MEMBERSIHKAN HATI,
Bimbingan Syaikh.
Syaikh -syaikh Sufi biasa membimbing dan mendidik murid
dalam cara yang konsisten dengan kapasitas dan psikologinya.
Mereka tidak segera menariknya
dari keadaan yang ada pada dirinya,
tidak pula mereka meminta sang murid mengerjakan
berbagai latihan ruhani.
Mereka mengajarkan kepadanya praktik-praktik Sufi
yang sesuai dengan temperamen dan kecenderungannya.
Dengan demikian,
secara bertahap dan dengan cara yang mudah ,
mereka mengantarkan sang murid menggapai tujuannya.
Para Syaikh agung ini berkata :
"Jika jalan seseorang menuju Allah
sesuai dengan cita rasa dan bakatnya,
maka pencapaian kedekatan pada Allah
akan mudah baginya.
Semakin jauh praktik-praktik yang dilakukannya
dari kecenderungan alaminya, maka
semakin lambat perjalanan yang ditempuhnya".
Konsekuensinya ,
Syaikh Ibn 'Atah'illah as-Sikandari mengatakan,
"Pilihlah zikir-zikir tentang cinta kepada Allah
yang sesuai dengan kecenderungan alamimu".
Imam Tarekat Syadzaliyyah , Syaikh Abu al-Hasan asy-Syadzilli,
mengatakan,
"Orang yang membimbingmu dalam cara yang konsisten
dengan kesenangan atau psikologimu,
sesungguhnya adalah seorang Syaikh sejati".
Ucapan ini sesuai dengan sabda Nabi ,
"Agama itu mudah"
atau
"Bersikaplah lemah-lembut,
dan jangan bersikap keras dan kasar".
Diriwayatkan bahwa Nabi juga bersabda :
"Orang yang menuntunmu menuju dunia
sesungguhnya adalah orang yang mengkhianatimu.
Orang yang menganjurkan
praktik kezuhudan dan pengekangan diri yang tak perlu,
sesungguhnya malah membuatmu sedih dan susah.
Dan orang yang menunjukimu , jalan Allah
sesungguhnya adalah penasehatmu
dan bermaksud baik kepadamu"
Tak pelak lagi,
pembimbing spiritual adalah orang yang dianugerahi
kekuatan spiritual dan mukjizat
yang bisa menghancurkan belenggu diri sendiri
melalui kekuatan kemauan dan kehendaknya
serta melahirkan perubahan dalam diri sang murid
yang telah memandang Realitas
sebagai "permainan dan senda gurau",
sampai mereka mengetahui bahwa :
"Tidak ada tempat lari dari Allah,
dan tidak ada tempat perlindungan
kecuali kepada-Nya semata".
Semua manusia yang dianugerahi pengetahuan batin
mengakui bahwa latihan ruhani dan kezuhudan
bermanfaat hanya di bawah instruksi seorang Syaikh yang "sadar".
Penyucian dari berbagai noda dan keberhasilan kedekatan
dan kerendah-hatian dalam do'a dan ibadah tidaklah bisa dicapai,
kecuali bila jalan menuju Allah
ditempuh di bawah bimbingan Syaikh paripurna,
yang mengetahui psikologi manusia
dan tahu tentang berbagai masalah spiritual
melalui pengetahuan, perasaan, dan pengetahuan,
atau , dalam ungkapan lain, seorang yang sadar.
Dengan sekadar membaca-baca saja tentang jalan menuju Allah,
seseorang tidak akan bisa sampai kepadanya,
persis seperti seorang pasien yang menderita sakit fisik
tidak bakal sembuh hanya dengan membaca-baca buku
tentang ilmu kedokteran.
Di dalam karyanya al-Anwar al-Qudsiyyah , Sya'rani menulis :
"Kaum 'arif yang mengetahui jalan menuju Allah sepakat
bahwa bimbingan seorang Syaikh diperlukan
untuk menempuh jalan menuju Allah
agar berbagai kelemahan dan kekurangan
yang merintangi manusia sampai pada Kehadiran Allah
bisa dihapuskan dari sifat manusia,
agar do'a dan salatnya bisa diluruskan
serta kedekatan dan kerendah-hatian
bisa ditumbuh-kembangkan dalam ibadah.
Memang benar bahwa
mesti ada pengobatan atas berbagai macam penyakit batin,
karena ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi ,
sarat dengan petunjuk-petunjuk bahwa
penyakit-penyakit batin ini harus diobati.
Karena itu,
jika instruksi-instruksi seorang Syaikh yang sadar tidak dituruti
dalam membersihkan hati, menyucikan jiwa
dan menghilangkan sifat-sifat tercela,
maka yang demikian itu ,pasti tidak mematuhi Allah
dan perintah-perintah Nabi Muhammad saw.
Jika seseorang berusaha mencerabutnya
dengan segenap upayanya tanpa bantuan seorang Syaikh,
maka ia tidak bakal pernah berhasil.
Keadaannya adalah persis seperti orang menghafal
buku-buku kedokteran , namun ia tidak bisa diobati.
Sudah lumrah dan menjadi sunnah Allah bahwa
orang-orang hidup dimanfaatkan oleh mereka yang hidup pula
dan cahaya nya pun dinyalakan dari cahaya lainnya.
Tak akan ada perubahan yang engkau jumpai dalam sunnah Allah".
Itulah sebabnya Kwajah Yusuf Hamadzani mengatakan :
"Bergaullah dengan Allah.
Jika engkau tidak sanggup bergaul dengan Allah,
maka pilihlah bergaul dengan orang yang bergaul dengan Allah,
sampai engkau juga bisa bergaul dengan Allah SWT".
Demikian pula,
Maulana Jalaluddin Rumi ,
seorang Sufi 'arif besar dari Rum,
mengatakan ;
"Tak ada sesuatu pun maujud dengan sendirinya;
Tak ada besi bisa menjadi sebilah pedang dengan sendirinya,
Sang Maulawi tak bakal pernah bisa jadi Maula-i-Rum
Sampai ia menjadi budak Syams -i- Tabri".
Dan Khwajah Naqsyband memberi nasehat :
"Nak!
Di jalan cinta,
mustahil menempuh jalan
tanpa bantuan seorang pembimbing"
Karenanya ,
cermin hati perlu ditaruh di hadapan seorang manusia paripurna
yang hatinya hidup dengan Allah dan diberkahi dengan visi Allah.
Hanya segala sesuatu yang ada
di atas cermin hati manusia paripurna
(entah Syaikh atau Pir atau Guru) saja yang terpantul
pada cermin hati kita.
Jalan menerima berbagai anugerah spiritual pun
menjadi lebar dan kita berseru :
"Bertahun-tahun
kita mengembara ke seluruh dunia
untuk menggapai tujuan kita,
Sahabat ada di dalam rumah
dan kita menjelajah ke serata penjuru dunia".
Sesudah membersihkan hati,
kita pun menyadari bahwa Allah tidak dimana-mana,
melainkan ada dalam hati kita.
Kita melupakan-Nya ,
padahal Dia senantiasa hadir setiap saat.
Kita melalaikan-Nya.
Sebagaimana dikatakan Al-Qur'an ;
"Sungguh ,
Kami telah ciptakan manusia
dan Kami tahu apa yang dibisikkan hatinya,
kepadanya.
Kami lebih dekat kepadanya ,
daripada urat lehernya"
Q.S.50:16
dan seorang penyair mengatakan :
"Kelopak kesturi yang engkau cari
ada di jubah bertambalmu,
Engkau tidak mencium aromanya
lantaran kemalanganmu".
Dituturkan bahwa dalam perbincangannya
yang sarat perasaan cinta dengan Allah,
Dawud berkata kepada Allah,
"Ya Allah,
Di mana aku mesti mencari-Mu ?"
Allah menjawab,
"Carilah Aku
di kalbu dan hati yang
(terobati dari keangkuhan dan kesombongan
dan terbebas dari hawa nafsu)
hancur demi diri-Ku semata".
"Bekas-bekas sesuatu
yang ingin engkau temukan
ada padamu,
namun engkau mencarinya
di tempat lain"
Manakala hati terhijab oleh kotoran diri sendiri,
dan penuh dengan segala sesuatu
serta kesadaran selain Allah, maka
sumber air kehidupan (aqua vitae)
penuh dengan tanah dan jadi kering.
"Sumber tempat Khidir
mereguk air kehidupan
menjadi milikmu,
tetapi
penuh dengan tanah".
Dr. Mir Valiuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar