Senin, 23 Mei 2016

Realitas Bay'at

Realitas Bay'at
Shuhba Mawlana Syekh Hisyam Kabbani QS
Jakarta, 7 Juli 2003

A`ûdzu billâhi min asy-syaythân ir-rajîm Bismillâh ir-rahmân ir-rahîm
Nawaytul arbâ`în, nawaytul `itikâf, nawaytul khalwat, nawaytul
riyâdha, nawaytus sulûk, nawaytul `uzla fî hâdza al-masjid.

“`Ati-Allâha wa ati`ur-Rasûla wa ulil-amri minkum” 

“Hai orang-orang yang beriman! Taati Allâh SWT, dan taati Rasul, 
dan mereka yang diberi kewenangan di antara kamu.”
[ QS 4:59]


Dan taat kepada Nabi Muhammad SAW berarti taat kepada Allâh SWT. 
Allâh SWT berfirman, “Man yut`i ar-rasûl faqad ata` Allâh.” 
“Dia yang taat kepada Rasul, berarti taat kepada Allâh SWT” [QS 4:80]. 
“Ay wada` ar-rasûl mumathilan `anhu. yumathil rabbil `alamîn.” 

Dia berfirman,
 “Barangsiapa taat kepada Nabi SAW, sungguh taat kepada Allâh SAW.” 
Itu artinya Allâh SWT meletakkan Nabi SAW mewakili Diri-Nya di Tempat-Nya. 
Itu berarti bahwa tiada jalan untuk mendapat ketaatan kepada Allâh SWT 
tanpa ketaatan kepada Nabi SAW. 
 Itu artinya bahwa tiada pintu kepada Allâh SWT tanpa pintu kepada Nabi SAW. 
Itu artinya tiada jalan untuk memasuki Surga tanpa Nabi SAW. 
Itu artinya bahwa tiada jalan menjadi Muslim 
tanpa mengatakan ‘Muhammadur-Rasûlullâh.’ 
Meskipun sekiranya kalian mengatakan ‘lâ ilâha ill-Allâh’ jutaan kali, 
tiada jalan menjadi Muslim tanpa menyebut ‘Muhammadur- Rasûlullâh.’

Maka Kebesaran apakah yang Dia berikan kepada Nabi Muhammad SAW?

Busana apa yang Dia pakaikan kepada Nabi SAW dari asma ‘ul-husna Allâh SWT, 
tak seorang pun yang tahu. 
Jika seorang raja memiliki seorang putra, yang juga seorang putra mahkota, 
apa yang ia perbuat untuk anaknya itu? 
Jika sang raja mau pergi ke tempat lain, 
anaknya itu yang mewakilinya (menjalankan tugas sehari-hari?). 
Dan sang raja tidak akan bahagia jika anaknya hanya berpakaian yang biasa-biasa saja, tetapi ia akan mendadaninya dengan busana yang dihiasi dengan tanda-tanda kebesaran dan dengan berbagai medali di dadanya untuk membuatnya nampak sangat berbeda (anggun). Sehingga ketika Sang Putra Mahkota menampakkan dirinya (ke publik), 
wow semua orang merasakan hormat dan kemuliaan kepada Sang Putra Mahkota.

Ini adalah (apa yang dilakukan) raja bagi anaknya, seorang manusia. 
Apapun yang diberikan raja kepada anaknya, suatu hari akan habis. 
Apakah ayahnya itu akan meninggal atau anaknya yang mungkin meninggal 
dan semua itu menjadi hilang. 

Tetapi apa yang Allâh SWT al-Hayyu, 
berikan kepada Nabi SAW tidak akan mati. 
Apa yang Allâh SWT berikan kepada Sayyidina Muhammad SAW 
adalah tetap hidup (abadi). Dia berfirman, 

“Inna alladzîna yubây`ûnaka innamâ yuba`yûnallâh–
-“Sesungguhnya mereka yang ber-bay’at kepadamu (Muhammad SAW), 
ber-bay’at kepada Allâh SWT. ‘Tangan’ Allâh SWT berada di atas tangan mereka.” 
[QS 48:10].

Qâla man yubâ'yaaka Yâ Muhammad, faqad bayâ`nî. 
Dia berfirman, 
“Barangsiapa memberimu ber-bay’at ya Muhammad SAW, 
(berarti) membuat ber-bay’at kepada-Ku.” 

Itu artinya ketika para Sahabat membuat bay’at kepada Nabi Muhammad SAW, 
berarti Nabi SAW hilang ke dalam Hadirat Ilahi. 
Hanya Allâh SWT yang berada di situ.
Indamâ qâla inna alladzîna yubâ`ûnaka.
 [Ketika Dia berfirman,
“Barangsiapa memberimu bay`at…”]
 Dia membuat sebuah konfirmasi tentang sesuatu. 
Itu adalah sebuah konfirmasi yang berarti itu harus ditunjukkan kepada orang itu. 
Jika mereka membuat suatu konfirmasi, 
mereka harus menunjukkan suatu bukti nyata (jelas, lengkap), 
 seperti ketika mereka membuat percobaan di laboratorium sains. 
Mereka harus membuat bukti lengkap apa yang telah dilakukan Allâh SWT.

Fa Hûwa yaqûl, inna alladzîna yubâ`ûnaka...
 melihat dengan bukti, bukan hanya dari kata-kata, 
tetapi dengan melihat haqîqat, kebenaran. 

Mereka yang memberimu bay’at, 
mereka memberikannya kepada Allâh SWT.
 Itu artinya pada saat itu, 
ketika para Sahabat meletakkan tangan mereka bersama Nabi SAW, 
mereka berada dalam Hadirat Ilahi, 
beliau membawa mereka kepada Hadirat Ilahi, al-hadharat al-ilahiyya. 

Mereka berada di sana. 
Para Sahabat tidak lagi melihat apa-apa, 
tetapi mereka berada dalam al-hadharat al-ilahiyya, 
mereka berada dalam hadirat Ilahi Allâh SWT. 

Di dunia, jika kalian berada di hadapan seorang raja, 
kalian tidak lagi melihat diri kalian. 
Wow, kalian bilang, ini adalah raja.

Di Indonesia, ada seorang raja pada suatu waktu. 
Dua ratus juta manusia di bawah raja itu. 
Apalah artinya kalian ini jika dibandingkan dengan 200 juta itu? 
Bukan apa-apa. 
Lalu apa yang kalian pikir ketika kalian berada 
di dalam Hadirat Raja Di Raja yang Hidup Abadi, 
yang menciptakan para raja? 

Dia yang menciptakan mereka dan membuat mereka memerlukan makan dan minum. 
Itu artinya mereka juga memerlukan pergi ke kamar kecil. 
Dengan itu semua Dia membuat para Sahabat sampai di Hadirat Ilahi. 
Ketika mereka sampai di sana, 
mereka langsung mencapai maqam al-fana'. 

Fanâ'un fillâh fana'un fir-rasûl, shalla-Allâhu alayhi wa sallam. 

Mereka tidak lagi melihat diri mereka, 
mereka hanya melihat Allâh SWT melalui mata Nabi SAW. 

Itulah mengapa ketaatan mereka kepada Nabi SAW adalah 100%. 
Mereka patuh kepada Nabi SAW 100%. 
Ketika mereka meletakkan tangan mereka dengan Nabi SAW untuk bay’at, 
segera setelah tangan mereka menyentuh tubuh sucinya, 
para Sahabat (serta-merta) berada di Hadirat Ilahi. 
Untuk alasan ini, 
bila kita memberi bay’at kepada seorang wali, 
serta-merta ketika kita menyentuh tangannya, 
ia meletakkan kita di Hadirat Nabi SAW.

Itulah sebabnya ketika kita memberi bay’at, 
kita mengatakan ‘Allâhu Allâhu Allâhu Haqq.’ 
wali itu meletakkan kalian di hadirat Nabi SAW dan 
Nabi SAW meletakkan kalian di Hadirat Allâh SWT, 
meletakkan kalian di Hadirat Ilahi untuk membakar habis kalian, 
untuk membakar habis ego kalian, 
sehingga kalian tidak lagi memiliki keinginan 
kecuali yang diinginkan Allâh SWT atas diri kalian.

Ketika kita membaca Sûrat al-Ikhlâsh, kita mengatakan ‘qul Hû Allâhu âhad.’
 [katakan:] qul ya Muhammad. 

Hû al-ghayb ul-mutlaq alladzii lâ yurâ. Hû. 

Katakan Hû yang tak dapat dilihat, 
Dia yang tak dapat dikenali, 
Dia yang tak dapat dimengerti, 
Dialah Allâh SWT. 
Dia yang tak dapat dimengerti, 
Dia yang tak dapat dilkenali, 
Dia yang tak dapat dilihat. 
Yang Satu itu adalah Allâh SWT.
 Jadi 
ketika kita mengatakan ‘Allâh Hû’, 
kita menyebutkannya dengan cara yang bertentangan (berlawanan) 
ketika kita menyebutkannya dalam Surat al-Ikhlâsh (kita mengatakan Hû Allâh). 

Yang Satu, 
yang tak dapat dilihat adalah Allâh SWT. 
Kita tahu Allâh SWT tetapi kita tidak tahu Hû. 
Allâh SWT tahu tentang Hû. 
Itulah sebabnya Dia meletakkan Hû di awal (dalam Surat al-Ikhlash). 
Dia meletakkan Hû di depan kata Allâh. 

Hû mewakili Dzâtullâh,
 Sang Inti. 
 Allâh mewakili asma. 

Di situ ada Sang Pencipta yang tidak diketahui oleh siapapun, 
satu yang disebut oleh Allâh SWT sebagai Hû. 
Ketika kita melakukan bay’at, 
(kepada) Satu yang kita tahu dengan nama Allâh SWT adalah Hû. 
Begitulah kiranya mereka menelusuri jejak kembali, 
mereka membawa kita kembali, 
awliyâ-ullâh kepada Hadirat Ilahi, Hû.
Jadi 
ketika kita mengatakan Allâh Hû 
mereka membawa kita kepada Hadirat Ilahi. 
Dan ketika kalian mengatakan Haqq, 
itu artinya kalian mengkonfirmasi bahwa 
sesungguhnya roh kalian dapat melihat, 
namun diri kalian tidak dapat melihatnya. 
Dan apa yang kalian lihat hanyalah Busana (attribut, sifat-sifat) Allâh SWT, 
Dia mendadani kalian, 
tanpa mengetahui Sang Inti, 
tidak satu pun dapat mengetahui Sang Pencipta.

Dan itu semua dilakukan, 
melalui Inna alladzîna yubây`ûnaka innamâ yuba`yûnallâh. 
Janganlah berpikir ada jalan untuk mencapai Allâh SWT 
tanpa melalui Nabi SAW. 
Dia adalah khalifatullâh fil ardh. 
Bukan hanya di dunia ini saja, tetapi di seluruh penjuru alam semesta ini. 
Apapun yang diciptakan Allâh SWT, Muhammadur Rasûlullâh adalah khalifah. 
Dia adalah wakil Allâh SWT untuk semua makhluk. 
Itulah mengapa beliau mengatakan,
 “Âdam wa man dûnahu taht liwayî yawma al-qiyâm” – 
“mereka berada di bawah panji-panjiku, 
mereka harus mendatangiku untuk membawa mereka ke Surga.” 
Beliau mengatakan, 
Anâ sayyida waladzi âdama wa lâ fakhr.—
“Aku adalah majikan bani Adam AS dan aku tidaklah berbangga.” 
Apa pula ini, 
“Anâ sayyida waladzi âdama?” 
Dan Allâh SWT berfirman, 
Wa laqad karamnâ banî âdam. – 
“Kami telah memuliakan bani Adam AS” [QS 17:70].

Dan Allâh SWT berfirman, 
Alam taraw ann Allâha sakhara lakum mâ fis-samâwâti wa mâ fil-ardh.—
“Tidakkah engkau lihat bahwa Allâh SWT telah menaklukkan kepadamu 
segala sesuatu di langit dan di bumi …?” [QS 31:20]. 
Itu berarti bagi bani Adam AS, 
segala sesuatu di langit dan di bumi adalah di bawah mereka. 
Maka itu berarti, 
karena Nabi SAW adalah majikan bani Adam AS, 
dan semua berada di bawah mereka ini (bani Adam AS), 
maka itu berarti bahwa tidak ada satu pun dapat berada di atas Nabi SAW.

Ada malaikat yang berada di bawah perintah Nabi SAW. 
Ketika kalian mengambil bay’at dari seorang mursyid, 
mursyid yang haqîqî, 
mursyid sungguhan, 
para malaikat tadi menjadi saksi dan mereka membuat awrâd (dzikir) 
untuk kepentingan kalian sampai dengan Hari Pengadilan.
 Ketika kalian memutuskan untuk mengambil bay`at dari mursyid sejati itu, 
dan tidak dari seorang yang pura-pura menjadi mursyid 
dan bukan pula seorang yang dianggap orang sebagai mursyid. 

Mursyid sejati ini jarang, 
di dunia ini hanya terdapat 124.000 awliyâ-ullâh, hanya itu saja. 
Jika kalian menemui seorang mursyid haqiqi, 
ketika kalian memutuskan untuk mengambil bay`at darinya, 
pada saat itu,
 para malaikat (sejumlah yang bilangannya tidak dapat kalian bayangkan) itu 
dianugerahkan kepada kalian untuk melayani kalian. 
Bagaimana caranya melayani kalian? 
Apakah kalian berpikir ketika kalian menerima bay`at, 
kalian datang 
dengan baju kotor seperti itu dan tubuh kotor dan hati kotor, 
dalam hadirat Nabi SAW?

Jika kalian hendak menemui seseorang, 
kalian akan mandi sehingga tidak bau. 
Apakah kalian berpikir 
ketika orang-orang berdatangan dengan berlari untuk mengambil bay`at, 
dengan tubuh yang tidak dibersihkan dan baju kotor adalah cara yang benar 
untuk mengambil bay`at? 
Tidak. Haa! 
Segera setelah kalian mengucapkan, 
“Aku mau di-bay`at” bahkan dalam baju kotor dan hati kotor, 
segera setelah kalian datang ke situ, 
para malaikat itu, dengan sentuhan mereka, 
mereka menyiram kalian dengan busana dan dandanan cantik ini; 
dan pada saat itu kalian kelihatan seperti seorang yang lain, 
seperti manusia berpenampilan malaikat yang memakai baju surgawi; 
duduk bersama mursyid itu. 

Mursyid itu juga merubah penampilannya, kepada gambaran spiritualnya, 
sebagaimana ia terlihat di hadapan para awliyâ dan Nabi SAW, 
dan membawa kalian bersama segenap para malaikat tadi 
dalam busana yang telah mereka berikan kepada kalian, 
sebagaimana dikatakan dalam hadis, 
“mâ jalasa qawman yadhkurûnallâh illa hafathum al-mala'ika 
wa gashîyahum ar-rahmat wa dzakarahumullâha fî man `indah.”—

“Tiada akan sekelompok orang yang duduk, 
yang mengingat dan menyebut Allâh SWT, 
 kecuali para malaikat akan mengelilingi mereka, 
dan mereka akan diselimuti rahmat 
dan Allâh SWT akan mengingat mereka
 di antara mereka yang berada dalam Hadirat-Nya.”

Bay`at seperti itu merubah kalian. 
Sehingga kalian menjadi seorang manusia 
tetapi memiliki kuasa malaikat surgawi-–
jadi ketika kalian berbaju kuasa malaikat ini, 
ketika kalian memasuki Hadirat Ilahi kalian tidak pingsan, 
kalian tidak menghilang. 
Karena kalian menjadi sebuah cahaya, 
 dan sebuah sumber cahaya.

Apa yang berada dalam hati awliyâ, 
kami tidak dapat mengatakan semuanya. 
Mereka tidak mengizinkan kami mengatakan semuanya, 
 bila tidak kalian akan tenggelam. 
Namun ada sebuah berita gembira bagi kita semua, bahwa 
dengan berkah guru mursyid kita Syekh Muhammad Nazim al-Haqqani QS, 
kita berada dalam kategori (golongan) itu.

Keterangan foto :
Habib Ali Al jufri mengambil bay'at kepada Maulana Syaikh Nazim qs.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar