan shalat adalah untuk mengingat-Nya sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya Aku inilah Allah,
tidak ada Tuhan selain Aku,
maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. 20 Thaha: 14)
Firman Allah di atas senada dengan firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14 dan 15 yang telah diuraikan sebelumnya.
Untuk mengetahui secara jelas persamaan makna
yang terdapat pada kedua ayat tersebut
penulis akan menguraikan kalimat perkalimat
pada surat Thaha ayat 14
serta membandingkannya dengan surat Al-A’la ayat 14.
Pertama, pada bagian awal surat Thaha ayat 14 Allah berfirman:
“Sesungguhnya Aku ini Allah”.
Bila kita menganalisis firman Allah tersebut maka dapatlah kita ketahui bahwa sesungguhnya Allah itu ingin dikenal.
Firman Allah pada surat Thaha tersebut senada
dengan firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14:
“Beruntunglah orang-orang yang mensucikan hatinya”.
Makna beruntung pada ayat ini adalah bahwa
keuntungan yang diperoleh oleh orang-orang yang mensucikan hatinya adalah
dapat mengenal Allah.
Bahkan bila kita analisis lebih jauh selain memiliki persamaan makna,
kedua ayat tersebut juga memiliki kaitan di mana ayat yang satu berfungsi
sebagai penjelas bagi yang lain.
Pada surah Thaha Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku ini Allah”.
Ayat tersebut mengintruksikan kepada manusia kewajiban untuk mengenal Allah.
Pada surah al-A’la ayat 14 Allah berfirman:
“Beruntunglah orang-orang yang mensucikan hatinya”.
Pada ayat ini Allah memuji orang-orang yang mensucikan hatinya,
sebab hanya orang-orang yang mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah dan merekalah yang dinyatakan Allah sebagai orang-orang yang beruntung.
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa
firman Allah pada surat Thaha ayat 14 keduanya mengindikasikan bahwa
kewajiban pertama bagi manusia adalah
terlebih dahulu mensucikan hatinya agar ia dapat mengenal Tuhannya.
Kedua, pada bagian tengah surat Thaha Allah berfirman:
“Tiada Tuhan selain Aku”.
Bila kita analisis firman Allah di atas,
maka dapat kita ketahui bahwa maksud yang terkandung di dalamnya adalah
perintah untuk mengingat-Nya,
sebab kalimat “Tiada Tuhan selain Allah”,
bermakna tidak ada yang boleh diingat selain Allah.
Firman Allah pada surat al-A’la ayat 15:
“Dan mengingat Tuhannya”.
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa
kewajiban yang kedua bagi manusia adalah mengingat Tuhannya.
Ketiga, pada bagian akhir surat Thaha Allah berfirman:
“Sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”.
Bila kita analisis pada ayat di atas bahwa printah sembah datang
setelah terlebih dahulu
Allah memerintahkan untuk mengenal dan mengingatnya.
Perintah sembah tersebut diwujudkan
dengan mendirikan shalat yang tujuannya adalah untuk mengingat-Nya.
Firman Allah tersebut senada dengan firman Allah pada surat al-A’la ayat 15:
“Maka dirikanlah shlalat”.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kedua ayat tersebut sama-sama mengindikasikan bahwa shalat merupakan kewajiban ketiga.
Dari penjelasan di atas dapatlah kita ketahui mengapa para sufi
menaruh perhatian besar terhadap hati (qalb)
dan menempatkan shalat sebagai kewajiban ketiga.
Karena sesungguhnya perintah shalat itu diterima
setelah terlebih dahulu Jibril mensucikan hati
Nabi Muhammad sebelum ia menghadap Allah.
Sebab Allah itu tidak dapat dilihat oleh mata kepala Nabi Muhammad
tetapi hanya dapat dilihat oleh mata hati Nabi Muhammad.
Oleh sebab itu sebelum Nabi Muhammad berjumpa dengan Allah,
terlebih dahulu Jibril mensucikan hatinya,
agar nur yang ada di dalam mata hatinya itu dapat memancar,
sebab dengan nur itulah Nabi Muhammad dapat menyaksikan Allah.
Itulah sebabnya di dalam surah al-Isra’ ayat 1
Allah menggunakan kalimat Maha Suci,
sebab Allah itu Maha Suci dan hanya dapat dilihat
oleh hamba-hamba-Nya apabila mereka telah mensucikan hati mereka.
Adapun makna Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad pada hakikatnya adalah sesungguhnya Malaikat Jibril menyampaikan pengenalan kepada Allah
dalam istilah ilmu tarekat lazim disebut dengan bai’at.
Praktik bai’at yang diterima oleh Nabi dari gurunya Malaikat Jibril
diteruskan kepada Ali ibn Abi Thalib dan praktik seperti ini terus berlanjut
dari guru ke murid dalam rangkaian silsilah hingga saat ini.
Praktik bai’at yang diterapkan di kalangan ahli tarekat
sesungguhnya mengacu pada pola yang dilaksanakan oleh Nabi.
Jadi berdasarkan tradisi bai’at inilah muncul istilah bahwa
“Barangsiapa yang tidak mempunyai syekh maka gurunya adalah setan”
sebab Nabi sendiri tidak dapat mengenal Allah
tanpa berguru kepada Malaikat Jibril,
apalagi kita sebagai manusia biasa yang hina dan dhaif
yang tidak mempunyai kedudukan apa-apa di sisi Allah
maka mustahil dapat mengenal Allah tanpa guru.
bahkan Nabi sendiri lewat Hadisnya secara tegas menyatakan
keutamaan ilmu hatilah manusia dapat mengenal Allah.
Kekeliruan umat Islam saat ini adalah
tidak mau mempelajari ilmu hati dan lebih mengutamakan ilmu syari’at.
Oleh sebab itu menurutnya mayoritas umat Islam saat ini
tidak mengenal yang mereka sembah
dan sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata
sebagaimana firman Allah:
“Maka celakalah
bagi orang yang hatinya tidak dapat mengingat Allah,
mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. (Q.S. 39 az-Zumar: 22)
Demikianlah celaan Allah terhadap orang-orang yang tidak dapat mengingat-Nya,
yang kesemuanya itu disebabkan karena mereka tidak mempelajari soal hati.
Namun kebanyakan umat Islam saat ini tidak tahu kalau mereka itu tidak tahu.
Mereka menganggap bahwa amal ibadah mereka dapat diterima oleh Allah SWT,
karena merasa bahwa tauhid mereka telah sempurna,
padahal sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.
Sesungguhnya orang-orang yang bertauhid si sisi Allah adalah
orang-orang yang telah mempelajari ilmu hati.
Sebab hanya dengan mempelajari ilmu hatilah
kita baru dapat mengenal Allah.
Jadi
sesungguhnya orang-orang yang tidak mempelajari ilmu hati adalah
orang-orang yang bertauhid di sisi manusia
tetapi sesungguhnya kafir di sisi Allah,
sebab tauhid mereka hanya di lidah,
namun hatinya tidak pernah menyaksikan Allah.
Mereka menganggap bahwa dengan mengucap dua kalimah syahadat dan percaya
dalam hati berarti telah Islam dan beriman di sisi Allah.
Padahal keislaman dan keimanan mereka itu barulah sebatas percaya kepada Allah.
Oleh sebab itu orang-orang yang mengabaikan atau tidak mempelajari ilmu hati
(ilmu tarekat) sesungguhnya adalah orang-orang yang mengabaikan tauhid.
Dari uraian di atas dapatlah kita ketahui betapa pentingnya
mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat).
Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu tauhid yang sesungguhnya adalah
dengan mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar