Tawassul dibagi menjadi dua:
1. Tawassul dengan amal saleh.
Dalilnya adalah sebuah hadits yang mengisahkan tiga orang yang
terperangkap di dalam gua. Lalu, ketiganya bertawassul dengan amal
kebaikan yang pernah mereka lakukan.
Orang pertama bertawasul dengan
amal baiknya terhadap kedua orang tua. Orang kedua bertawasul dengan
takutnya kepada Allah swt sehingga menggagalkan perbuatan keji yang
hendak ia lakukan.
Orang ketiga bertawassul dengan amal baik yang
telah ia lakukan kepada pegawainya. Pegawai tersebut bekerja tanpa mau
diberi gaji. Namun setelah gaji tersebut disimpan sang majikan lalu
digunakan untuk membeli hewan ternak dan berkembang biak, sang pegawai
meminta gajinya. Akhirnya seluruh hewan ternak diberikan kepadanya.
Berkat amal-amal tersebut, Allah swt membukakan pintu gua sehingga
ketiganya dapat keluar. (HR. Bukhori, Muslim dan Ahmad)
2.
Tawassul dengan orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi
Allah swtseperti para nabi, wali dan syuhada’. Dalam sebuah hadits
disebutkan,
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ عُمَرَ اْبنَ اْلخَطَّابِ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ كَانَ اِذَا قُحِطُوْا اِسْتَسْقَىْ بِالْعَبَّاسِ اْبنِ
عَبْدِالْمُطَلِّبْ فقال أَللَّهُمَّ كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ
بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَأَنَا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِعَمِّ
نَبِيِّنَا فَأَسْقِنَا فَيُسْقُوْنَ
Artinya: “Dari Anas bin
Malik, bahwasanya Sahabat Umar bin Khottob ketika mengalami kemarau,
maka beliau meminta hujan dan bertawassul dengan Abbas bin Abdul
Muthollib, beliau berkata “Ya Allah bahwasanya kami telah bertawassul
kepada Engkau dengan Nabi kami, maka Engkau turunkan hujan dan sekarang
kami bertawassul kepada Engkau dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah
hujan itu.” (HR. Bukhori)
Mengambil kesimpulan dari hadits diatas bahwa :
– Sahabat Umar bin Khotob pernah berdoa bertawssul dengan Nabi untuk meminta diturunkan hujan.
– Sabahat Umar bin Khotob bukan bertawassul dengan Nabi saja, melainkan
dengan paman Nabi juga, yaitu Sayyidina Abbas bin Abdul Muthollib.
Selain hadits di atas ada hadits lain yang menceritakan kisah seorang
sahabat yang menderita sakit mata. Sahabat tersebut meminta doa kepada
Rosululloh saw agar diberi kesembuhan, namun Rosululloh tidak berkenan
mendoakannya, akan tetapi beliau mengajarkan doa tawassul agar dibacanya
sendiri.
أَللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ
بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدِ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ إِنِّى تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى
رَبِّكَ فِى حَاجَتِىْ هَذِهِ لِتَقْضِى لِى فَشَفَّعْتَ فِيَّ
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan berdoa kepada-Mu dengan
(bertawassul melalui) Nabi-Mu Muhammad, Nabi yang penuh kasih sayang.
(Wahai Nabi), sesungguhnya aku telah bertawajjuh kepada tuhanku dengan
(bertawasul melalui) Engkau agar hajatku ini terkabul. Ya Allah,
terimalah syafa’at beliau untukku”. (HR. Tirmidzi, an-Nasa’i, al-Baihaqi
dalam Dalil-dalil Nahdliyyah)
Sedangkan salah satu dasar bertawassul melalui orang yang telah mati adalah sebuah hadits:
عَنْ سَيِّدِنَا عَلِى كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ أَنَّ سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ لَمَّا دُفِنَ فَاطِمَةُ بِنْتِ
أَسَدٍ أُمِّ سَيِّدِنَا عَلِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ اَلَّلهُمَّ
بِحَقِّىْ وَحَقِّ الْاَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِى أَغْفِرُ لِاُمِّىْ بَعْدَ
أُمِّىْ
Artinya: “Dari sayyidina ‘Ali Karromallohu Wajhah:
Sesungguhnya Nabi Muhammad saw tatkala Fatimah binti Asad (ibu sayyidina
‘Ali) dimakamkan, beliau berdo’a, “Ya Alloh, dengan (perantara) hakku,
dan hak para Nabi sebelumku, ampunilah ibu setelah ibuku. (Fatimah binti
Asad).” (HR. Thabari, Abu Nu’aim dan Ibnu Hajar al-Haitami)
Dalam hadits ini ternyata Rosululloh saw bertawassul dengan para nabi
sebelum beliau. Jelas, para nabi sebelum masa beliau sudah meninggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar