Sabtu, 28 Mei 2016

Menelusuri Peninggalan Maulana Jalaluddin Rumi

Jalaluddin Rumi atau nama lengkapnya Maulana / Mevlana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri adalah sang pujangga sufi dari tanah Persia. Selain penyair dia juga tokoh sufi yang berpengaruh di zamannya.

Mevlana Rumi atau Jalaluddin Rumi, mengekspresikannya tulisannya dalam bahasa cinta yang syarat makna. Melalui puisi-puisinya Rumi menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta, bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga menyampaikan bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai.

Rumi yang memiliki kumpulan puisi Rumi yang terkenal bernama al-Matsnawi al-Maknawi ini memiliki ciri khas yang membedakannya dengan karya sufi penyair lain, yaitu seringnya ia memulai puisinya dengan menggunakan kisah-kisah. Kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan pikiran dan ide untuk menyampaikan pesan tersirat.

Beliau mendirikan mendirikan sekolah dan tempat perguruan para Rumi yang kemudian ketika beliau wafat dimakamkan ditempat ini. Di tempat inilah kemudian didirikan museum Mevlana yang di penuhi oleh pohon mawar aneka warna yang indah di kota Konya, Turki.

Museum Mevlana

Museum ini juga disebut Istana Kebun Mawar atau Rose Garden karena banyaknya bunga mawar aneka warna yang ditanam disana. Di musim semi, akan tampak ribuan bunga mawar yang mekar dan semerbak mewangi diseluruh area museum.

Ditempat itu pula dulu pernah menjadi pondok atau sekolah untuk para darwis, yang lebih dikenal sebagai whirling dervishes.

Zikir adalah salah satu tuntunan Nabi Muhammad SAW untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jalaluddin Rumi, kemudian mengembangkan metode zikir dengan gerakan berputar yang dikenal sebagai Dervish Dance.

Teknik menarikan ”Tari Darwis” sangat mudah. Inti gerakan tari ini adalah berputar yang dilakukan searah jarum jam dan dilakukan terus-menerus. Gerakan ini simbol alam semesta yang selalu berputar mengelilingi garis edar masing-masing.

Tangan kanan menghadap ke atas sebagai simbol menerima karunia Allah dan tangan kiri menghadap ke bawah yang bermakna hendaknya manusia memberikan cinta kasih kepada sesama.

Terkadang masyarakat awam mengira orang yang menari Darwis kesurupan karena bisa berputar-putar begitu lama. Tidak, mereka bukan kesurupan namun justru tengah berada dalam kesadaran yang tinggi dan mampu mengidentifikasi keadaan di sekitarnya dengan lebih baik. Bahkan membuat mereka semakin merasa menyadari siapa mereka sebagai makhluk ciptaanNya.

Memasuki area museum melalui gerbang utama ke halaman marmer-beraspal. Air mancur terletak di tengah-tengah halaman itu dibangun oleh Yavuz Sultan Selim. Adapun sebelum masuk kedalam museum ini kita diwajibkan untuk melapisi sepatu atau alas kaki kita dengan plastik yang disediakan.

Di dalam museum, terdapat dapur para darwis (Matbah) dan Hurrem Pasha. Makam terletak di sisi kanan. Di sisi kiri adalah 17 bilik darwis yang berjejer dan ilustrasi Rumi yang sedang berdiskusi dengan sahabatnya. Konon, Rumi bisa menghabiskan waktu berhari-hari lamanya untuk berdiskusi dan dari diskusi itu menghasilkan ide-ide karyanya.

Disebelah kiri, terdapat koleksi Masnavis (buku puisi yang ditulis oleh Mevlana), Al-Quran dan sajadah bergambar, juga sebuah kotak tertutup kaca berisi jenggot nabi Muhammad, SAW.

Satu philosophy dari Mevlana Rumi yang akan terus teringat adalah; bahwa manusia terlahir untuk mati, maka tidak ada alasan untuk kita untuk tidak selalu berbuat kebaikan terhadap sesama agar hidup dengan keberkatan dan meninggal dalam keadaan penuh amalan kebajikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar