Hubungan puasa bagi yang hidup didunia ialah
supaya bisa merasakan
mati sebelum mati
agar bisa mencapai puncak dzauk ma'rifatullah.
Ketika Syech Abu Yazid Al Busthami ditanya :
"Dengan apa engkau mendapatkan ma'rifat wahai syech?"
Beliau menjawab: "Dengan perut lapar dan badan telanjang"
Sabda Rasulullah :
Likulli syai’in babun wa babul ibadah al-shiyam.
Artinya :
Segala sesuatu mempunyai pintu
dan pintunya ibadah ialah puasa.
Apabila hamba telah bertekad untuk mengenal Allah,
ingin mendekatkan
diri kepadaNya
dan ingin mengikuti kehendakNya,
pastilah dia akan
dihadang oleh berbagai ujian.
Agar bisa melewati ujian itu salah satunya
ialah dengan berpuasa,
puasa yang dimaksud bukan hanya menahan makan
dan minum,
atau menahan syahwat di siang hari,
tetapi puasa yang
berkaitan dengan hati yaitu
menjaga panca indera dari sesuatu yang
sia-sia,
contohnya mulutnya tidak mengunjing, marah,
telinganya tidak
mendengarkan sesuatu yang negatif
dan matanya tiada melihat sesuatu yang
negatif,
tangan dan langkah kakinya selalu dijaga,
hatinya tidak
berfikir negatif terhadap orang lain
juga menjauhi kesenangan berupa
nafsu
dan juga penyakit syubhat.
Bersabda Rasulullah :
“Muutu qabla an tamuutu”
Artinya : “matilah sebelum mati”.
Matikanlah dirimu sebelum mati.
Mati yang di maksud oleh rasulullah
bukan mematikan dirimu selagi hidup
(bunuh diri)
atau matinya raga (berpisahnya nyawa dari jasad),
tetapi
matikan dirimu dari tahap mati yang pertama, yaitu
Mati Tabi'i
matinya
panca indra menyatu hati pada Allah, yaitu
mengekang seluruh hawa nafsu
yang cenderung mengajak pada jalan keburukan,
lalu meluruskan nafsu itu
kearah jalan kebaikan,
maka hati dan panca inderanya
benar-benar
akan menjadi bersih
dan diapun akan merasakan mati yang pertama yaitu
Mati Tabi'i,
matinya panca indra yang lima
seluruh panca indranya secara
lahir dan bathin telah menyatu
yang ada hanyalah tinggal rasa terhadap
Allah,
inilah yang dimaksud hancurkan jasad jadikan hati.
Jika
sudah berhasil dengan puasa hati yakni
mengekang hatinya dari segala
macam nafsu
yang menghalanginya untuk mengenal Allah,
Lalu dia akan
masuk dalam tahap mati yang kedua yaitu
Mati Maknawi,
dirinya lahir dan
bathin telah merasakan lenyap
dan seluruh alam ini telah hilang
semuanya,
yang ada hanyalah kalimat Allah,
berlaku Nafi dan Isbat pada
dirinya,
yaitu penafian akan Dzat, Sifat, Asma, Af'al
dan
mengisbatkannyahanya pada Allah.
-Laa Dzatul Illallah Fil Haqiqatu Illallah » tiada diri bagi kita.
-Laa Maujudun Illa Shifatun Illallah » tiada sifat bagi diri kita.
-Laa Asmaun Illallah » tiada nama bagi diri kita.
-Laa Af'alun Illallah » tiada tubuh bagi diri kita.
Nafi isbat pada Dzat
maksudnya kita menafikan wujud yang sebenarnya
melainkan Allah.
Wujud selain dariNya hanyalah wujud yang diciptakan
yang berada dalam genggaman kekuasaanNya.
Juga kita menafikan
adanya
wujud yang qadim, baqi, mukhalif lil khalqi, qaim bi nafsih
melainkan
wujud Nya yang wahdaniyat (tunggal).
Nafi isbat pada Sifat
maksudnya kita menafikan adanya sifat lain melainkan Allah.
Sifat-sifat
yang lain itu tiada bercerai (kam munfasil)
dan tiada bersatu (kam
muttasil) dengan ketunggalan sifat Allah.
Tiada yang bersifat
dengan qudrat, iradat, ilmu, hayat, sama', basar dan kalam
melainkan
Allah.
Apabila kita melihat kita nafikan penglihatan itu milik kita
dan
kita isbatkan hanya milik Nya.
Sementara penglihatan kita tiada berpisah
dan tiada bersatu dengan sifat bashar Allah.
Nafi isbat pada
Asma'
maksudnya kita menafikan yang bernama itu
dan mengisbatkan nama
tersebut hanya pada Allah,
apabila dia melihat segala yang bernama
maka
dia mengisbatkan pada Allah,
tiada yang memberi rezeki melainkan Allah
Ar Razzaq,
tiada yang menghidupkan melainkan Allah al Muhyi dan lain sebagainya.
Nafi isbat pada Af'al
maksudnya kita menafikan segala yang bergerak
melainkan kita isbatkan Allah yang menggerakkannya.
Tiada bergerak
sesuatu Dzarrah
melainkan Allah yang menggerakkannya
segala apa yang
berlaku adalah qada' dan qadar Nya.
Tiada tergugur sehelai daun
melainkan dengan izin Allah,
maknanya setiap perbuatan berlaku
tiada
berpisah dan bersatu dengan kelakuan Allah.
Setelah itu barulah dia akan masuk dalam mati yang ketiga
yaitu Mati Sirri yaitu
perasaannya telah lenyap segala warna-warni,
yang ada hanya Nur semata-mata,
Orang yang telah
sampai pada maqam sirri dirinya telah fana,
dia sudah putus, putus dari
rasa merasa,
karena dia telah mengisbatkan dirinya pada sang Khaliq.
Jika
telah karam di maqam ini,
maka dirinya telah fana pada sejatiNya hidup
karena terliputi oleh sifatNya,
Adapun sempurnanya dari semua
kematian itu ialah
Mati Hissi
yakni dia telah Baqa',
tiada tahu dia akan
fananya (kematiannya) yakni
dalam arti ia telah fana'ul fana',
dia telah
Baqa' kekal bersama DzatNya,
kehambaanya tiada mendindingi ketuhananNya
dan ketuhananNya tiada melupakan kehambaanNya,
infisalnya
(keterpisahannya) tiada mendindingi jam'inya,
dan jam'inya tiada
melupakan farqi-infisalnya.
tiada dia hidup kecuali yang dilihat hanya
ada Dia yang nyata,
hanya Dzat yang wujud,
Dzat itu adalah AKU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar