Minggu, 31 Januari 2016

ZIKIR DAN KONTEMPLASI DALAM TASAWUF.

MEMBERSIHKAN HATI.

"Membersihkan hati" bermakna menghapus darinya kecintaan 
pada dunia dan hal-hal duniawi ,serta menghilangkan darinya
segenap kesedihan ,kedukaan, dan kekhawatiran 
atas segala sesuatu yang tidak berguna.

(Cinta , dalam konteks ini, 
menunjukkan pada dunia dan segala sesuatu yang bersifat duniawi .
Perintahnya ialah mengembangkan sikap tidak terikat 
dan penuh kasih sayang, bukan keterikatan)

Kata "hati" (qalb) mempunyai dua makna :
dalam satu arti ,
ini adalah nama segumpal daging berbentuk kerucut 
yang terletak di sisi sebelah kiri dada dan berongga di dalamnya,
mengandung darah serta dianggap sebagai sumber ruh.

Kita tidak membahas hati yang bersifat fisikal di sini .
Hati yang kita bicarakan di sini adalah 
wadah untuk menerima rahmat Allah.
Substansinya bersifat spiritual.
Substansi spiritual ini adalah esensi manusia .

Substansi ini sajalah yang mempunyai 
persepsi, pengetahuan, dan gnosis atau ma'rifah.
Inilah hati yang diperingatkan , dicela, dan dihukum.

Hati spiritual ini ,
dengan segumpal daging berbentuk kerucut  tadi
memiliki hubungan yang sama 
sebagaimana hubungan aksiden dengan tubuh.
Karena suatu sifat berkaitan dengan substansi yang disifati,
maka objek yang menempati ruang mempunyai hubungan 
dengan ruang yang ditempatinya, dan sebuah alat 
dengan manusia yang menggunakannya.

Hati inilah yang disebut-sebut sebagai 'Arsy Allah 
dan hati inilah yang harus bersih  :
"dibersihkan " dalam suluk atau "perjalanan spiritual".

Untuk  membersihkan hati , 
para Syaikh dalam berbagai thariqah atau tarekat 
(jalan Sufi menuju Allah) sangat menganjurkan 
memperhatikan praktik yang ditetapkan oleh Allah.

Mereka berpandangan bahwa 
sesuai dengan hikmah tak-terbatas Zat Mahabijaksana , 
semakin manusia tenggelam dalam berbagai urusan duniawi 
dan sibuk dengan hal-hal materiel, maka
ia semakin beroleh banyak kesulitan dan bertambah kesal.

Semakin ia menyibukkan diri dengan memanjakan badannya 
dan terus menerus kelewat memperhatikan penampilannya,
maka keadaan mentalnya bakal  semakin memburuk ,
kemampuan spiritualnya memudar,
kesucian dan kecemerlangan  hatinya kehilangan semangat,
noda dan kegelapan makin bertambah.

Itulah sebabnya pengekangan-diri dan hidup zuhud 
menjadi syarat-syarat yang mesti dipenuhi 
dalam "kemajuan spiritual" (suluk).
Dan menjauhkan diri dari segala sesuatu selain Allah  adalah
salah satu dasar di Jalan Sufi menuju Allah.

Dr. Mir Valiuddin



NAFSU MANUSIA ITU ADA TUJUH

NAFSU MANUSIA ITU ADA TUJUH.

(1). النفس الامارة Nafsul-amaroh.

Yaitu: Nafsu yang selalu memerintahkan kejelekan. 

Alloh telah berfirman dalam Al-qur’an : وان النفس لامارة بالسوء
“Sesungguhnya nafsu itu selalu perintah kepada kejelekan”.

Adapun sifat-sifatnya diantaranya: 
1. البخل Bakhil. 
2. الحسد Dengki. 
3. الجهل Bodoh. 
4. الكبر Sombong. 
5. الغضب Marah. 
6. الحرص Sangat cinta dunia (grangsang). 
7. الشهوة Senang melakukan perkara jelek/hina.

Adapun warna sinar/cahayanya yaitu biru, 
Tempatnya di tengah-tengah antara kedua alis mata(latifah nafs) لطيفة النفس . 

Sehingga orang ahli thoriqoh 
menggunakan lathifah-lathifah untuk dzikir Alloh (الله الله الله ) 
supaya lathifah penuh dengan Nur Ilahiyyah, penuh hidayah, Inayah 
dan mendapat rahmat dari Alloh, 
sehingga sifat-sifat madzmumah(tercela) yang bertempat pada lathifah 
bisa terusir dan sirna, dan diganti dengan sifat-sifat Mahmudah(terpuji).

(2). النفس اللوامه Nafsu Lauwamah.

Yaitu : Nafsu yang selalu menyesali (maido) setelah melakukan maksiat/dosa. 
Alloh berfirman : “لا اقسم بيوم القيامة ولا اقسم بالنفس اللوامة”
“Aku bersumpah demi hari qiyamat, 
dan aku bersumpah dengan Nafsu yang amat menyesali dirinya sendiri.
{ Maksudnya: bila ia berbuat kebaikan ia juga menyesal 
kenapa ia tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat kejahatan }”

Adapun sifat sifatnya itu banyak, diantaranya : 
1. اللوم Menyesal(maido) 
2. الهوي Mengikuti kesenangannya. 
3. المكر Menipu. 
4. الغيبة Menggunjing(ngrasani). 
5. الرياء Riyak(pamer). 
6. الظلم Aniaya(dholim). 
7. الغفلة Lupa(pada Alloh). 
8. الكذب Bohong. 
9. العجب Ujub(membanggakan amalnya). 
Dan lain-lainnya.

Adapun warna sinar/cahaya Nafsu Lauwamah yaitu Kuning. 
Tempatnya dibawah susu kiri kira-kira dua jari,( لطيفه القلب Lathifah Qolbi). 

Keterangan:
النفس اللوامة اى النفوس الشريفه التي لاتزال تلوم نفسها في الدنيا والاخرة فاذا اجتهد في الطاعة تلوم نفسها على عدم الزياده واذا قصرت تلوم نفسها على التقصير
(Nafsu lauwamah yakni nafsu yang mulia, 
yang tidak habis-habisnya untuk menyesali dirinya sendiri, 
didalam masalah dunia dan akhrat. 
Sebab nafsu ini ketika semangat beribadah/taat, 
ia menyesal karena merasa kurang banyak ketaatannya, 
apalagi ketika ia berbuat dosa.(ket, Kitab تفسير منير juz 2, hal 414).

(3). ألنفس الملهمة Nafsu Mulhimah,

yaitu Nafsu yang selalu mendapat ilham supaya berbuat menunaikan kebaikan. 

Alloh berfirman: ونفس وما سواها. فألهمها فجورها وتقواها “dan 
nafsu serta penyempurnaannya (ciptaannya). 
Maka Alloh mengilhamkan kepada nafsu itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.

Adapun sifa-sifat nafsu Mulhimah itu banyak sekali, diantaranya : 
1. السخاوة Dermawan(loman) 
2. القناعة Qona’ah(menerima). 
3. التوبة Taubat. 
4. التواضع Tawadhu’(merendahkan diri). 
5. الصبر Sabar(tahan uji). 
6. التحمل Mempertahankan(mbetah-mbetahke). 
7. الحلم Lemah lembut(murah hati). Dan lain-lainnya.

Adapun warna sinar/cahaya Nafsu Mulhimah yaitu merah. 
Tempatnya dibawah susu kanan kira-kira dua jari,( لطيفه الروح lathifah Ruh).

(4). النفس المطمئنة Nafsu Mutmainnah

yaitu nafsu yang sudah tenang, tentram dan selamat dari sifat-sifat madzmumah 

(tercela). Alloh berfirman :
يا ايتها النفس المطمئنة ارجعي الى ربك راضية مرضية
“Hai jiwa/nafsu yang tenang. 
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.”.

Adapun sifa-sifat Nafsu Mutmainnah itu banyak sekali, diantaranya : 

1. الجود Memberi(lomo). 
2. التوكل Tawakkal(berserah diri kepada Alloh). 
3. العبادة Ibadah (menghamba kepada alloh dengan ikhlas). 
4. الشكر berSyukur (kepada Alloh). 
5. الرضى Ridho(terhadap semua kehendak Alloh). 
6. خشية Takut kepada Alloh. 
Dan lain-lainnya.

Adapun warna sinar/cahaya Nafsu Mutmainnah yaitu putih. 
Tempatnya diantara dada dan susu kiri kira-kira dua jari, (لطيفة السر lathifah sirri).
Keterangan: 
النفس المطمئنة: هي التي لا يستفزها خوف ولا حزن وهذه الخاصة قد تحصل عند الموت عند سماع البشارة من الملائكة وتحصل عند البعث وعند دخول الجنة بلا شك
Nafsu Mutmainnah ini nafsu yang tidak terpengaruh dengan perkara-perkara 
yang menakutkan atau menyusahkan, khususiyyah ini terkadang muncul ketika mati, 
dan mendapat kabar gembira dari malaikat, 
terkadang muncul ketika dibangkitkan dari kubur, 
dan terkadang muncul ketika masuk surga.( Ket kitab تفسير منير juz 2 hal 446).

(5). النفس الراضية Nafsu Rodhiyah

yaitu : Nafsu yang sudah Ridho terhadap semua ketentuan dan kehendak Alloh 
dalam segala hal.

Dalam al-qur’an 
disebutkan “ ارجعي الى ربك راضية . 
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas.” 
yakni ridho dengan semua ketentuan Alloh.

Atau juga firman Alloh : ورضوا عنه 
“dan mereka sama ridho dengan ketentuan Alloh” 
yakni orang-orang yang mempunyai sifat khosyah/taqwa kepada Alloh 
mendapat balasan dari Alloh, 
sehingga jiwa/nafsunya puas dan ridho terhadap semua ketentuan Alloh.

Adapun sifa-sifat Nafsu Rodhiyah itu banyak sekali, diantaranya : 

1. الذكر Dzikir(ingat kepada Alloh). 
2. الاخلاص Ikhlas(hanya kepada Alloh). 
3. الوفاء Wafa’( Menepati janji). 
4. الورع Waro’(menjaga dari perkara syubhat terlebih yang haram). 
5. الزهد Zuhud(meninggalkan senang dunia 
   dan merasa cukup dengan yang halal walupun sedikit). 
6. الكرامات Karomah( kemuliaan). 
7. العشق Rindu kepada Alloh. 

Adapun warna sinar/cahaya Nafsu Rodhiyah yaitu hijau. 
Tempatnya seluruh badan lahir batin (لطيفة القالب/سرالسر lathifah Qolab /Sirru-sirri).

(6). النفس المرضية Nafsu Mardhiyyah

yaitu : nafsu yang sudah mendapatkan keridhoan dari Alloh. 

Dalam al-qur’an disebutkan : ارجعي الى ربك راضية مرضية
“Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya”. 
Yakni : sowan /menghadapnya kepada Alloh sudah diridho oleh Alloh. 

Atau firman Alloh : رضي الله عنهم 
“Alloh benar-benar telah ridho kepda mereka
( orang-orang yang mempunyai sifat khosyah dan taqwa kepada Alloh), 
sehingga nafsunya menjadi nafsu yang Mardhiyyah.

Adapun sifa-sifat Nafsu Mardhiyyah itu banyak sekali,
diantaranya : 

1. حسن الخلق Baik budi pekertinya. 
2. اللطف بالخلق Belas kasih kepada semua makhluk. 
3. ترك ما سوى الله Meninggalkan semua perkara selain Alloh. 
4. التقرب الى الله Taqorrub, mendekatkan diri kepada Alloh. 
5.التفكر فى عظمة الله Berfikir tentang keagungan Alloh. 
6. الرضى بما قسم الله Ridho dengan pembagian dari Alloh. Dan lain lain. .

Adapun warna sinar/cahaya Nafsu Mardhiyah yaitu hitam. 
Tempatnya antara susu kanan dan dada, kira-kira dua jari,( لطيفة الخفي lathifah khofy).

(7). النفس الكاملة Nafsu kamilah

yaitu: Nafsu yang sudah bersih dari semua sifat-sifat madzmumah(tercela), 
dan sempurna sifat-sifat kebaikannya, dan juga welas asih kepada semua makhluk. 
Nafsu ini juga disebut nafsu shofiyyah (نفس صافية ). 
Nafsu Kamilah termasuk golongan orang-orang sholihin 
dan diberikan Musyahadah kepada Alloh didunia dan di akhirat.

Alloh berfirman dalam Al-qur’an : فادخلي في عبادي وادخلي جنتي. “ 
(hai nafsu kamilah) Masuklah kamu didalam golongan hamba-hambaku (yang sholihin), 
dan masuklah kamu dalam surgaku”. (keterangan).

Firman Alloh (فادخلي في عبادي) itu ditafsiri dengan :
(اى مع الصالحين) وادخلي جنتي (اى مع الصالحين لتفوزي بالنعيم المقيم الى ان قال وادخلي جنة شهودى فى الدنيا ما دامت فيها وهي الجنة المعجله. وجنة الخلود فى العقبى وهذا النداء الواقع فى الدنيا يسمعه العارفون اما فى المنام او بالالهام .
Alhamdulilah

MUSYAHADAH

ALAM SEKALIANNYA ADALAH KEGELAPAN DAN YANG MENERANGKANNYA ADALAH KERANA PADANYA KELIHATAN YANG HAQ (TANDA-TANDA ALLAH S.W.T). BARANGSIAPA MELIHAT ALAM TETAPI DIA TIDAK MELIHAT ALLAH S.W.T SAMA ADA DALAMNYA, DI SAMPINGNYA, SEBELUMNYA , ATAU SESUDAHNYA, MAKA DIA BENAR-BENAR MEMERLUKAN WUJUDNYA CAHAYA-CAHAYA ITU DAN TERTUTUP BAGINYA CAHAYA MAKRIFAT OLEH TEBALNYA AWAN BENDA-BENDA ALAM.

Alam ini pada hakikatnya adalah gelap atau ‘adam, tidak wujud. Wujud Allah s.w.t yang menerbitkan kewujudan alam. Tidak ada satu kewujudan yang berpisah daripada Wujud Allah s.w.t. Hubungan Wujud Allah s.w.t dengan kewujudan makhluk sekiranya dibuat ibarat (sebenarnya tidak ada sebarang ibarat yang mampu menjelaskan hakikat yang sebenarnya), perhatikan kepada api yang dipusing dengan laju. Kelihatanlah pada pandangan kita bulatan api. Perhatikan pula kepada orang yang bercakap, akan kedengaranlah suara yang dari mulutnya. Kemudian perhatikan pula kepada kasturi, akan terhidulah baunya yang wangi. Wujud bulatan api adalah wujud yang berkaitan dengan wujud api. Wujud suara adalah wujud yang berkaitan dengan wujud orang yang bercakap. Wujud bau wangi adalah wujud yang berkaitan dengan wujud kasturi. Wujud bulatan api, suara dan bau wangi pada hakikatnya tidak wujud.

Begitulah ibaratnya wujud makhluk yang menjadi terbitan daripada Wujud Allah s.w.t. Wujud bulatan api adalah hasil daripada pergerakan api. Wujud suara adalah hasil daripada perbuatan orang yang bercakap. Wujud bau wangi adalah hasil daripada sifat kasturi. Bulatan api bukanlah api tetapi bukan lain daripada api dan tidak terpisah daripada api. Suara bukanlah orang yang bercakap tetapi bukan pula lain daripada orang yang bercakap. Walaupun orang itu sudah tidak bercakap tetapi masih banyak lagi suara yang tersimpan padanya. Bau wangi bukanlah kasturi tetapi bukan pula lain daripada kasturi. Walaupun bulatan api boleh kelihatan banyak, suara kedengaran banyak, bau dinikmati oleh ramai orang namun, api hanya satu, orang yang bercakap hanya seorang dan kasturi yang mengeluarkan bau hanya sebiji.

Agak sukar untuk memahami konsep ada tetapi tidak ada, tiada bersama tetapi tidak berpisah. Inilah konsep ketuhanan yang tidak mampu dipecahkan oleh akal tanpa penerangan nur yang dari lubuk hati. Mata hati yang diterangi oleh Nur Ilahi dapat melihat perkaitan antara ada dengan tidak ada, tidak bersama tetapi tidak berpisah. Atas kekuatan hatinya menerima sinaran Nur Ilahi menentukan kekuatan mata hatinya melihat kepada keghaiban yang tidak berpisah dengan kejadian alam ini.

Ada 4 tingkatan pandangan mata hati terhadap perkaitan alam dengan Allah s.w.t yang menciptakan alam.

1: Mereka yang melihat Allah s.w.t dan tidak melihat alam ini. Mereka adalah umpama orang yang hanya melihat kepada api, bulatan api yang khayali tidak menyilaukan pandangannya. Walaupun mereka berada di tengah-tengah kesibukan makhluk namun, mata hati mereka tetap tertumpu kepada Allah s.w.t, tidak terganggu oleh kekecuhan makhluk. Lintasan makhluk hanyalah umpama cermin yang ditembusi cahaya. Pandangan mereka tidak melekat pada cermin itu.

2: Mereka yang melihat makhluk pada zahir tetapi Allah s.w.t pada batin. Mata hati mereka melihat alam sebagai penzahiran sifat-sifat Allah s.w.t. Segala yang maujud merupakan kitab yang menceritakan tentang Allah s.w.t. Tiap satu kewujudan alam ini membawa sesuatu makna yang menceritakan tentang Allah s.w.t.

3: Mereka yang melihat Allah s.w.t pada zahirnya sementara makhluk tersembunyi. Mata hati mereka terlebih dahulu melihat Allah s.w.t sebagai Sumber kepada segala sesuatu, kemudian baharulah mereka melihat makhluk yang menerima kurniaan daripada-Nya. Alam tidak lain melainkan perbuatan-Nya, gubahan-Nya, lukisan-Nya atau hasil kerja Tangan-Nya.

4: Mereka yang melihat makhluk terlebih dahulu kemudian baharulah melihat Allah s.w.t. Mereka memasuki jalan berhati-hati dan berwaspada, memerlukan masa untuk menghilangkan keraguan, berdalil dengan akal sehingga kesudahannya ternyatalah akan Allah s.w.t yang Wujud-Nya menguasai wujud makhluk.

Selain yang dinyatakan di atas tidak lagi dipanggil orang yang melihat Allah s.w.t. Gambar-gambar alam, syahwat, kelalaian dan dosa menggelapkan cermin hati mereka hingga tidak mampu menangkap cahaya yang membawa kepada makrifat. Mereka gagal untuk melihat Allah s.w.t sama ada di dalam sesuatu, di samping sesuatu, sebelum sesuatu atau sesudah sesuatu. Mereka hanya melihat makhluk seolah-olah makhluk berdiri dengan sendiri tanpa campur tangan Tuhan.

Anasir alam dan sekalian peristiwa yang berlaku merupakan perutusan yang membawa perkhabaran tentang Allah s.w.t. Perkhabaran itu bukan didengar dengan telinga atau dilihat dengan mata atau difikir dengan akal. Ia adalah perkhabaran ghaib yang menyentuh jiwa. Sentuhan tangan ghaib pada jiwa itulah yang membuat hati mendengar tanpa telinga, melihat tanpa mata dan merenung tanpa akal fikiran. Hati hanya mengerti setiap perutusan yang disampaikan oleh tangan ghaib kepadanya dan hati menerimanya dengan yakin. Keyakinan itu menjadi kunci kepada telinga, mata dan akal. Apabila kuncinya telah dibuka, segala suara alam yang didengar, sekalian anasir alam yang dilihat dan seluruh alam maya yang direnungi akan membawa cerita tentang Tuhan. Abid mendengar, melihat dan merenungi Keperkasaan Tuhan. Asyikin mendengar, melihat dan merenungi keindahan Tuhan. Muttakhaliq mendengar, melihat dan merenungi kebijaksanaan dan kesempurnaan Tuhan. Muwahhid mendengar, melihat dan merenungi keesaan Tuhan.

Iaitu hari mereka keluar (dari kubur masing-masing) dengan jelas nyata; tidak akan tersembunyi kepada Allah sesuatupun darihal keadaan mereka. (Pada saat itu Allah berfirman): “Siapakah yang menguasai kerajaan pada hari ini?” (Allah sendiri menjawab): “Dikuasai oleh Allah Yang Maha Esa, lagi Yang Maha Mengatasi kekuasaan-Nya segala-galanya!” ( Ayat 16 : Surah Mu’min )

Mereka telah mendustakan mukjizat-mukjizat Kami semuanya, lalu Kami timpakan azab seksa kepada mereka sebagai balasan dari Yang Maha Perkasa, lagi Maha Kuasa. ( Ayat 42 : Surah al-Qamar ) 
Ayat-ayat seperti yang di atas menggetarkan jiwa abid. Hati abid sudah ‘berada’ di akhirat. Alam dan kehidupan ini menjadi ayat-ayat atau tanda-tanda untuknya melihat keadaan dirinya di akhirat kelak, menghadap Tuhan Yang Esa, Maha Perkasa, tiada sesuatu yang tersembunyi daripada-Nya.

Dialah yang telah mengaturkan kejadian tujuh petala langit yang berlapis-lapis; engkau tidak dapat melihat pada ciptaan Allah Yang Maha Pemurah itu sebarang keadaan yang tidak seimbang dan tidak munasabah; (jika engkau ragu-ragu) maka ulangi pandangan(mu) - dapatkah engkau melihat sebarang kecacatan? Kemudian ulangilah pandangan(mu) berkali-kali, nescaya pandangan(mu) itu akan berbalik kepadamu dengan hampa (daripada melihat sebarang kecacatan), sedang ia pula berkeadaan lemah lesu (kerana habis tenaga dengan sia-sia). ( Ayat 3 & 4 : Surah al-Mulk ) 
Asyikin memandang kepada alam ciptaan dan dia mengulang-ulangi pemandangannya. Semakin dia memandang kepada alam semakin dia melihat kepada keelokan dan kesempurnaan Pencipta alam. Dia asyik dengan apa yang dipandangnya.

Dialah Allah, Yang Menciptakan sekalian makhluk; Yang Mengadakan (dari tiada kepada ada); Yang Membentuk rupa (makhluk-makhluk-Nya menurut yang dikehendaki-Nya); bagi-Nya jualah nama-nama yang sebaik-baiknya dan semulia-mulianya; bertasbih kepada-Nya segala yang ada di langit dan di bumi; dan Dialah Yang tidak ada tuluk banding-Nya, lagi Maha Bijaksana. ( Ayat 24 : Surah al-Hasy-r )
Muttakhaliq menyaksikan sifat-sifat Tuhan yang dikenal dengan nama-nama yang baik. Alam adalah perutusan untuknya mengetahui nama-nama Allah s.w.t dan sifat-sifat Kesempurnaan-Nya. Setiap yang dipandang menceritakan sesuatu tentang Allah s.w.t.

Sesungguhnya Akulah Allah; tiada Tuhan melainkan Aku; oleh itu sembahlah akan Daku, dan dirikan sembahyang untuk mengingati Daku. ( Ayat 14 : Surah Taha ) 
Muwahhid fana dalam Zat. Kesedaran dirinya hilang. Melalui lidahnya muncul ucapan-ucapan seperti ayat di atas. Dia mengucapkan ayat-ayat Allah s.w.t, bukan dia bertukar menjadi Tuhan.

Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. 
Segala puji tertentu bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian alam. Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. Yang Menguasai pemerintahan hari Pembalasan (hari Akhirat). Engkaulah sahaja (Ya Allah) yang kami sembah, dan kepada Engkaulah sahaja kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah kurniakan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang-orang yang Engkau telah murkai, dan bukan pula (jalan) orang-orang yang sesat. ( Ayat 1 – 7 : Surah al-Faatihah )

Mutahaqqiq kembali kepada kesedaran keinsanan untuk memikul tugas membimbing umat manusia kepada jalan Allah s.w.t. Hatinya sentiasa memandang kepada Allah s.w.t dan bergantung kepada-Nya. Kehidupan ini adalah medan dakwah baginya. Segala anasir alam adalah alat untuk dia memakmurkan bumi.

Apabila Nur Ilahi menerangi hati apa sahaja yang dipandang akan kelihatanlah Allah s.w.t di sampingnya atau sebelumnya atau sesudahnya.

www.facebook.com/maulabillah
www.facebook.com/tradezara

KOSONG

KOSONG
Inilah ilmu rahsia Makrifat Allah Ta’ala, 
dari pada dunia, datang dari pada akhirat.
Engkau itu sampai kepadaKu, “Hai, hambaKu yang Aku cintai.”
Maha suci Aku beserta engkau 
jikalau engkau berada di dalam
AKU.
Maka lenyaplah engkau di dalam kosong.
AHMAD itulah yang disebut diri yang gaib.
MUHAMMAD itulah yang disebut diri yang dzahir.


Berkata Nabi SAW “Ikuti aku.. ikuti aku…”
Kalau engkau tiada mengikuti maka engkau adalah ‘sesat’.
Sebab itulah kami ajarkan kalimat Tauhid
“LAA ILLAHA ILLALLAH”
Sebab itulah kami perintahkan kalimat Syahadat
“ASYHADU ALLA ILLAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA
MUHAMMADDARASULULLAH”

Jikalau engkau itu berpegang pada keduanya maka selamatlah
engkau dunia dan akhirat.
Dan engkau di dalam mukmin yang sebenar-benarnya.

Bahwasanya,
- Kalimat Tauhid itu ialah maqam Ruh 
yang tiada lupa ia kepada yang menjadikannya setiap saat.

- Kalimat Syahadat itulah yang menyempurnakan 
apa-apa yang di perintahkan oleh nabi Muhammad SAW.

Maka engkau itu rindu selalu kepadaKu yang menjadikan semesta alam.
Itulah yang disebut engkau bertubuh ‘NURULLAH’’
Itulah yang disebut lenyap dengan AKU.

Asal engkau yang Aku jadikan mula-mula adalah 
satu rahasia Nur, yang disebut Nur Dzat. Nur Dzat menjadi Diri, 
kemudian diri engkau gaib di dalam Nur Allah, 
kemudian gaib lagi yang disebut kosong.
kemudian berkata di dalam Kun, 
Kun itulah yang disebut Alif, 
Alif itulah yang disebut Diri, 
Maka gaiblah Alif
itu menjadi Laisa, 
lalu berkatalah Ia HAQ.

Yang Haq itulah yang disebut tiada berujud dan tiada bernama.
maka engkau itu yang dinamakan AKU, 
sebab itu bukan diluar bukan di dalam.
Sehingga meliputi Aku semesta sekalian alam. 
Maka Laisa-lah Aku didalam diri engkau itu. 
Jikalau engkau mengenalkan Aku,
maka engkau itu adalah di dalam kalimahKu.
Sesudah engkau di dalam kalimahKu, 
Maka engkau itu bertubuh Syahadat dan
Sesudah bernama syahadat,
Maka engkau itu bernama Muhammad
Jikalau engkau sudah bernama Muhammad dzahirnya 
maka batinya itu bernama Ahmad lalu sesudah bernama Ahmad,
maka engkau itu gaib dengan HU
Maka Akulah itu.

Engkau dengarkan bunyi di dalam tubuh engkau yang berbunyi ‘Wujud Dzat’

Wujud itu berbunyi HU dan Dzat itu berbunyi ALLAH, 
Olehkerana itu yang bunyi hanya kosong, 
maka kosong itu maknanya fana, hanya diriNyalah yang ada.Y
ang beserta melihat dan mendengar, 
Semuanya lenyaplah di dalam yang KOSONG.

* DEFINISI SUFI DAN TASAWUF*

* DEFINISI SUFI DAN TASAWUF*

IMAM AL GHAZALI SEORANG TOKOH SUFI YANG BERPENGARUH
SEBAGAI memulakan siri pengenalan dan penjelasan kita terhadap tasauf dan dunianya marilah kita melihat makna istilah tasauf dan sufi itu sendiri.
Terdapat banyak pendapat ulama mengenai kata asal tasauf. Ini kerana, perkataan sufi pada asalnya diambil atau berasal daripada suatu benda atau perkara yang dinisbahkan kepadanya.
Di antaranya:
1. PERKATAAN SUFI BERASAL dari nama seorang lelaki yang dipanggil Sufah. Nama sebenarnya ialah al-Ghauth ibnu Mur ibn Ud ibnu Tabikhah ibn Ilyas ibnu Mudhar. Beliau telah menumpukan seluruh kehidupannya hanya untuk beribadat kepada Allah di Masjid al Haram.
Daripada perbuatannya itu, nama sufi dinisbahkan kepada namanya. (al Fairuz Abadi, Qamus al-Muhit, Jld 2. H: 1105).
Ada ulama yg menolak pandangan ini kerana jika sufi sememangnya dinisbahkan kepada nama orang yang kuat beribadat, maka nama para sahabat dan tabien lebih layak dinisbahkan kepada sufi kerana kedudukan mereka yang lebih tinggi dan mulia.
2. SEBAHAGIAN ULAMA yang lain pula berpendapat, nama sufi dinisbahkan kepada perkataan suf iaitu pakaian yang dibuat daripada bulu kambing. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Taimiyyah, al Suhrawardi (Awarif al Ma'arif. H: 41) dan Ibnu Khaldun (Muqaddimah Ibni Khaldun, H: 517) berdasarkan beberapa perkara.
3. DIKATAKAN JUGA PERKATAAN SUFI dinisbahkan kepada Ahli Suffah. Iaitu, mereka yang tinggal di anjung Masjid Nabawi di Madinah yang disediakan oleh Rasulullah SAW untuk sahabat-sahabat yang miskin.
Di antaranya, sahabat baginda, Abu Hurairah, Abu Zar dan Abu Darda' kerana mereka mempunyai persamaan dengan orang sufi dari segi hubungan dengan Allah. Mereka telah memutuskan hubungan dengan dunia dan meluangkan masa untuk beribadat.
Pendapat ini ditolak, kerana dari segi bahasa, sekiranya mereka menyandarkan kepada Ahli Suffah, maka mereka akan dipanggil sebagai Suffi, iaitu dengan dua fa, sedangkan perkataan sufi hanya mempunyai satu fa.
Pengarang Qamus al-Muhit menyatakan, bahawa sandaran nama ini adalah salah dari segi tatabahasa Bahasa Arab.
4. DIKATAKAN IA BERASAL daripada perkataan sof iaitu saf hadapan, kerana orang-orang sufi akan berdiri di saf-saf hadapan ketika menghadap Allah di akhirat kelak. Ini juga tidak tepat dari segi bahasa, kerana sekiranya nama sufi disandarkan kepada perkataan sof, maka sudah tentu ia disebut sebagai soffi bukannya sufi.
5. DIKATAKAN JUGA perkataan tasauf dinisbahkan kepada makhluk pilihan Allah (sofwah). Ini juga tidak tepat dari sudut bahasa, kerana mengikut bahasa, orang yang terpilih disebut di dalam Bahasa Arab sebagai Sofawi.
6. DINISBAHKAN KEPADA SUFANAH yang bermaksud tumbuhan di padang pasir. Ini kerana, mereka hidup memadai dengan makanan yang sedikit seperti tumbuh-tumbuhan yang berada di padang pasir.
Pendapat ini juga tidak betul kerana mengikut Bahasa Arab, sekiranya dinisbahkan kepada Sufanah maka ia menjadi Sufani bukannya sufi.
7. DIKATAKAN, PERKATAAN SUFI berasal dari perkataan Sufah al-Qafa (rambut-rambut yang tumbuh di hujung bahagian belakang kepala) kerana ahli sufi memalingkan pandangan mereka daripada makhluk dan menghadapkan pandangan mereka kepada Allah.
8. DIKATAKAN PERKATAAN SUFI berasal dari perkataan sofaa, yang bermaksud suci. Sekalipun terdapat pendapat yang menyangkalnya dari segi bahasa, namun ini adalah pendapat yg sahih dan dipersetujui oleh kebanyakan ulama.
Abu al-Fath al-Busti r.a (wafat 401 H) pernah menyatakan dalam syairnya :
"Manusia telah bercanggah pendapat di dalam memberikan makna sufi dan mereka telah berselisih pendapat padanya, mereka menyangka bahawa ia terbit daripada perkataan suf (pakaian bulu kambing) ;
"Dan aku tidak sekali-kali memberikan nama ini melainkan kepada pemuda yang mensucikan dirinya, maka ia menjadi suci sehingga dinamakan sebagai sufi"
Mereka dinamakan sufi kerana dinisbahkan kepada perkataan Sofaa disebabkan Ahli Sufi memandang kepada batin atau dalaman sesuatu perkara, ketika manusia memandang kepada zahirnya.
Orang sufi juga sentiasa berusaha membersihkan dan menyucikan diri mereka daripada kotoran zahir dan batin. (Abdul Aziz Ahmad Mansur, Al-Tasauf al-Islami al-Sohih, H: 24-27)
TASAUF DARI SUDUT ISTILAH
Sheikh Zarruq r.a menyebut, definisi tasauf mencapai sehingga dua ribu pentakrifan. (ibn Ajibah, Iqaz al Himam. H: 24) Semua definisi tersebut dicetuskan oleh ulama berdasarkan zauq dan pengalaman rohani yang mereka alami dalam mujahadah mereka menuju kepada Allah.
Sebahagian mereka pula, mendefinisikan tasauf berdasarkan peringkat-peringkat yang terdapat dalam tasauf.
Di antaranya, Abu Muhammad al-Jariri r.a mentakrifkan tasauf berdasarkan keadaan Ahli Bidayah (orang yang berada di peringkat permulaan).
Beliau mentakrifkan: "(Tasauf) adalah berakhlak dengan segala akhlak yang mulia dan keluar daripada setiap akhlak yang hina". (al Qusyari, Risalah al-Qusyairiyyah fi Ilmi al-Tasauf. H: 280)
Manakala Abu al-Hasan al-Nuri mentakrifkan tasauf berdasarkan mujahadah orang-orang yang sedang salik menuju kepada Allah (Orang yang mengambil tariqah daripada penghulu kaum sufi dan menjalaninya mengikut syarat-syarat yang telah mereka tetapkan).
BELIAU BERKATA : 
Tasauf ialah meninggalkan segala kehendak nafsu . 
(Al-Kalabazi, al-Ta'aruf li Mazhab Ahli al Tasauf H: 32, al Munawi, Al-Kawakib al-Durriyyah fi Tarajim al-Sa'adah al-Sufiyyah, Jilid 1 H: 524)
IMAM AL-SYAZULI R.A PULA BERKATA : 
Tasauf adalah melatih nafsu ke arah pengabdian kepada Allah dan menundukkan nafsu di bawah hukum-hakam-Nya 
(Al-Mafakhir al-'Aliyyah, H: 111)
IMAM AL-JUNAID R.A, YANG DIIKTIRAF UMUM SEBAGAI IMAM DAN PENGHULU GOLONGAN SUFI (w. 297H / 910M) 
pula mentakrifkan tasauf berdasar kan keadaan Ahli Nihayah @ orang yg telah merasai hasil perjalanannya yang dicita-citakan
MENURUTNYA, TASAUF ADALAH : 
Allah mematikan kamu daripada memandang kepada diri kamu (fana') dan Dia menghidupkan kamu dengan mengingati-Nya dan bermunajat kepada-Nya (baqa') 
(Al-Risalah al Qusyairiah H: 280, Awarif al Ma'arif H: 39 dan Nataij al Afkar al-Qudsiyyah Jilid 4 H: 6)
Ini merupakan darjat sufi yang paling tinggi dan sempurna
BERDASARKAN DEFINISI-DEFINISI DIATAS. KITA MENDAPATI BAHAWA SESEORANG AHLI SUFI PERLU MELALUI TIGA PERINGKAT BERIKUT :
1. BIDAYAH *
Orang yang berada di peringkat ini, akan merasai pada fitrahnya bahawa terdapat suatu hakikat yang perlu dikecapi. HAKIKAT ITU IALAH AKHLAK DAN PERADABAN YANG MULIA
NATIJAHNYA rohnya benar-benar merasa rindu untuk mengecapinya. Untuk mengenali dan mengecapinya pula, memerlukan kepada suatu perjalanan yang berbekalkan keazaman dan niat yang jujur dan benar
2. MUJAHADAH
Aspek amalan yang berhubung kait dengan syariat
*3. ORANG YANG MERASAI ZAUQ
MERASAI DAN MENCAPAI HASIL YANG DICITA-CITAKAN
Dalam Erti Kata Lain, Peringkat Tasauf Adalah :
Mengenal nafsu, rangsangan dan keinginannya
Menyucikan hati dan membersihkan roh daripada sifat-sifat yang kotor dengan bermujahadah
Menghiasi diri dengan sifat-sifat yang mulia dan meningkatkan diri dari satu makam ke satu makam utk menjadi ahli sufi yg mempunyai hati yang sentiasa sibuk bersama Allah
Maka, seseorang salik masih belum layak untuk digelar sebagai Ahli Sufi, melainkan setelah melalui ketiga-tiga peringkat ini dan orang-orang yang masih belum merentasi ketiga-tiga peringkat ini, dinamakan sebagai MURID ATAU MUTASAWWIF . 
(Abdul Aziz Ahmad Mansur, al-Tasauf al-Islami al-Sohih H:23)
KESIMPULAN
Berdasarkan Semua Definisi DiAtas, Dptlah Dibuat Kesimpulan, Bahawa TASAUF TERTEGAK DI ATAS KONSEP :
❤ KEJERNIHAN
❤ MEREBAHKAN KEDEGILAN NAFSU
❤ MENGIKUT SUNNAH, 
ZUHUD TERHADAP DUNIA dan KESERONOKANNYA
❤ MEMUTUSKAN HUBUNGAN DENGAN SELAIN ALLAH DAN SENTIASA BERTAFAKUR TENTANG-NYA
SEBAHAGIAN AHLI SUFI BERKATA : 
PERMULAAN TASAUF IALAH ILMU
PERTENGAHANNYA IALAH AMAL 
DAN PENGHUJUNGNYA IALAH MENDAPAT KURNIAAN DARIPADA ALLAH SWT
BERDASARKAN HURAIAN DI ATAS dapat kita fahami, tasauf adalah suatu cabang ilmu yang definisinya telah ditangani secara ilmiah dan kemas
Ia juga terbit daripada usul agama yang sahih dan bukannya berpunca daripada mazhab serpihan atau agama lain, seperti dakwaan sesetengah pihak
ARKIB : 11/05/2010
Definisi sufi dan tasauf
Oleh PANEL PENYELIDIKAN YAYASAN SOFA, NEGERI SEMBILAN
‪#‎HidupBertuhan‬ 
‪#‎SatuPerjalanan‬

Muhyidin Ibnu ‘Arabi".

Salah seorang sufi yang banyak mendapatkan kritikan dan tuduhan, 
fitnah ialah guru besar sufi ibn arabi.
Bahkan Sebagian ulama ada yang mengatakan 
"Ma Ikhtalafal ulama’u fi ahadin ka ikhtilafihim fi Muhyidin Ibnu ‘Arabi".

Salah satu tuduhan yang terkenal adalah ajaran wihdatul wujud yang beliau kenalkan, Sehingga ketika nama wihdatul wujud disebutkan 
maka yang terlintas adalah nama Ibnu ‘Arabi, sang pencetus wahdatul wujud.

Pada dasarnya ungkapan Syech ibn arabi lebih banyak dipahami 
dengan pemahaman yang salah dari pada dipahami dengan pemahaman yang benar 
seperti apa yang diinginkan sang guru besar sufi. 

Hal itu disebabkan karena banyaknya orang-orang yang tidak kenal 
istilahat sufiyah membaca karya-karya sufiyah 
kemudian mereka memahami sendiri tulisan para Sufi 
yang berkaitan degan hakikat atau adzwaq. 

Mereka tidak menyadari kaidah "Likulli Qaumin Mushthalahatuhum".

Adapun untuk kaum sufi 
maka mereka sengaja mencampuri perkataan-perkataannya 
dengan ungkapan-ungkapan teka-teki atau at-tauriyah 
perkataan-perkataan yang memiliki banyak makna, 
dan yang mampu memahaminya adalah golongan sufi sendiri. 

Apa yang terucap dari para sufi ini 
semata-mata karena mereka sulit untuk mengungkapkan perasaan hati 
(cinta kepada Allah) yang terkadang membawa mereka 
kepada makam al-fana fillah dengan ungkapan yang tidak jelas.

Jika ada seorang laki-laki sangat mencintai seorang wanita 
kemudian dia memuja dan menyanjung kekasihnya tersebut 
maka kata-kata yang keluar dari mulut laki-laki tersebut 
banyak mengandung unsur kekufuran. 

Dia akan mengatakan engkau segalanya bagiku, 
engkau hidup matiku, 
engkau nyawaku (ruhku), 
engkau adalah diriku dan 
aku adalah dirimu dan seterusnya. 

Adakah yang mempermasalahkan ungkapan tersebut?!

Syech Ibnu Arabi beliau mengatakan sendiri

 “Man lam yasyrab masyrabana haruma 'alaihi qiro’atu kutubina": 
   siapa yang tidak merasakan minuman kami 
   (masuk dalam golongan sufiyyah untuk mengikuti terbiyah) 
   haram membaca buku-buku kami".

Diantara ucapan kontroversial Syech ibn Arabi 
ada di dalam salah satu kitab beliau "Futuhat Makkiyah"

Diantara tulisan beliau didalam kitab futuhat adalah sebagai berikut:

Ibnu ‘Arabi berkata : 
“Asal semua ciptaan adalah tiga (Tatslits), 
satu tidak dapat menghasilkan sesuatu. 
Dua adalah awal dari pada bilangan 
dan dari dua tidak dapat menghasilkan sesuatu 
selama tidak ada unsur ketiga 
yang menghubungkan di antara keduanya.”

Dari perkataan ini banyak kritikan yang ditujukan kepada Syech Ibnu ‘Arabi. 
Di antara salah satu ulama yang mengkritik adalah 
Imam Muhammad Ghazali Rahimullah (bukan Syech Abu Hamid Al Ghazali Rahimullah).

 Beliau memberikan komentar: 
“Seumur hidup, 
saya belum pernah membaca perkataan yang lebih jelek dari ungkapan ini. 
Tidak diragukan lagi bahawasanya perkataan ini adalah 
justifikasi diperbolehkannya akidah trinitas pada agama terdahulu (Nasrani). 

Sebagaimana firman Allah "Laqad Kafara al-ladzina qalu innallaha tsaalitsu tsalatsah". Sedangkan Allah yang maha Esa berfirman "Allahu khaliqu kulli syai’in".

Padahal yang dimaksud trinitas oleh Imam Ibnu ‘Arabi adalah.
Satu Dzat Allah. 
Dua yang dimaksud Syech Ibnu Arabi adalah Sifat Allah. 
Tiga yang dimaksud Ibnu ‘Arabi adalah Asma Allah, 
dan dari ketiganya menjadi Af'al Allah.

Tatslits yang dikenalkan Syech Ibnu Arabi sesugguhnya adalah 
pemahaman beliau dari kalimat Basmalah.

Bissmillahirrahmanirrahim.
1)Bi ismi = Asma
2)Allah = Dzat
3)Arrahman = Sifat
4)Arrahim = Af'al.

Jadi yang dimaksud bahwa ciptaan itu bersumber dari tiga adalah 
segala ciptaan dihasilkan dari Af'al Allah bukan dari Dzat Allah, 
karena dzat Allah menghasilkan Sifat Allah,
Sifat Allah menghasilkan Asma Allah, dan 
dari ketiganya (Dzat-Sifat-Asma) 
Allah menghasilkan Af'al Allah dan menjadi semua ciptaannya.

Dari Perkataan ini dikenal dengan istilah Tauhid Martabah. 
Penjelasan ini sesuai dengan syariat dan akal. 

Di dalam al-Quran banyak disebutkan af'al Allah 
yang memiliki makna menciptakan, memberi rezki, menurunkan rahmat dan lain-lain.

Sedangkan secara akal adalah 
jika makhluk keluar dari Dzat Allah 
maka makhluk itu adalah bagian daripada Allah 
dan dia memiliki sifat Qadim. 

Sebagaimama seorang anak adalah bagian dari dzat ayah dan ibu. 
Hal ini tentu tidak sesuai dengan akidah islam. 

Oleh karenanya apa yang dimaksud tatslits (trinitas) dari ungkapan Ibnu ‘Arabi 
bukanlah trinitas yang difahami oleh Nasrani yaitu 
Tuhan Bapa, Tuhan ibu Maryam,atau Ruh Qudus dan Tuhan Anak, 
atau Trimurti sebagaimana pemahaman hindu, 
tapi trinitas syech ibn arabi adalah dari ketiga martabat.

Dari ketiganya menghasilkan Af'al Allah , 
af'al Allah menjadi semua ciptaanNya, 
dan Allah meliputi semua ciptaanNya, 
inilah yang dimaksud 
Allah meliputi segala sesuatu di alam semesta ini 
atau dengan kata lain 
alam semesta ini berada didalam (Genggaman) "Tuhan".

Wallahu a'lam
(Arrya Sufi)

NASIHAT BIJAK DZUN-NUN AL-MISRI

NASIHAT BIJAK DZUN-NUN AL-MISRI.

Dzun-Nun Al-Mishri memberi nasihat kepada seorang pemuda:
"Wahai pemuda, 
ambillah senjata celaan bagi dirimu, 
dan gabungkanlah dengan menolak kezaliman, 
maka di Hari Kiamat engkau akan memakai jubah keselamatan. 
Tahanlah dirimu dalam taman ketentraman, 
rasakan pedihnya fardhu-fardhu keimanan, 
maka engkau akan memperoleh kenikmatan surga. 
Teguklah cawan kesabaran 
dan persiapkan ia untuk kefakiran 
hingga engkau menjadi orang yang sempurna urusannya."

Lalu pemuda itu bertanya kepadanya,
"Diri mana yang mampu melakukan ini?"

Dzun-Nun Al-Mishri menjawab, 
"Diri yang bersabar atas lapar, 
yang teringat pada jubah kezaliman, 
diri yang membeli akhirat dengan dunia 
tanpa syarat dan tanpa terkecuali, 
dan diri yang berperisaikan kerisauan,
yang menggiring kegelapan pada kejelasan.

Apa pedulimu dengan diri 
yang menempuh lembah kegelapan 
lalu mampu menguasainya, 
memandang akhirat, 
melihat kefanaan, 
meninggalkan dosa, 
merasa cukup dengan makanan sedikit, 
menundukkan pasukan nafsu 
dan bersinar dalam kegelapan. 

Ia bercadarkan kudung berhias 
dan menuju kemuliaan dalam kegelapan. 
Ia meninggalkan penghidupan. 
Inilah diri yang berkhidmat, 
yang mengetahui hari yang akan datang. 
Semua itu dengan taufik Allah 
yang Mahahidup dan Maha Berdiri Sendiri."

---Dikutip dari Kutab Al-Washaya li Ibn 'Arabi.

Sabtu, 30 Januari 2016

TANDA KEIMANAN MENURUT SYEKH IBNU ARABI

TANDA KEIMANAN MENURUT SYEKH IBNU ARABI.

Dalam kitab Al-Washaya li Ibn 'Arabi disebutkan:

Dzun-Nun Al-Mishri mengatakan, 

"Tiga di antara tanda-tanda keimanan adalah: 
kalbu merasa pilu atas musibah yang menimpa Kaum Muslimin, 
mengorbankan kesetiaan kepada mereka 
dengan menahan kepahitan prasangka buruk mereka 
dan menunjukkan mereka kepada kebaikan, 
meskipun mereka tidak menghiraukan dan membencinya."

Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Salamah berkata, 
Dzun-Nun Al-Mishri berwasiat kepadaku, 
"Janganlah engkau mencari-cari aib orang lain, 
sedangkan engkau menutupi aib dirimu sendiri. 
Ingatlah bahwa engkau bukan penjaga mereka."

Kemudian ia berkata lagi, 
"Hamba-hamba Allah yang lebih dicintai-Nya adalah 
orang yang paling banyak memenuhi kewajiban kepada-Nya. 
Dia juga mampu menunjukkan 
kesempurnaan akal dan ketawadhuaan pikirannya, 
hal itu mengisyaratkan adanya perhatian yang baik 
kepada orang yang berbicara, 
meskipun sebenarnya dia sudah mengetahuinya. 

Dia juga sangat cepat menerima kebenaran, 
meskipun datang dari orang di bawahnya, 
dan dia cepat mengakui kesalahannya j
ika telah melakukan kesalahan."

----Syekh Ibn 'Arabi dalam kitab Al Washaya' li Ibn 'Arabi

ATU KALI DZIKIR SIRR SEBANDING DENGAN 35 JUTA DZIKIR lisan

SATU KALI DZIKIR SIRR SEBANDING DENGAN 35 JUTA DZIKIR lisan

Bismillahirrahmaanirrahiim.
Sudah diposting berkali2 tapi tak ada salahnya kita mengingatnya berulang2. 
Semoga meresap ilmunya Allah dalam Nurani kita.aamiin.

Jika Asma Allah diucapkan sekali saja dengan lisan, itu disebut dzikir (mengingat) lisan, namun jika Nama Allah diingat dengan hati, maka itu akan sebanding dengan dengan tiga puluh lima juta ucapan-ucapan (dzikir) lisan. Itulah dzikir hati atau dzikir sirr.
Ada 35 juta pembuluh darah dalam tubuh, dan semua terhubung ke jantung. Jika Nama Allah diucapkan bahkan sekali saja (dengan hati) maka semua yang mengalir mengucapkan juga.

Rasulullah saww bersabda, 
“Wahai Abu Dzarr! Berzikirlah kepada Allah dengan zikir khamilan!”, 
Abu Dzarr bertanya : “Apa itu khamilan?”
Sabda Rasul : “Khafi (dalam hati)” (Mizan al-Hikmah 3 : 435)

TAHAP pertama zikir adalah zikir lisan. 
Kemudian zikir kalbu yang cenderung diupayakan dan dipaksakan. 
Selanjutnya, 
zikir kalbu yang berlangsung secara lugas, tanpa perlu dipaksakan. 
Serta yang terakhir adalah ketika Allah sudah berkuasa di dalam kalbu 
disertai sirnanya zikir itu sendiri. 
Inilah rahasia dari sabda Nabi saw : 
” Siapa ingin bersenang – senang di taman surga, perbanyaklah mengingat Allah”

TANDA bahwa sebuah zikir sampai pada sir 
(nurani yang terdalam yang menjadi tempat cahaya penyaksian) adalah 
ketika pelaku zikir dan objek zikirnya lenyap tersembunyi. 

Zikir Sir terwujud ketika seseorang telah terliputi dan tenggelam di dalamnya. 
Tandanya, apabila engkau meninggalkan zikir tersebut, ia takkan meninggalkanmu.

Zikir tersebut terbang masuk ke dalam dirimu 
untuk menyadarkanmu dari kondisi tidak sadar 
kepada kondisi hudhur (hadirnya kalbu). 

Salah satu tandanya, 
zikir itu akan menarik kepalamu dan seluruh organ tubuhmu 
sehingga seolah–olah tertarik oleh rantai. 
Indikasinya, 
zikir tersebut tak pernah padam dan cahayanya tak pernah redup.

Namun, 
engkau menyaksikan cahayanya selalu naik turun, 
sementara api yang ada di sekitarmu senantiasa bersih menyala. 

Zikir yang masuk ke dalam sir terwujud dalam bentuk diamnya si pelaku zikir 
seolah–olah lisannya tertusuk jarum. 
Atau, 
semua wajahnya adalah lisan yang sedang berzikir 
dengan cahaya yang mengalir darinya.

KETAHUILAH, 
setiap zikir yang disadari oleh kalbumu didengar oleh para malaikat penjaga. 
Sebab, perasaan mereka beserta perasaanmu. 
Di dalamnya ada sir sampai saat zikirmu sudah gaib dari perasaanmu 
karena engkau sudah sirna bersama Tuhan, 
zikirmu juga gaib dari perasaan mereka.

Kesimpulannya,
 berzikir dengan ungkapan kata–kata 
tanpa rasa hudhur (kehadiran hati) 
disebut zikir lisan, 
berzikir dengan merasakan kehadiran kalbu 
bersama Allah
disebut zikir kalbu, 
sementara
 berzikir tanpa menyadari kehadiran segala sesuatu 
selain Allah 
disebut Zikir Sir. 

Itulah yang disebut dengan Zikir Khafiy.

Allah SWT berfirman: 
“Dan berzikirlah kepada Tuhanmu dalam hatimu (nafsika) 
dengan merendahkan dirimu dan rasa takut 
dan dengan tidak mengeraskan suara 
di waktu pagi dan petang 
dan janganlah kamu termasuk orang yang lalai” 
(QS 7 : 205)

REZEKI lahiriah terwujud dengan gerakan badan, 
rezeki batiniah terwujud dengan gerakan kalbu, 
rezeki sir terwujud dengan diam, 
sementara rezeki akal 
terwujud dengan fana dari diam 
sehingga seorang hamba tinggal dengan tenang 
untuk Allah dan bersama Allah.

Nutrisi dan makanan bukanlah konsumsi rohani, melainkan komsumsi badan. 

Adapun yang menjadi konsumsi rohani dan kalbu adalah 
mengingat Allah Zat Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.

Allah SWT berfirman, 
“Orang–orang beriman dan kalbu mereka tenteram 
dengan mengingat (zikir kepada) Allah.”

Semua makhluk yang mendengarmu 
sebenarnya juga ikut berzikir bersamamu. 
Sebab, 
engkau berzikir dengan lisanmu, 
lalu dengan kalbumu, 
kemudian dengan nafs–mu , 
kemudian dengan rohmu, 
selanjutnya dengan akalmu, dan 
setelah itu dengan sirmu.

Bila engkau berzikir dengan lisan, 
pada saat yang sama semua benda mati akan berzikir bersamamu. 

Bila engkau berzikir dengan kalbu, 
pada saat yang sama alam beserta isinya ikut berzikir bersama kalbumu. 

Bila engkau berzikir dengan nafs–mu, 
pada saat yang sama seluruh langit beserta isinya juga turut berzikir bersamamu.

Bila engkau berzikir dengan rohmu, 
pada saat yang sama singgasana Allah (‘Arsy) beserta seluruh isinya 
ikut berzikir bersamamu. 

Bila engkau berzikir dengan akalmu, 
para malaikat pembawa Arsy dan 
roh orang–orang yang memiliki kedekatan dengan Allah juga ikut berzikir bersamamu. 

Bila engkau berzikir dengan sirmu, 
Arsy beserta seluruh isinya turut berzikir 
hingga zikir tersebut bersambung dengan zat–Nya.

Imam al-Baqir dan Imam ash-Shadiq as berkata : 
“Para malaikat tidak mencatat amal shalih seseorang
kecuali apa-apa yang didengarnya, maka ketika Allah berfirman : 

“Berzikirlah kepada Tuhanmu dalam hatimu (nafsika)”, 
tidak ada seorangpun yang tahu seberapa besar pahala zikir 
di dalam hati dari seorang hamba-Nya kecuali Allah Ta’ala sendiri” 58]

DI DALAM riwayat lainnya disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda : 
“Zikir diam (khafiy) 70 kali lebih utama 
daripada zikir yang terdengar oleh para malaikat pencatat amal. “ (Al-Hadits)

Bila sang hamba mampu melanggengkan Zikir Khafi 
serta meyakini bahwa semua Alam Lahir dan Alam Batin 
merupakan pengejewantahan dari nama-nama-Nya 
maka ia akan merasakan kehadiran-Nya di semua tempat 
dan merasakan pengawasan-Nya dan jutaan nikmat-nikmat-Nya.

Perasaan akan kehadiran-Nya ini 
akan mencegah sang hamba dari berbuat dosa dan maksiat. 
Jika di hadapan anak yang sudah akil baligh saja manusia malu 
untuk berbuat dosa dan membuka auratnya, 
maka bagaimana ia tidak malu untuk membuka auratnya dihadapan Sang Khaliq?

Mengapa kita tidak merasa sungkan dan malu berbuat hal-hal yang tidak layak 
di hadapan Sang Khaliq? 
Itu karena keyakinan kita atas kehadiran-Nya di setiap eksistensi 
tidak sebagaimana keyakinan kita 
ketika kita melihat kehadiran sang anak yang akil baligh tersebut.

Apabila kita ingin mencapai keyakinan seperti ini 
kita mesti mempersiapkan latihan-latihan untuk melaksanakan Zikir Khafi 
sampai pada suatu tahapan di mana hati kita berzikir secara otomatis 
seperti gerak detak jantung dan tarikan-tarikan nafas kita (yang tidak kita kendalikan)

Imam Ali Zainal ‘Abidin as di dalam do’anya :

“Ilahi, Ilhamkanlah kepada kami Zikir kepada-Mu
di kesendirian maupun di keramaian,
di malam hari maupun di siang hari,
secara terang-terangan, maupun secara rahasia (sembunyi),
di saat gembira maupun di saat kesusahan,
jadikanlah hati kami 
menjadi senang dengan berzikir al-khafi “
(Bihar al-Anwar 94 : 151)