Imam Abu Bakar Asy-Syibli menceritakan:
Aku berjumpa dengan seorang perempuan yang berasal dari Habsyah
yang tampak linglung tak tentu arah.
Dia berlari-lari dan berjalan cepat tak tahu tujuan.
Lalu, kukatakan kepadanya,
“Wahai Ibu, kasihanilah dirimu!”
Tiba-tiba dia menjawab, “Huwa (Dia).”
“Darimana engkau sebenarnya?” tanyaku.
“Dari Huwa (Dia).”
“Engkau mau pergi kemana?”
“Pergi ke Huwa (Dia).”
“Apa yang kau inginkan dari Huwa (Dia)?”
“Huwa (Dia).”
Akhirnya, aku bertanya,
“Berapa kali engkau menyebut Huwa (Dia)?”
“Lidahku tak pernah lelah menyebut Huwa (Dia)
sampai aku bertemu dengan Huwa (Dia),” jawabnya tegas.
Lalu, tiba-tiba dia bersenandung,
“Kehormatan cintaku kepada-Mu tak tergantikan.
Hanya Engkau yang kutuju; tidak ada yang lainnya.
Aku tergila-gila kepada-Mu, meski mereka menganggapku sakit.
Kujawab bahwa sakit ini tak pernah lenyap dari diriku.”
Kemudian,
Imam Abu Bakar Asy-Syibli mengatakan kepada perempuan itu:
“Wahai hamba Allah,
apakah yang engkau maksud dengan Huwa (Dia)?
Apakah Allah?
Tiba-tiba, mendengar kata “Allah” disebut oleh Asy-Syibli di depannya,
nafasnya langsung tersengal-sengal,
lalu ia secara mengejutkan meninggal dunia sejurus setelah itu.
Imam Abu Bakar Asy-Syibli pun bercerita bahwa
ketika dirinya hendak mengurus jenazah wanita tersebut,
tiba-tiba dia mendengar suara,
“Wahai Asy-Syibli,
barang siapa mabuk cinta kepada Kami,
linglung mencari Kami,
lalu terus berdzikir mengingat Kami,
serta meninggal dengan nama Kami,
biarkanlah dia kepada Kami!
Pengurusan (jenazahnya) menjadi kewajiban Kami!”
Lalu, segera saja Asy-Syibli menoleh ke arah suara itu.
“Aku menoleh ke sumber suara itu, tapi aku tak melihat siapa pun.
Aku terhijab.
Aku pun tak tahu apakah wanita tersebut diangkat atau dikubur.
Wanita itu mendadak hilang.
Semoga Allah mengampuninya.”
--Dikutip dari kitab Al-Qashd Al-Mujarrad fi Ma’rifat al-Ism Al-Mufrad,
karya Syekh Ibnu Atha’illah
“Berapa kali engkau menyebut Huwa (Dia)?”
“Lidahku tak pernah lelah menyebut Huwa (Dia)
sampai aku bertemu dengan Huwa (Dia),” jawabnya tegas.
Lalu, tiba-tiba dia bersenandung,
“Kehormatan cintaku kepada-Mu tak tergantikan.
Hanya Engkau yang kutuju; tidak ada yang lainnya.
Aku tergila-gila kepada-Mu, meski mereka menganggapku sakit.
Kujawab bahwa sakit ini tak pernah lenyap dari diriku.”
Kemudian,
Imam Abu Bakar Asy-Syibli mengatakan kepada perempuan itu:
“Wahai hamba Allah,
apakah yang engkau maksud dengan Huwa (Dia)?
Apakah Allah?
Tiba-tiba, mendengar kata “Allah” disebut oleh Asy-Syibli di depannya,
nafasnya langsung tersengal-sengal,
lalu ia secara mengejutkan meninggal dunia sejurus setelah itu.
Imam Abu Bakar Asy-Syibli pun bercerita bahwa
ketika dirinya hendak mengurus jenazah wanita tersebut,
tiba-tiba dia mendengar suara,
“Wahai Asy-Syibli,
barang siapa mabuk cinta kepada Kami,
linglung mencari Kami,
lalu terus berdzikir mengingat Kami,
serta meninggal dengan nama Kami,
biarkanlah dia kepada Kami!
Pengurusan (jenazahnya) menjadi kewajiban Kami!”
Lalu, segera saja Asy-Syibli menoleh ke arah suara itu.
“Aku menoleh ke sumber suara itu, tapi aku tak melihat siapa pun.
Aku terhijab.
Aku pun tak tahu apakah wanita tersebut diangkat atau dikubur.
Wanita itu mendadak hilang.
Semoga Allah mengampuninya.”
--Dikutip dari kitab Al-Qashd Al-Mujarrad fi Ma’rifat al-Ism Al-Mufrad,
karya Syekh Ibnu Atha’illah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar