Selasa, 31 Mei 2016

TENTANG PUASA.

Hubungan puasa bagi yang hidup didunia ialah 
supaya bisa merasakan mati sebelum mati 
agar bisa mencapai puncak dzauk ma'rifatullah.

Ketika Syech Abu Yazid Al Busthami ditanya : 

"Dengan apa engkau mendapatkan ma'rifat wahai syech?"

Beliau menjawab: "Dengan perut lapar dan badan telanjang"


Sabda Rasulullah : 
Likulli syai’in babun wa babul ibadah al-shiyam.
Artinya : 

Segala sesuatu mempunyai pintu 
dan pintunya ibadah ialah puasa.

Apabila hamba telah bertekad untuk mengenal Allah, 
ingin mendekatkan diri kepadaNya 
dan ingin mengikuti kehendakNya, 
pastilah dia akan dihadang oleh berbagai ujian. 
 Agar bisa melewati ujian itu salah satunya ialah dengan berpuasa, 
puasa yang dimaksud bukan hanya menahan makan dan minum, 
atau menahan syahwat di siang hari, 
tetapi puasa yang berkaitan dengan hati yaitu 
menjaga panca indera dari sesuatu yang sia-sia, 
contohnya mulutnya tidak mengunjing, marah, 
telinganya tidak mendengarkan sesuatu yang negatif 
dan matanya tiada melihat sesuatu yang negatif, 
tangan dan langkah kakinya selalu dijaga, 
hatinya tidak berfikir negatif terhadap orang lain 
juga menjauhi kesenangan berupa nafsu 
dan juga penyakit syubhat.

Bersabda Rasulullah :
“Muutu qabla an tamuutu”
Artinya : “matilah sebelum mati”.

Matikanlah dirimu sebelum mati.

Mati yang di maksud oleh rasulullah 

bukan mematikan dirimu selagi hidup (bunuh diri) 
atau matinya raga (berpisahnya nyawa dari jasad), 
tetapi matikan dirimu dari tahap mati yang pertama, yaitu 
Mati Tabi'i 
matinya panca indra menyatu hati pada Allah, yaitu 
mengekang seluruh hawa nafsu 
yang cenderung mengajak pada jalan keburukan, 
lalu meluruskan nafsu itu kearah jalan kebaikan,
maka hati dan panca inderanya 

benar-benar akan menjadi bersih 
dan diapun akan merasakan mati yang pertama yaitu 
Mati Tabi'i, 
matinya panca indra yang lima 
seluruh panca indranya secara lahir dan bathin telah menyatu 
yang ada hanyalah tinggal rasa terhadap Allah, 
inilah yang dimaksud hancurkan jasad jadikan hati.

Jika sudah berhasil dengan puasa hati yakni 
mengekang hatinya dari segala macam nafsu 
yang menghalanginya untuk mengenal Allah, 
Lalu dia akan masuk dalam tahap mati yang kedua yaitu 
Mati Maknawi, 
dirinya lahir dan bathin telah merasakan lenyap 
dan seluruh alam ini telah hilang semuanya, 
yang ada hanyalah kalimat Allah, 
berlaku Nafi dan Isbat pada dirinya, 
yaitu penafian akan Dzat, Sifat, Asma, Af'al 
dan mengisbatkannyahanya pada Allah.

-Laa Dzatul Illallah Fil Haqiqatu Illallah » tiada diri bagi kita.
-Laa Maujudun Illa Shifatun Illallah » tiada sifat bagi diri kita.
-Laa Asmaun Illallah » tiada nama bagi diri kita.
-Laa Af'alun Illallah » tiada tubuh bagi diri kita.


Nafi isbat pada Dzat 
maksudnya kita menafikan wujud yang sebenarnya melainkan Allah. 
Wujud selain dariNya hanyalah wujud yang diciptakan 
yang berada dalam genggaman kekuasaanNya. 
Juga kita menafikan 
adanya wujud yang qadim, baqi, mukhalif lil khalqi, qaim bi nafsih 
melainkan wujud Nya yang wahdaniyat (tunggal).

Nafi isbat pada Sifat 
maksudnya kita menafikan adanya sifat lain melainkan Allah. 
Sifat-sifat yang lain itu tiada bercerai (kam munfasil) 
dan tiada bersatu (kam muttasil) dengan ketunggalan sifat Allah.
Tiada yang bersifat 

dengan qudrat, iradat, ilmu, hayat, sama', basar dan kalam 
melainkan Allah. 
Apabila kita melihat kita nafikan penglihatan itu milik kita 
dan kita isbatkan hanya milik Nya. 
Sementara penglihatan kita tiada berpisah 
dan tiada bersatu dengan sifat bashar Allah.

Nafi isbat pada Asma' 
maksudnya kita menafikan yang bernama itu 
dan mengisbatkan nama tersebut hanya pada Allah, 
apabila dia melihat segala yang bernama 
maka dia mengisbatkan pada Allah, 
tiada yang memberi rezeki melainkan Allah Ar Razzaq, 
tiada yang menghidupkan melainkan Allah al Muhyi dan lain sebagainya.

Nafi isbat pada Af'al 
maksudnya kita menafikan segala yang bergerak 
melainkan kita isbatkan Allah yang menggerakkannya. 
Tiada bergerak sesuatu Dzarrah 
melainkan Allah yang menggerakkannya 
segala apa yang berlaku adalah qada' dan qadar Nya. 
Tiada tergugur sehelai daun melainkan dengan izin Allah, 
maknanya setiap perbuatan berlaku 
tiada berpisah dan bersatu dengan kelakuan Allah.

Setelah itu barulah dia akan masuk dalam mati yang ketiga 
yaitu Mati Sirri yaitu 
perasaannya telah lenyap segala warna-warni, 
yang ada hanya Nur semata-mata, 

Orang yang telah sampai pada maqam sirri dirinya telah fana, 
dia sudah putus, putus dari rasa merasa, 
karena dia telah mengisbatkan dirinya pada sang Khaliq. 
Jika telah karam di maqam ini, 
maka dirinya telah fana pada sejatiNya hidup 
karena terliputi oleh sifatNya, 

Adapun sempurnanya dari semua kematian itu ialah 
Mati Hissi 
yakni dia telah Baqa', 
tiada tahu dia akan fananya (kematiannya) yakni 
dalam arti ia telah fana'ul fana', 
dia telah Baqa' kekal bersama DzatNya, 
kehambaanya tiada mendindingi ketuhananNya 
dan ketuhananNya tiada melupakan kehambaanNya, 
infisalnya (keterpisahannya) tiada mendindingi jam'inya, 
dan jam'inya tiada melupakan farqi-infisalnya. 
tiada dia hidup kecuali yang dilihat hanya ada Dia yang nyata, 
hanya Dzat yang wujud, 
Dzat itu adalah AKU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar