“Entrepreneur is someone who creates value for society by building an organization that solves problem in a new way.”Saya pernah dengar definisi di atas mengenai apa itu seorang entrepreneur. Tetapi saya ragu-ragu akan kebenarannya, karena saya belum menemukan orang yang mirip dengan penjelasan tersebut. Yang banyak saya temui adalah tech startup founder keren yang membangun usahanya dengan modal presentasi atau prototipe, kemudian dapat dana bantuan tunai dari manusia tajir bernama investor atau modal ventura atau malaikat.
Barangkali salah saya yang bodoh atau kurang berpengalaman. Dulu saya pikir yang namanya entrepreneur itu semacam orang tua saya yang buka usaha rumah makan di kota kelahiran saya.
Ibu saya membangun rumah makan tanpa meminjam uang dari siapapun. Kalau berdasarkan pengertian startup founder zaman sekarang ini jelas salah, karena harusnya ibu saya menyiapkan sebuah proposal ke mas-mas modal ventura dan menaruh valuasi 10 milyar rupiah untuk usaha yang baru dirintisnya waktu itu.
Baca juga: Manusia Pelacur
Ibu saya juga cuma menyiapkan 10 meja di rumah makan tersebut. Lagi-lagi sebuah kesalahan fatal. Berkaca dari tech startup di zaman informasi ini, harusnya ibu saya fokus dengan strategi growth hacking dengan beriklan gila-gilaan. Yang penting menjaring orang sebanyak-banyaknya untuk mencoba menarik pelanggan serta terus menambah jumlah meja hingga 10.000 meja, kalau perlu hingga ke jalan raya.
Lalu, kesalahan terbesar ibu saya adalah meminta pelanggannya membayar setelah makan. Menurut pada pemodal dari dunia gaib ini, harusnya ibu saya itu menggratiskan saja makanannya. Kenapa? Karena yang paling penting adalah traction dan market share. Jangan pedulikan revenue. Tujuan utama membangun rumah makan ini adalah mengajak pelanggan datang untuk makan gratis, atau minimal pemilik rumah makan subsidi 90%.
Baca juga: Mau Bertanya, Sesat di Jalan
Mestinya ibu saya menaruh titel CEO & co-founder di kartu nama, terus menggaji diri sendiri 50 juta rupiah sebulan dengan duit investor. Jika usaha itu bangkrut dalam 1-2 tahun setelah duit investasinya habis dibakar, itu sangatlah wajar! Duit investor memang sewajarnya dibakar, bukan untuk mengembangkan usaha. Ingat ya, duit investor itu untuk dibakar!
Tapi saya sungguh heran bagaimana ibu saya bisa membangun usaha rumah makan yang hanya berisi 10 meja, namun bisa menyekolahkan saya hingga ke Australia. Tanpa investor!
Baca juga: Merayakan Kemiskinan
Yang namanya startup, wajar kalau gagal dalam 1-2 tahun. Toh memang formulanya hanya 1 dari 20 startup yang bisa survive. Sisanya memang harus mati. Itu kodratnya startup, bro! Yang penting jadi founder dengan cara membangun usaha menggunakan duit orang. Jangan lupa menghabiskannya secara cepat dan sembarangan. Jangan berpikir dengan otak. Startup memang gitu, bro! Bakar habis duitnya, bro!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar