TAK BERLEBIHAN DALAM BERIBADAH
Oleh: Sabrur R Soenardi
Mencari nafkah hidup merupakan perintah agama. Dengan mencari nafkah,
atau istilah populernya bekerja, tentu saja yang dimaksud di sini adalah
pekerjaan yang halal, seseorang menjadi bisa mandiri dan tidak
menggantungkan diri pada orang lain.
Ketika muda, Rasulullah SAW adalah seorang pekerja yang sangat giat.
Beliau menjual jasa menjadi gembala kambing kepada kaum kaya Makkah.
Beliau juga menjualkan dagangan milik Khadijah ke Syam, untuk
mendapatkan bagi hasil.
Bekerja tidak hanya sunah Rasulullah
SAW, tetapi juga nabi-nabi pendahulunya. Misalnya Nabi Daud AS, ia
mencari nafkah dari hasil pekerjaan tangannya sendiri, yakni melunakkan
besi. Di tangan Daud AS, besi tak ubahnya adonan dan lilin, ia
membuatnya menjadi baju zirah (baju besi), kemudian menjualnya ke pasar
untuk menghidupi diri dan keluarganya dari hasil penjualannya.
Suatu hari Nabi Sulaiman AS minta ditunjukkan oleh Allah hamba yang
lebih bersyukur daripadanya. Allah lalu mengutus Jibril untuk mengajari
Sulaiman cara menyepuh perhiasan dengan emas, dan ia membuatnya pada
kapak, lalu menjualnya. Begitulah, manusia pertama yang membuat hiasan
dengan sepuhan emas adalah Nabi Sulaiman AS.
Allah SWT pun
sangat cinta kepada orang yang bekerja. Sebagaimana diriwayatkan
Thabrani dalam Al-Kabir, Rasulullah bersabda, ”Allah mencintai setiap
Mukmin yang bekerja untuk keluarganya dan tidak menyukai Mukmin
pengangguran, baik untuk pekerjaan dunia maupun akhirat.” Tsabit
al-Banani RA, seorang sufi, berkata, ”Telah sampai kepadaku kabar bahwa
ampunan terletak dalam sepuluh persoalan: sembilan terdapat dalam sikap
diam dan satunya adalah lari dari manusia (uzlah). Ibadah ada sepuluh:
sembilan di antaranya dalam mencari penghidupan (bekerja), dan satunya
dalam ritual.”
Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah,
Rasulullah bersabda, ”Siapa mencari dunia secara halal, membanting
tulang demi keluarga dan cinta tetangga, maka pada hari kiamat Allah
akan membangkitkannya dengan wajah berbinar layak rembulan bulan
purnama.” (Kitab al-Ittihaf, 5/414).
Sebaliknya, Islam juga
sangat menentang sikap meminta-minta. Jabir bin Abdullah meriwayatkan,
Nabi bersabda, ”Siapa yang membuka pintu meminta-minta, maka Allah pasti
akan membuka pintu kefakiran. Sedangkan siapa yang ber-’iffah (menjaga
kehormatan diri, tidak meminta-minta), Allah akan menjaganya. Siapa yang
mohon kecukupan kepada Allah, dia akan dicukupkan. Seseorang yang
membawa tali ke lembah untuk mencari kayu, kemudian membawanya ke pasar
untuk dibelikan satu mud kurma, lebih baik baginya daripada
meminta-minta baik ia diberi atau tidak.” (Lihat, Musnad Ahmad, 2/418,
Majma’ al-Zawa’id, 3/95).
Meski demikian, Islam di sisi lain
mencela orang yang mengabaikan peminta-minta. Sebuah hadis meriwayatkan,
sabda Nabi, “Jika datang peminta-minta, berilah meskipun ia mengendarai
kuda.” Hal ini didukung oleh surat Ad-Dhuha 10, yang melarang kita
menghardik dan mengusir peminta-minta. Wallahu a’lam.
Sumber: republika.co.id
#RZmuhasabah #takberlebihan #ibadah #SharingHappiness #DonasiOnline #Zakat #Infaq #Sedekah #Sharing #Berbagi #Happy4All
Tidak ada komentar:
Posting Komentar