Cinta Maha Cinta
“Cinta adalah kapal bagi orang-orang pilihan.”
“Kecemburuanku menuntut agar aku tidak melihat yang lain selain Diri-Mu
“Cinta adalah kapal bagi orang-orang pilihan.”
“Kecemburuanku menuntut agar aku tidak melihat yang lain selain Diri-Mu
Aku ingin membakar setiap pikiran lain dengan api cinta-Nya.”
“Angin sepoi-sepoi dengan semerbak harum Sahabatku
Datang dan memberi angin segar kehidupan pada cintaku yang lama dan terlupakan
Wahai angin sepoi-sepoi, engkau bawa semerbak harum Sahabatku
Kuminta janganlah engkau berhembus kepada orang asing.”
“Aku bergantung pada cinta
Kini, kudapati diriku sepenuhnya diliputi cinta.”
“Wahai murid Cinta, jika engkau melihatku hidup,
Janganlah percaya bahwa kehidupan masih ada dalam diriku
Cinta membuatku hidup.”
“Wajah-Mu laksana nyala api dan aku adalah laron yang siap membakar diri dalam cinta-Nya
Hatiku bersahabat dengan-Mu dan mencari-Mu.”
“Jika engkau ingin melangkah maju ke arah-Ku
Jangan pikirkan apa yang dipikirkan dunia tentang dirimu
Engkau bisa merebut cinta-Ku
Jika engkau siap membakar dirimu dalam nyala api-Nya.”
“Ya Allah, kukorbankan diriku demi mensyukuri nikmat-Mu
Sungguh suatu nikmat
Pengorbananku nyaris tak setimpal.”
“Hatiku takkan pernah tidak memikirkan-Mu
Atau berpikir tentang bersahabat dengan yang lain.”
“Di dunia ini, semua orang mencari-cari seseorang
Aku hanya mencari Diri-Mu, Diri-Mu, Diri-Mu semata
Engkau sajalah tujuan hatiku.”
“Kala percikan api cinta tersulut
Hidupku pasrah (* kata yang lebih tepat adalah : berserah diri) kepada Sang Kekasih
Kekasih-lah Yang menghidupkanku
Dari kehidupan-Nya sendiri.”
“Ia yang tidak mencintai Sang Kekasih seperti aku
Tidak bisa memahami apa makna cinta
Hati saja yang mengetahui apa substansi cinta
Mata akal tak sanggup menatapnya
Yang disebut cinta tak lain hanyalah kepedihan dan keterbakaran
Tetapi, inilah kepedihan yang tanpanya tidak ada kedamaian
Hanya Cinta yang membisikkan rahasia
Bahwa kita hanyalah seruling bambu
Dan Cinta adalah Yang memainkan seruling itu.”
“Merananya para pecinta adalah (sebab spiritual) pertumbuhan mereka
Bagaikan rembulan, ia (sang pecinta) punya wajah (bersinar) cerah ketika ia merana.”
“Tidak ada jalan masuk bagi seseorang
Sampai ia fana* dalam kamar haribaan Keagungan Ilahi
Apa sarana untuk naik ke langit?
Ketiadaan* ini.”
“Bagaimana kehausan kerinduan para pecinta ini mesti dihilangkan?
Kerjakan akar dari akar cinta dan kesetiaan
Akarnya adalah mati (Rasulullah Saw bersabda,”Mútú qabla antamútú. “Matilah kamu sebelum kamu mati; “mati”/ “terlepas” dari cengkeraman/ belenggu ego (“ke-aku-an”), hawa nafsu dan syahwat) dan fana.”
[* disarikan dan disalin dari : “Pencerahan Ruh : Tajaliyyah Ar-Ruh” dalam Zikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf (“Contemplative Disciplines in Sufism”; Mir Valiuddin)]
“Angin sepoi-sepoi dengan semerbak harum Sahabatku
Datang dan memberi angin segar kehidupan pada cintaku yang lama dan terlupakan
Wahai angin sepoi-sepoi, engkau bawa semerbak harum Sahabatku
Kuminta janganlah engkau berhembus kepada orang asing.”
“Aku bergantung pada cinta
Kini, kudapati diriku sepenuhnya diliputi cinta.”
“Wahai murid Cinta, jika engkau melihatku hidup,
Janganlah percaya bahwa kehidupan masih ada dalam diriku
Cinta membuatku hidup.”
“Wajah-Mu laksana nyala api dan aku adalah laron yang siap membakar diri dalam cinta-Nya
Hatiku bersahabat dengan-Mu dan mencari-Mu.”
“Jika engkau ingin melangkah maju ke arah-Ku
Jangan pikirkan apa yang dipikirkan dunia tentang dirimu
Engkau bisa merebut cinta-Ku
Jika engkau siap membakar dirimu dalam nyala api-Nya.”
“Ya Allah, kukorbankan diriku demi mensyukuri nikmat-Mu
Sungguh suatu nikmat
Pengorbananku nyaris tak setimpal.”
“Hatiku takkan pernah tidak memikirkan-Mu
Atau berpikir tentang bersahabat dengan yang lain.”
“Di dunia ini, semua orang mencari-cari seseorang
Aku hanya mencari Diri-Mu, Diri-Mu, Diri-Mu semata
Engkau sajalah tujuan hatiku.”
“Kala percikan api cinta tersulut
Hidupku pasrah (* kata yang lebih tepat adalah : berserah diri) kepada Sang Kekasih
Kekasih-lah Yang menghidupkanku
Dari kehidupan-Nya sendiri.”
“Ia yang tidak mencintai Sang Kekasih seperti aku
Tidak bisa memahami apa makna cinta
Hati saja yang mengetahui apa substansi cinta
Mata akal tak sanggup menatapnya
Yang disebut cinta tak lain hanyalah kepedihan dan keterbakaran
Tetapi, inilah kepedihan yang tanpanya tidak ada kedamaian
Hanya Cinta yang membisikkan rahasia
Bahwa kita hanyalah seruling bambu
Dan Cinta adalah Yang memainkan seruling itu.”
“Merananya para pecinta adalah (sebab spiritual) pertumbuhan mereka
Bagaikan rembulan, ia (sang pecinta) punya wajah (bersinar) cerah ketika ia merana.”
“Tidak ada jalan masuk bagi seseorang
Sampai ia fana* dalam kamar haribaan Keagungan Ilahi
Apa sarana untuk naik ke langit?
Ketiadaan* ini.”
“Bagaimana kehausan kerinduan para pecinta ini mesti dihilangkan?
Kerjakan akar dari akar cinta dan kesetiaan
Akarnya adalah mati (Rasulullah Saw bersabda,”Mútú qabla antamútú. “Matilah kamu sebelum kamu mati; “mati”/ “terlepas” dari cengkeraman/ belenggu ego (“ke-aku-an”), hawa nafsu dan syahwat) dan fana.”
[* disarikan dan disalin dari : “Pencerahan Ruh : Tajaliyyah Ar-Ruh” dalam Zikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf (“Contemplative Disciplines in Sufism”; Mir Valiuddin)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar