“Jika engkau yakin bahwa
kau hanya akan sampai kepada Allah
setelah lenyapnya semua keburukanmu dan sirnanya semua hasratmu,
maka engkau selamanya tak akan sampai kepada-Nya.
Tetapi,
jika Dia menghendakimu sampai kepada-Nya,
Dia akan menutupi sifatmu dengan sifat-sifat-Nya
dan watakmu dengan watak-Nya,
Dia membuatmu sampai kepada-Nya dengan kebaikan
yang diberikan-Nya kepadamu,
bukan dengan kebaikan yang kaupersembahkan kepada-Nya.”
—Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam.
Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa
engkau tak akan sampai kepada-Nya
sekalipun kau melakukan riyadhah (olah batin)
dan mujahadah berusaha menghilangkan aib
dan semua keinginan yang tak layak bagimu,
seperti keinginan untuk meraih
kekuatan, kehormatan, kekayaan,dan kekuasaan.
Itu adalah sifat-sifat inti dan watak yang sudah melekat
pada seorang hamba dan tak dapat terlepas darinya.
Wushul (sampai) kepada Allah adalah anugerah-Nya
yang diberikan kepadamu, bukan karena usahamu sendiri.
Hal ini pernah diisyaratkan Allah dalam sebuah hadis Qudsi:
“Hamba-hamba-Ku terus mendekatkan dirinya kepada-Ku
dengan ibadah-ibadah sunnah sampai Aku mencintainya.
Dan,
jika Aku mencintainya,
Aku akan menjadi pendengarannya
yang digunakannya untuk mendengar,
menjadi penglihatannya yang digunakan untuk melihat,
menjadi tangannya yang digunakan untuk memukul,
dan menjadi kakinya yang digunakan untuk berjalan.”
Syekh Asy-Syadzili mengatakan:
“Seorang wali tidak pernah sampai (wushul) kepada Allah
selama dia memiliki syahwat, keinginan, dan pilihan.
Walaupun Allah sudah memberi jalan baginya,
dia tetap tidak akan sampai kepada-Nya.
Namun,
jika Allah menginginkan untuk mendekatkan hamba itu kepada-Nya,
Dialah yang akan mengaturnya,
yaitu dengan menampakkan sifat-sifat-Nya yang tinggi dan suci
sehingga akan menghilangkan sifat-sifat hamba-Nya yang buruk.
Saat itu,
hamba tersebut tidak lagi memiliki keinginan dan pilihan,
kecuali yang dipilihkan dan diinginkan Al-Haqq.”
--Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam,
dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi
engkau tak akan sampai kepada-Nya
sekalipun kau melakukan riyadhah (olah batin)
dan mujahadah berusaha menghilangkan aib
dan semua keinginan yang tak layak bagimu,
seperti keinginan untuk meraih
kekuatan, kehormatan, kekayaan,dan kekuasaan.
Itu adalah sifat-sifat inti dan watak yang sudah melekat
pada seorang hamba dan tak dapat terlepas darinya.
Wushul (sampai) kepada Allah adalah anugerah-Nya
yang diberikan kepadamu, bukan karena usahamu sendiri.
Hal ini pernah diisyaratkan Allah dalam sebuah hadis Qudsi:
“Hamba-hamba-Ku terus mendekatkan dirinya kepada-Ku
dengan ibadah-ibadah sunnah sampai Aku mencintainya.
Dan,
jika Aku mencintainya,
Aku akan menjadi pendengarannya
yang digunakannya untuk mendengar,
menjadi penglihatannya yang digunakan untuk melihat,
menjadi tangannya yang digunakan untuk memukul,
dan menjadi kakinya yang digunakan untuk berjalan.”
Syekh Asy-Syadzili mengatakan:
“Seorang wali tidak pernah sampai (wushul) kepada Allah
selama dia memiliki syahwat, keinginan, dan pilihan.
Walaupun Allah sudah memberi jalan baginya,
dia tetap tidak akan sampai kepada-Nya.
Namun,
jika Allah menginginkan untuk mendekatkan hamba itu kepada-Nya,
Dialah yang akan mengaturnya,
yaitu dengan menampakkan sifat-sifat-Nya yang tinggi dan suci
sehingga akan menghilangkan sifat-sifat hamba-Nya yang buruk.
Saat itu,
hamba tersebut tidak lagi memiliki keinginan dan pilihan,
kecuali yang dipilihkan dan diinginkan Al-Haqq.”
--Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam,
dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar