Realitas Bay'at
Shuhba Mawlana Syekh Hisyam Kabbani QS
Jakarta, 7 Juli 2003
A`ûdzu billâhi min asy-syaythân ir-rajîm Bismillâh ir-rahmân ir-rahîm
Nawaytul arbâ`în, nawaytul `itikâf, nawaytul khalwat, nawaytul
riyâdha, nawaytus sulûk, nawaytul `uzla fî hâdza al-masjid.
“`Ati-Allâha wa ati`ur-Rasûla wa ulil-amri minkum”
“Hai orang-orang
yang beriman! Taati Allâh SWT, dan taati Rasul,
dan mereka yang diberi
kewenangan di antara kamu.”
[ QS 4:59]
Dan taat kepada Nabi
Muhammad SAW berarti taat kepada Allâh SWT.
Allâh SWT berfirman, “Man
yut`i ar-rasûl faqad ata` Allâh.”
“Dia yang taat kepada Rasul, berarti
taat kepada Allâh SWT” [QS 4:80].
“Ay wada` ar-rasûl mumathilan `anhu.
yumathil rabbil `alamîn.”
Dia berfirman,
“Barangsiapa taat kepada Nabi
SAW, sungguh taat kepada Allâh SAW.”
Itu artinya Allâh SWT meletakkan
Nabi SAW mewakili Diri-Nya di Tempat-Nya.
Itu berarti bahwa tiada jalan
untuk mendapat ketaatan kepada Allâh SWT
tanpa ketaatan kepada Nabi SAW.
Itu artinya bahwa tiada pintu kepada Allâh SWT tanpa pintu kepada Nabi
SAW.
Itu artinya tiada jalan untuk memasuki Surga tanpa Nabi SAW.
Itu
artinya bahwa tiada jalan menjadi Muslim
tanpa mengatakan
‘Muhammadur-Rasûlullâh.’
Meskipun sekiranya kalian mengatakan ‘lâ ilâha
ill-Allâh’ jutaan kali,
tiada jalan menjadi Muslim tanpa menyebut
‘Muhammadur- Rasûlullâh.’
Maka Kebesaran apakah yang Dia berikan kepada Nabi Muhammad SAW?
Busana apa yang Dia pakaikan kepada Nabi SAW dari asma ‘ul-husna Allâh
SWT,
tak seorang pun yang tahu.
Jika seorang raja memiliki seorang
putra, yang juga seorang putra mahkota,
apa yang ia perbuat untuk
anaknya itu?
Jika sang raja mau pergi ke tempat lain,
anaknya itu yang
mewakilinya (menjalankan tugas sehari-hari?).
Dan sang raja tidak akan
bahagia jika anaknya hanya berpakaian yang biasa-biasa saja, tetapi ia
akan mendadaninya dengan busana yang dihiasi dengan tanda-tanda
kebesaran dan dengan berbagai medali di dadanya untuk membuatnya nampak
sangat berbeda (anggun). Sehingga ketika Sang Putra Mahkota menampakkan
dirinya (ke publik),
wow semua orang merasakan hormat dan kemuliaan
kepada Sang Putra Mahkota.
Ini adalah (apa yang dilakukan) raja
bagi anaknya, seorang manusia.
Apapun yang diberikan raja kepada
anaknya, suatu hari akan habis.
Apakah ayahnya itu akan meninggal atau
anaknya yang mungkin meninggal
dan semua itu menjadi hilang.
Tetapi apa
yang Allâh SWT al-Hayyu,
berikan kepada Nabi SAW tidak akan mati.
Apa
yang Allâh SWT berikan kepada Sayyidina Muhammad SAW
adalah tetap hidup
(abadi). Dia berfirman,
“Inna alladzîna yubây`ûnaka innamâ
yuba`yûnallâh–
-“Sesungguhnya mereka yang ber-bay’at kepadamu (Muhammad
SAW),
ber-bay’at kepada Allâh SWT. ‘Tangan’ Allâh SWT berada di atas
tangan mereka.”
[QS 48:10].
Qâla man yubâ'yaaka Yâ Muhammad,
faqad bayâ`nî.
Dia berfirman,
“Barangsiapa memberimu ber-bay’at ya
Muhammad SAW,
(berarti) membuat ber-bay’at kepada-Ku.”
Itu artinya
ketika para Sahabat membuat bay’at kepada Nabi Muhammad SAW,
berarti
Nabi SAW hilang ke dalam Hadirat Ilahi.
Hanya Allâh SWT yang berada di
situ.
Indamâ qâla inna alladzîna yubâ`ûnaka.
[Ketika Dia
berfirman,
“Barangsiapa memberimu bay`at…”]
Dia membuat sebuah
konfirmasi tentang sesuatu.
Itu adalah sebuah konfirmasi yang berarti
itu harus ditunjukkan kepada orang itu.
Jika mereka membuat suatu
konfirmasi,
mereka harus menunjukkan suatu bukti nyata (jelas, lengkap),
seperti ketika mereka membuat percobaan di laboratorium sains.
Mereka
harus membuat bukti lengkap apa yang telah dilakukan Allâh SWT.
Fa Hûwa yaqûl, inna alladzîna yubâ`ûnaka...
melihat dengan bukti, bukan
hanya dari kata-kata,
tetapi dengan melihat haqîqat, kebenaran.
Mereka
yang memberimu bay’at,
mereka memberikannya kepada Allâh SWT.
Itu
artinya pada saat itu,
ketika para Sahabat meletakkan tangan mereka
bersama Nabi SAW,
mereka berada dalam Hadirat Ilahi,
beliau membawa
mereka kepada Hadirat Ilahi, al-hadharat al-ilahiyya.
Mereka berada di
sana.
Para Sahabat tidak lagi melihat apa-apa,
tetapi mereka berada
dalam al-hadharat al-ilahiyya,
mereka berada dalam hadirat Ilahi Allâh
SWT.
Di dunia, jika kalian berada di hadapan seorang raja,
kalian tidak
lagi melihat diri kalian.
Wow, kalian bilang, ini adalah raja.
Di
Indonesia, ada seorang raja pada suatu waktu.
Dua ratus juta manusia di
bawah raja itu.
Apalah artinya kalian ini jika dibandingkan dengan 200
juta itu?
Bukan apa-apa.
Lalu apa yang kalian pikir ketika kalian berada
di dalam Hadirat Raja Di Raja yang Hidup Abadi,
yang menciptakan para
raja?
Dia yang menciptakan mereka dan membuat mereka memerlukan
makan dan minum.
Itu artinya mereka juga memerlukan pergi ke kamar
kecil.
Dengan itu semua Dia membuat para Sahabat sampai di Hadirat
Ilahi.
Ketika mereka sampai di sana,
mereka langsung mencapai maqam
al-fana'.
Fanâ'un fillâh fana'un fir-rasûl, shalla-Allâhu alayhi wa
sallam.
Mereka tidak lagi melihat diri mereka,
mereka hanya melihat
Allâh SWT melalui mata Nabi SAW.
Itulah mengapa ketaatan mereka kepada
Nabi SAW adalah 100%.
Mereka patuh kepada Nabi SAW 100%.
Ketika mereka
meletakkan tangan mereka dengan Nabi SAW untuk bay’at,
segera setelah
tangan mereka menyentuh tubuh sucinya,
para Sahabat (serta-merta) berada
di Hadirat Ilahi.
Untuk alasan ini,
bila kita memberi bay’at kepada
seorang wali,
serta-merta ketika kita menyentuh tangannya,
ia meletakkan
kita di Hadirat Nabi SAW.
Itulah sebabnya ketika kita memberi
bay’at,
kita mengatakan ‘Allâhu Allâhu Allâhu Haqq.’
wali itu meletakkan
kalian di hadirat Nabi SAW dan
Nabi SAW meletakkan kalian di Hadirat
Allâh SWT,
meletakkan kalian di Hadirat Ilahi untuk membakar habis
kalian,
untuk membakar habis ego kalian,
sehingga kalian tidak lagi
memiliki keinginan
kecuali yang diinginkan Allâh SWT atas diri kalian.
Ketika kita membaca Sûrat al-Ikhlâsh, kita mengatakan ‘qul Hû Allâhu
âhad.’
[katakan:] qul ya Muhammad.
Hû al-ghayb ul-mutlaq alladzii lâ
yurâ. Hû.
Katakan Hû yang tak dapat dilihat,
Dia yang tak dapat
dikenali,
Dia yang tak dapat dimengerti,
Dialah Allâh SWT.
Dia yang tak
dapat dimengerti,
Dia yang tak dapat dilkenali,
Dia yang tak dapat
dilihat.
Yang Satu itu adalah Allâh SWT.
Jadi
ketika kita
mengatakan ‘Allâh Hû’,
kita menyebutkannya dengan cara yang bertentangan
(berlawanan)
ketika kita menyebutkannya dalam Surat al-Ikhlâsh (kita
mengatakan Hû Allâh).
Yang Satu,
yang tak dapat dilihat adalah Allâh
SWT.
Kita tahu Allâh SWT tetapi kita tidak tahu Hû.
Allâh SWT tahu
tentang Hû.
Itulah sebabnya Dia meletakkan Hû di awal (dalam Surat
al-Ikhlash).
Dia meletakkan Hû di depan kata Allâh.
Hû mewakili
Dzâtullâh,
Sang Inti.
Allâh mewakili asma.
Di situ ada Sang Pencipta
yang tidak diketahui oleh siapapun,
satu yang disebut oleh Allâh SWT
sebagai Hû.
Ketika kita melakukan bay’at,
(kepada) Satu yang kita tahu
dengan nama Allâh SWT adalah Hû.
Begitulah kiranya mereka menelusuri
jejak kembali,
mereka membawa kita kembali,
awliyâ-ullâh kepada Hadirat
Ilahi, Hû.
Jadi
ketika kita mengatakan Allâh Hû
mereka membawa
kita kepada Hadirat Ilahi.
Dan ketika kalian mengatakan Haqq,
itu
artinya kalian mengkonfirmasi bahwa
sesungguhnya roh kalian dapat
melihat,
namun diri kalian tidak dapat melihatnya.
Dan apa yang kalian
lihat hanyalah Busana (attribut, sifat-sifat) Allâh SWT,
Dia mendadani
kalian,
tanpa mengetahui Sang Inti,
tidak satu pun dapat mengetahui Sang
Pencipta.
Dan itu semua dilakukan,
melalui Inna alladzîna
yubây`ûnaka innamâ yuba`yûnallâh.
Janganlah berpikir ada jalan untuk
mencapai Allâh SWT
tanpa melalui Nabi SAW.
Dia adalah khalifatullâh fil
ardh.
Bukan hanya di dunia ini saja, tetapi di seluruh penjuru alam
semesta ini.
Apapun yang diciptakan Allâh SWT, Muhammadur Rasûlullâh
adalah khalifah.
Dia adalah wakil Allâh SWT untuk semua makhluk.
Itulah
mengapa beliau mengatakan,
“Âdam wa man dûnahu taht liwayî yawma
al-qiyâm” –
“mereka berada di bawah panji-panjiku,
mereka harus
mendatangiku untuk membawa mereka ke Surga.”
Beliau mengatakan,
Anâ
sayyida waladzi âdama wa lâ fakhr.—
“Aku adalah majikan bani Adam AS dan
aku tidaklah berbangga.”
Apa pula ini,
“Anâ sayyida waladzi âdama?”
Dan
Allâh SWT berfirman,
Wa laqad karamnâ banî âdam. –
“Kami telah
memuliakan bani Adam AS” [QS 17:70].
Dan Allâh SWT berfirman,
Alam taraw ann Allâha sakhara lakum mâ fis-samâwâti wa mâ
fil-ardh.—
“Tidakkah engkau lihat bahwa Allâh SWT telah menaklukkan
kepadamu
segala sesuatu di langit dan di bumi …?” [QS 31:20].
Itu
berarti bagi bani Adam AS,
segala sesuatu di langit dan di bumi adalah
di bawah mereka.
Maka itu berarti,
karena Nabi SAW adalah majikan bani
Adam AS,
dan semua berada di bawah mereka ini (bani Adam AS),
maka itu
berarti bahwa tidak ada satu pun dapat berada di atas Nabi SAW.
Ada malaikat yang berada di bawah perintah Nabi SAW.
Ketika kalian
mengambil bay’at dari seorang mursyid,
mursyid yang haqîqî,
mursyid
sungguhan,
para malaikat tadi menjadi saksi dan mereka membuat awrâd
(dzikir)
untuk kepentingan kalian sampai dengan Hari Pengadilan.
Ketika
kalian memutuskan untuk mengambil bay`at dari mursyid sejati itu,
dan
tidak dari seorang yang pura-pura menjadi mursyid
dan bukan pula seorang
yang dianggap orang sebagai mursyid.
Mursyid sejati ini jarang,
di
dunia ini hanya terdapat 124.000 awliyâ-ullâh, hanya itu saja.
Jika
kalian menemui seorang mursyid haqiqi,
ketika kalian memutuskan untuk
mengambil bay`at darinya,
pada saat itu,
para malaikat (sejumlah yang
bilangannya tidak dapat kalian bayangkan) itu
dianugerahkan kepada
kalian untuk melayani kalian.
Bagaimana caranya melayani kalian?
Apakah
kalian berpikir ketika kalian menerima bay`at,
kalian datang
dengan baju
kotor seperti itu dan tubuh kotor dan hati kotor,
dalam hadirat Nabi
SAW?
Jika kalian hendak menemui seseorang,
kalian akan mandi
sehingga tidak bau.
Apakah kalian berpikir
ketika orang-orang
berdatangan dengan berlari untuk mengambil bay`at,
dengan tubuh yang
tidak dibersihkan dan baju kotor adalah cara yang benar
untuk mengambil
bay`at?
Tidak. Haa!
Segera setelah kalian mengucapkan,
“Aku mau
di-bay`at” bahkan dalam baju kotor dan hati kotor,
segera setelah kalian
datang ke situ,
para malaikat itu, dengan sentuhan mereka,
mereka
menyiram kalian dengan busana dan dandanan cantik ini;
dan pada saat itu
kalian kelihatan seperti seorang yang lain,
seperti manusia
berpenampilan malaikat yang memakai baju surgawi;
duduk bersama mursyid
itu.
Mursyid itu juga merubah penampilannya, kepada gambaran
spiritualnya,
sebagaimana ia terlihat di hadapan para awliyâ dan Nabi
SAW,
dan membawa kalian bersama segenap para malaikat tadi
dalam busana
yang telah mereka berikan kepada kalian,
sebagaimana dikatakan dalam
hadis,
“mâ jalasa qawman yadhkurûnallâh illa hafathum al-mala'ika
wa
gashîyahum ar-rahmat wa dzakarahumullâha fî man `indah.”—
“Tiada akan
sekelompok orang yang duduk,
yang mengingat dan menyebut Allâh SWT,
kecuali para malaikat akan mengelilingi mereka,
dan mereka akan
diselimuti rahmat
dan Allâh SWT akan mengingat mereka
di antara mereka
yang berada dalam Hadirat-Nya.”
Bay`at seperti itu merubah
kalian.
Sehingga kalian menjadi seorang manusia
tetapi memiliki kuasa
malaikat surgawi-–
jadi ketika kalian berbaju kuasa malaikat ini,
ketika
kalian memasuki Hadirat Ilahi kalian tidak pingsan,
kalian tidak
menghilang.
Karena kalian menjadi sebuah cahaya,
dan sebuah sumber
cahaya.
Apa yang berada dalam hati awliyâ,
kami tidak dapat
mengatakan semuanya.
Mereka tidak mengizinkan kami mengatakan semuanya,
bila tidak kalian akan tenggelam.
Namun ada sebuah berita gembira bagi
kita semua, bahwa
dengan berkah guru mursyid kita Syekh Muhammad Nazim
al-Haqqani QS,
kita berada dalam kategori (golongan) itu.
Keterangan foto :
Habib Ali Al jufri mengambil bay'at kepada Maulana Syaikh Nazim qs.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar