Kami sebut sebuah hadis dari kitab Mishbah asy Syari'ah ,
agar hati suci orang-orang mukmin mendapat cahaya darinya.
Dalam kitab tersebut,
Imam Ja'far ash Shadiq as. berkata :
"Jika engkau hendak bersuci dan berwudhu,
maka pergilah mengambil air seperti engkau hendak pergi
menghadap rahmat Allah.
Karena sesungguhnya Allah telah menjadikan air
sebagai kunci taqarrub dan munajat kepada-Nya,
dan menjadikan nya sebagai petunjuk
menuju hamparan pengkhidmatan-Nya."
Sebagaimana halnya rahmat Allah dapat menyucikan dosa-dosa hamba
maka najis-najis lahiriahpun hanya dapat dibersihkan dengan air,
Allah berfirman,
"Dia lah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira
dengan rahmat-Nya (hujan) dan kami turunkan dari langit
air yang sangat suci dan menyucikan.' Q.S. al-Anbiya . 30)
Sebagaimana dengan air ,
segala kenikmatan dunia bisa hidup ,
maka dengan rahmat dan anugerah-Nya pula ,
Allah hidupkan hati manusia untuk melakukan ketaatan.
Renungkanlah
tentang kebersihan,kelembutan,kesucian, dan kehalusan air,
yang dapat dicampur dengan segala sesuatu.
Gunakanlah air untuk menyucikan anggota badan , sesuai perintah Allah.
Lakukanlah adab-adabnya , baik yang wajib maupun sunah.,
karena dalam setiap adab-adabnya terdapat manfaat yang banyak.
Jika engkau lakukan semua itu dengan baik,
maka akan segera terpancar mata air hikmah yang banyak.
Kemudian bergaullah engkau dengan makhluk Allah ,
sebagaimana air bercampur dengan segala sesuatu.
Yakni, ia memberikan kepada segala sesuatu haknya
tanpa mengubah dan berubah hakikat dirinya.
Nabi saw, bersabda :
"Orang mukmin yang tulus dalam keimanannya , bagaikan air."
Jadikanlah kejernihan (niat) engkau untuk Allah semata
dalam seluruh ketaatanmu ,
seperti kejernihan air saat diturunkan dari langit,
dan thahur (suci dan menyucikan).
Sucikanlah hatimu dengan taqwa dan yaqin,
saat engkau membersihkan semua anggota wudhumu dengan air.
Dalam hadis di atas,
terkandung isyarat dan hakikat yang menghidupkan hati kaum 'arif
dan memberi kehidupan baru kepada ruh yang jernih.
Dalam hadis itu pula ,
air diumpamakan , bahkan ditakwilkan , sebagai rahmat Allah.
Diantara rahasia perumpamaan dan penakwilan tersebut,
adalah air merupakan salah satu fenomena rahmat Allah yang besar,
yang diturunkan pada alam bendawi
dan dijadikan penyebab kehidupan makhuk.
Bahkan,
para ahli ma'rifat menamakan air dengan Rahmat Tuhan yang luas,
yang turun dari langit yang tinggi derajatnya,
lalu menghidupkan tanah-tanah ta'ayunnat (kepentingan)
makhluk hidup yang tampak.
Karena Rahmat Tuhan yang luas tersebut
tampak pada air lahiriah
melebihi wujud -wujud duniawi lainnya,
maka Allah menjadikannya
sebagai pembersih kotoran-kotoran lahiriah.
Demikian pula air Rahmat Allah ,
jika turun dan tampak pada setiap tingkatan wujud ,
masyhad ghaib dan syuhud ,
maka ia akan menyucikan dosa-dosa hamba Allah
sesuai dengan tingkatan wujud dan alamnya.
Air rahmat yang turun dari langit Ahadiyyah (Kemahatunggalan Allah)
menyucikan dosa-dosa kegelapan ta'ayyunat makhluk yang tampak.
Sedangkan air rahmat yang luas ,
yang turun dari langit Wahidiyyah (Kemahaesaan Allah)
menyucikan dosa-dosa ketiadaan esensi pada tingkatan wujud.
Demikian pula dalam tingkatan-tingkatan alam insaniah,
air rahmat mempunyai beragam jelmaan.
Misalnya ,
dengan air yang turun dari Hadhrat Dzat
dalam bentuk al-Jami'iyyah al-Barzakhiyyah,
maka dosa-dosa rahasia wujud terhapus.
"Wujudmu adalah dosa yang tak tertandingi oleh dosa manapun."
Dengan air yang turun dari Hadhrat Asma' , sifat, dan tajalli al-fi'li,
maka menjadi bersihlah pandangan sifat dan fi'li.
Dengan air yang turun dari langit
Hadhrat al-Hukm al-Adl (hakim yang adil),
maka bersihlah kotoran-kotoran akhlak batiniah.
Dengan air yang turun dari langit Ghaffariyyah ,
maka seluruh dosa hamba terhapus,
dan dengan air yang turun dari langit Malakutiah,
maka kotoran -kotoran lahir akan hilang .
Dengan demikian dapat dipahami,
bahwa Allah Ta'ala menciptakan air sebagai kunci taqarrub
dan petunjuk ke arah hamparan rahmat-Nya.
Kemudian, dalam hadis tersebut,
beliau menegaskan tugas dan jalan lainnya
yang harus ditempuh para ahli suluk.
Beliau bersabda ,
"Renungkanlah kejernihan, kesucian, dan kelembutan air
yang dapat dicampur dengan segala sesuatu .
Dan gunakanlah air tersebut untuk menyucikan seluruh anggota tubuh
yang Allah perintahkan,serta lakukan adab-adab nya yang wajib dan sunat.
Karena dalam setiap satu darinya terkandung manfaat yang banyak.
Jika semua itu engkau lakukan dengan baik,
maka akan terpancar dengan segera , banyak mata-air hikmah."
Dalam hadis di atas,
beliau mengisyaratkan empat peringkat pemyucian secara umum,
yang salah satu darinya telah kami sebutkan terdahulu,
yaitu menyucikan anggota badan.
Beliau mengisyaratkan pula , bahwa para ahli suluk
hendaknya tidak berhenti pada sesuatu hal dari sisi lahiriahnya saja,
tetapi harus menjadikan sisi lahiriah sebagai cermin bagi batinnya
serta (dilanjutkan) dengan mengungkap hakikat bentuk lahir tersebut .
Mereka hendaknya tidak merasa puas hati dengan penyucian lahir saja,
karena berpuas hati dengannya merupakan jebakan setan.
Mereka (hendaknya) segera beralih,
dari kejernihan air kepada penyucian anggota tubuh
dengan melakukan kewajiban-kewajiban suat-sunat,
mengeluarkan seluruh anggota badan dari kekerasan kemaksiatan,
serta mengalirkan kesucian dan berkah ke seluruh anggota badan.
Mereka (hendaknya) memahami kelembutan persenyawaan air
dengan segala sesuatu , sebagai suatu persenyawaan
kekuatan Malakuti Ilahiah di alam bendawi.
Mereka (hendaknya) tidak membiarkan kotoran-kotoran bendawi
mempengaruhi anggota-anggota badan.
Setelah anggota-anggota badan menyandang
sunat-sunat , kewajiban-kewajiban , dan adab-adab.,
maka akan tampak hikmah-hikmah batiniah secara bertahap ,
akan terpancar mata air-air rahasia Tuhan
dan akan tersingkap pula bagi mereka
rahasia ibadah dan penyucian.
Setelah menerangkan
peringkat pertama penyucian dan cara memperolehnya
beliau mulai menerangkan tugas berikutnya bagi seorang pesuluk
dengan sabdanya,
"Kemudian ,
bergaullah engkau dengan makhluk-makhluk Allah,
sebagaimana persenyawaan air dengan sesuatu.
Dia memberikan kepada segala sesuatu haknya tanpa mengubah
(atau mengurai) dirinya.."
Sabdanya pula,
"Perumpamaan seorang mu'min yang tulus (dalam keimanannya) ,
bagaikan air."
Dalam pembahasan pertama ,
beliau menjelaskan sesuatu yang berkaitan dengan
hubungan seorang pesuluk dengan kekuatan batin dan anggota badannya,
dan dalam pembahasan kedua , beliau menjelaskan
tatacara pergaulan manusia dengan makhluk-makhluk Allah lainnya.
Penjelasan ini merupakan suatu formula ,
tentang bagaimana (seharusnya) seorang pesuluk bergaul
dengan makhluk Allah lainnya.
Dari uraian di atas ,
dapat dipahami mengenai hakikat ber-khalwat dengan Allah,
yaitu seorang pesuluk kepada Allah di saat bergaul
bersama semua kalangan manusia dengan baik,
mengembalikan hak-hak mereka ,
serta bergaul dengan tiap orang sesuai dengan keadaannya.
Pada saat yang sama,
dia tidak melampaui hak-hak Allah
dan tidak meninggalkan makna dirinya,
yaitu beribadah dan 'ubudiyyah kepada Allah
dengan penuh konsentrasi.
Dengan kata lain,
ketika berada di alam jamak (kastrah) ,
dia tetap ber-khalwat dan hatinya menjadi tempat Kekasih
yang kosong dari selain-Nya dan simbol-simbol (thahur)."
Maksudnya ,
hendaknya seorang pesuluk (menjadikan dirinya) bersih murni
dari pengaruh bendawi.
Kekeruhan dan kegelapan jangan sampai mendapatkan kesempatan
masuk ke dalam hatinya, sehingga semua ibadahnya terbebas
dari segala ke-syirikannya lahir dan batin.
Sebagaimana air ketika turun dari langit suci dan menyucikan,
serta tidak tersentuh kotoran-kotoran,
demikian hati seorang pesuluk yang turun darilangit alam malakut
dalam keadaan suci .
Ia tidak membiarkan hatinya
jatuh di bawah pengaruh setan dan bendawi,
dan tercemari berbagai macam kotoran.
Kemudian belias as, menerangkan masalah terakhir,
yaitu tugas menyeluruh bagi ahli riyadhah dan suluk.
Sabda beliau,
"Dan bersihkanlah hatimu dengan ketaqwaan dan keyakinan,
ketika engkau menyucikan anggota badanmu."
Dalam ucapan ini mengandung isyarat
kepada dua maqam tinggi para ahli ma'rifat.
Pertama, Taqwa,
yang puncaknya meninggalkan selain al-Haqq, dan
Kedua, Keyakinan,
yang puncaknya menyaksikan kehadiran Kekasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar